Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan memutuskan mengajukan banding setelah dinyatakan bersalah atas kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina Persero. Karen Agustiawan sebelumnya divonis sembilan tahun penjara.
"Tim advokat akan banding," ujar kuasa hukum Karen Agustiawan, Luhut MP Pangaribuan, Selasa (25/6/2024).
Menurut Luhut, putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim tidak memiliki hati. Sebab tidak ada keharusan bagi kliennya dijatuhi pidana penjara selama sembilan tahun.
Advertisement
"Karena ikut 'tertidur' hukum dan hati nurani dalam putusan itu. Tidak ada perbuatan dan conflict of interest dinyatakan salah dan melawan hukum. Negara tidak ada rugi dinyatakan ada kerugian negara. Ada perintah jabatan, tidak dibahas. Dan lain sebagainya," tegas dia.
Karen Agustiawan divonis 9 tahun penjara serta denda Rp500 juta terkait dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Pertamina pada periode 2011-2014.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Karen Agustiawan dengan pidana penjara selama 9 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim, Maryono dalam pembacaan amar putusannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin 24 Juni 2024.
Majelis hakim berkeyakinan Karen telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Pertimbangan hal yang memberatkan, Hakim berpendapat perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi. Lalu membuat negara rugi.
Sedangkan hal yang meringankannya, adalah eks Dirut Pertamina itu bersikap sopan, dan tidak memperoleh hasil pidana korupsi.
"Terdakwa memiliki tanggungan keluarga. Terdakwa mengabdikan diri ke Pertamina," ujar hakim.
Keluarga Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Emosi
Keluarga terdakwa Karen Agustiawan tidak kuasa menahan emosi setelah mendengar amar putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 9 tahun penjara dalam kasus korupsi pembelian LNG atau gas alam cair.
Luapan emosi itu terdengar setelah Karen menghampiri keluarganya yang juga turut hadir dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin 24 Juni 2024.
Mulanya, Karen menghampiri anak-anaknya yang sudah terlihat tidak kuasa menahan air mata atas putusan majelis hakim.
"Tasya, Nadia. Nadia, Lutfi jangan nangis. Nadia, Lutfi jangan nangis. Nadia, Lutfi jangan nangis. Jangan nangis ya, jangan nangis, please jangan nangis. Jangan nangis," ucap Karen Agustiawan usai sidang.
Mantan Dirut Pertamina itu langsung menghampiri anak-anaknya lalu memeluk seraya meminta mereka agar tetap tegar.
"Enggak usah nangis, enggak apa-apa," kata Karen.
Di saat yang bersamaan, suami Karen, Herman Agustiawan berteriak kepada Jaksa seraya meluapkan emosinya.
"Puas ya?" teriak Herman.
Advertisement
Tuntutan Jaksa Terhadap Karen Agustiawan
Sebelumnya, Karen Agustiawan dituntut pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar terkait dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Pertamina pada periode 2011-2014.
"Kami penuntut umum meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Karen Agustiawan dengan pidana penjara selama 11 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 30 Mei 2024, seperti dikutip dari Antara.
Jaksa menuntut agar Majelis Hakim menyatakan Karen telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Selain pidana utama, Wawan turut menuntut agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika Serikat (AS) subsider 2 tahun penjara.
Ia juga menuntut Majelis Hakim untuk menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan.
Kemudian, Jaksa KPK menuntut Majelis Hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) sebesar 113,83 juta dolar AS dan membebankan biaya perkara sebesar Rp7.500 kepada terdakwa.
Wawan mengungkapkan terdapat beberapa hal yang memberatkan tuntutan kepada Karen, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
"Sementara hal yang meringankan tuntutan, yakni terdakwa bersikap sopan di persidangan," kata Wawan.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com