Tak Melulu Atas Nama NasDem, SYL Sebut Tidak Ada yang Salah dengan Penyaluran Bansos

Menurut SYL, selama penyaluran anggaran bansos telah sesuai dengan koridornya, maka hal itu dapat diterima. Terlebih, selama ini yang dilakukannya terkait bantuan itu tidak melulu untuk keperluan partai.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 05 Jun 2024, 14:25 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2024, 14:25 WIB
Tujuh Saksi Dihadirkan JPU KPK pada Sidang Lanjutan SYL
Diantaranya adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil Harahap dan Kepala Bagian (Kabag) Umum Dirjen Perkebunan Kementan Sukim Supandi. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyatakan, semua pihak berhak untuk menyalurkan maupun menerima bantuan sosial (Bansos). Dalam menjalankan aksi sosial, SYL mengaku tidak selalu melakukannya atas nama Partai NasDem.

"Kalau hanya salurkan bansos, sembako, atas nama bencana alam, dan kurban kepada siapapun boleh, itu pengetahuan saya, apalagi saya menteri diangkat NasDem," tutur SYL saat menjalani persidangan kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

Menurut SYL, selama penyaluran anggaran bansos telah sesuai dengan koridornya, maka hal itu dapat diterima. Terlebih, selama ini yang dilakukannya terkait bantuan itu tidak melulu untuk keperluan partai.

"Sepanjang tidak diselewengkan sah-sah saja. Apalagi bukan untuk nama partai," jelas dia.

SYL pun mengingatkan bahwa antara Partai NasDem dengan organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang dikelolanya memiliki pembeda yang jelas.

"Ini ormas saya. Itu ada pemisahan antara ormas partai dan partai itu sendiri. Itu jelas," kata Syahrul Yasin Limpo menandaskan.

Sementara itu, Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem Ahmad Sahroni yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus korupsi SYL digali soal batasan dana sumbangan yang masuk ke partainya.

"Apakah seperti itu mekanismenya?" tanya hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

"Mekanisme seperti itu dilakukan saat biasanya pada pilihan presiden Yang Mulia," jawab Sahroni.

"Pileg?," tanya hakim lagi.

"Kalau pileg enggak Yang Mulia. Yang pilpres Yang Mulia," sahutnya.

Sejauh ini, kata Sahroni, selalu ada pembukuan untuk setiap dana sumbangan yang masuk ke Partai NasDem.

Sumbangan Tak Boleh Lebih dari Rp1 Miliar

Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem, Ahmad Sahroni menjadi saksi kasus gratifikasi dan pemerasan eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).
Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem, Ahmad Sahroni menjadi saksi kasus gratifikasi dan pemerasan eks Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024). (Merdeka).

Adapun untuk kegiatan pilpres, sumbangan yang masuk ke partai tidak boleh lebih dari Rp1 miliar.

"Kalau berkegiatan pilihan presiden ada (batasan) Yang Mulia," uja Sahroni.

"Batasan paling ini berapa?," tanya hakim.

"Rp 1 miliar Yang Mulia," jawab dia.

"Jadi kalau ada orang yang masuk sumbangan Rp 1 miliar itu masih wajar, masih bisa diterima?," tanya hakim lagi.

"Karena sesuai peraturan KPU ada Yang Mulia," ujar Sahroni.

"Kalau lebih dari Rp 1 miliar?," kejar hakim.

"Tidak boleh Yang Mulia," jawab Sahroni.

Sahroni menyatakan, setiap sumbangan yang masuk baik itu dari perorangan, simpatisan, termasuk badan tertentu yang dialamatkan untuk urusan pilpres, seluruhnya tercatat dalam pembukuan.

"Jadi semua orang yang nyumbang itu tercatat resmi ya?" tanya hakim.

"Tercatat," jawab dia.

"Apakah itu perorangan, yang saya bilang tadi, simpatisan, atau dari badan hukum ya?," tanya hakim lagi.

"Resmi Yang Mulia," terang Sahroni.

 

SYL Didakwa Peras Anak Buah hingga Rp44,5 Miliar

Tujuh Saksi Dihadirkan JPU KPK pada Sidang Lanjutan SYL
Sebelumnya, JPU pada KPK mendakwa SYL melakukan pemerasan hingga Rp 44,5 miliar. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo didakwa telah melakukan pemerasan terhadap anak buahnya sebesar Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023 dan menerima suap sebanyak Rp40 miliar perihal gratifikasi jabatan.

"Terdakwa selaku Menteri Pertanian RI periode tahun 2019 sampai 2023 meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, yaitu dari anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementerian RI sejumlah total Rp44.546.079.044," tutur Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).

SYL disebut bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, melakukan tindak pidana tersebut.

Diketahui, Muhammad Hatta merupakan staf dan orang kepercayaan SYL saat menjabat Gubernur Sulawesi Selatan. Sementara Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan menggantikan Momon Rusmono yang dicopot SYL sebab dianggap tidak sejalan.

Sejak menjabat sebagai menteri, SYL ditengarai mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid selaku Staf Khusus, Kasdi, Hatta, dan Panji Harjanto selaku ajudan untuk melakukan pengumpulan uang patungan atau sharing dari para pejabat eselon I di Kementan RI. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarga.

 

Digunakan untuk Keperluan Keluarga hingga Partai

Tujuh Saksi Dihadirkan JPU KPK pada Sidang Lanjutan SYL
Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi Syahrul Yasin Limpo menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/5/2024). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Selain itu, SYL menyampaikan ada jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI.

"Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawahnya apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa tersebut, maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di-non job-kan oleh terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," jelas jaksa KPK.

Jaksa merinci uang puluhan miliar hasil dugaan rasuah itu digunakan antara lain untuk kepentingan istri dan keluarga SYL, kado undangan, Partai NasDem, acara keagamaan, sewa pesawat, bantuan bencana alam atau sembako, keperluan ke luar negeri, umrah, dan kurban.

Dalam perkara pemerasan ini, SYL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kemudian, SYL bersama Kasdi dan Hatta didakwa menerima gratifikasi yakni suap sebesar Rp40.647.444.494, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023. Dalam surat dakwaan, uraian mengenai delik gratifikasi tertulis sama dengan kasus dugaan pemerasan.

SYL bersama Kasdi dan Hatta pun tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK dalam waktu 30 hari kerja, sehingga dianggap sebagai bentuk penerimaan gratifikasi.

"Perbuatan terdakwa tersebut haruslah dianggap pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Menteri Pertanian RI Tahun 2019-2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 12C ayat 1 dan 2 UU Tipikor," jaksa menandaskan.

Atas perkara gratifikasi tersebut, SYL didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Infografis Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Terjerat Dugaan Korupsi. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Terjerat Dugaan Korupsi. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya