Kemendikbud Hapus Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meniadakan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 18 Jul 2024, 11:30 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2024, 11:29 WIB
20170410-Siswa SMA Ikuti UNBK-Antonius
Suasana Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di SMAN 3 Jakarta, Senin (10/4). Sebanyak 57.659 siswa SMA dan Madrasah Aliyah (MA) di DKI Jakarta mengikuti UNBK yang dimulai hari ini hingga 13 April 2017. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meniadakan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan, peniadaan jurusan di tingkat SMA merupakan implementasi Kurikulum Merdeka, sehingga basis pengetahuan siswa lebih relevan untuk rencana studi lanjutan. Peniadaan jurusan di SMA, kata dia, sudah diterapkan secara bertahap sejak 2021.

"Pada tahun ajaran 2022, sudah sekitar 50% satuan pendidikan menerapkan Kurikulum Merdeka. Pada tahun ajaran 2024 saat ini, tingkat penerapan Kurikulum Merdeka sudah mencapai 90-95% untuk SD, SMP, dan SMA/SMK," kata Anindito dilansir dari Antara, Kamis (18/7/2024).

Pada kelas 11 dan 12 SMA, lanjutnya, murid yang sekolahnya menggunakan Kurikulum Merdeka dapat memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan, dan aspirasi studi lanjut atau karirnya.

Sebagai contoh, ia menyebutkan,seorang murid yang ingin berkuliah di program studi teknik bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran (mapel) matematika tingkat lanjut dan fisika, tanpa harus mengambil mata pelajaran biologi.

Sebaliknya, murid yang ingin berkuliah di kedokteran bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mapel biologi dan kimia, tanpa harus mengambil mapel matematika tingkat lanjut.

"Dengan demikian, murid bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi selanjutnya," ucap Anindito.

Menurutnya, persiapan yang lebih terfokus dan mendalam tersebut sulit dilakukan jika murid masih dikelompokkan ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.

Anindito menilai, ketika ada pembagian jurusan sebagian besar murid memilih jurusan IPA yang belum tentu berdasarkan refleksi tentang bakat, minat, dan rencana karirnya, melainkan karena jurusan IPA diberi privilise lebih dalam memilih program studi di perguruan tinggi.

"Dengan menghapus penjurusan di SMA, Kurikulum Merdeka mendorong murid untuk melakukan eksplorasi dan refleksi minat, bakat, dan aspirasi karir, serta memberi kesempatan untuk mengambil mata pelajaran pilihan secara lebih fleksibel sesuai rencana tersebut," tutur Anindito.

Selain itu, langkah tersebut juga diharapkan bisa menghapus diskriminasi terhadap murid jurusan non-IPA dalam seleksi nasional mahasiswa baru. Dengan Kurikulum Merdeka, semua murid lulusan SMA dan SMK dapat melamar ke semua prodi melalui jalur tes, tanpa dibatasi oleh jurusannya ketika SMA/SMK.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Diduga Mark Up Nilai Rapor, 51 Siswa SMPN Depok Dianulir Masuk SMA Negeri

SMP Negeri 19 Depok
Suasana aktivitas di SMP Negeri 19 Depok, Pancoran Mas, Depok. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)

Sebanyak 51 siswa dianulir menjadi pelajar SMA Negeri di Kota Depok, Jawa Barat. Hal itu lantaran diduga terjadi mark up atau penggelembungan nilai rapor saat penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang diketahui Dinas Pendidikan Jawa Barat atas temuan Ombudsman Republik Indonesia. 

Kepala SMPN 19 Kota Depok, Nenden Eveline Agustina mengakui bahwa sebanyak 51 siswa dari sekolahnya dianulir saat menjadi calon peserta didik (CPD) di sejumlah SMA Negeri Kota Depok. Namun Eveline enggan memberikan komentar lebih jauh terkait kejadian tersebut.

"Betul, untuk yang 51 siswa itu dianulir ya," ujar Eveline saat dikonfirmasi Liputan6.com, Selasa (16/7/2024).

Eveline enggan memberikan komentar terkait kronologi 51 siswa SMPN 19 Depok yang dianulir. Begitupun duduk perkara atas dugaan adanya penambahan nilai untuk memuluskan siswanya masuk ke SMA Negeri yang dituju.

"Kami sudah berproses ya dengan Kemendikbud Ristek, dengan Disdik Depok dan masih berproses sampai hari ini," jelas Eveline.

Eveline mengakui adanya penggelembungan nilai rapor yang dilakukan salah satu tenaga didik. Eveline tidak mengelak, tindakan tersebut merupakan sebuah kesalahan dan telah siap menerima konsekuensi yang akan diberikan Dinas Pendidikan Kota Depok.

"Dari proses yang kami jalani memang kami akui ada kesalahan dan kami juga sudah siap dengan konsekuensinya bersama Dinas Pendidikan," ucap Eveline.

Eveline enggan berkomentar lebih jauh terhadap temuan mark up nilai rapor. Menurutnya, temuan tersebut sudah disampaikan ke Dinas Pendidikan Kota Depok sebagai pemangku SMP Negeri di Kota Depok.

"Kami sudah sampaikan, sudah sampai ke Irjen (Inspektorat), sudah dijelaskan semuanya di sana, kami pun punya orang tua dinas pendidikan, jadi Dinas Pendidikan sudah mengetahui," ungkap Eveline.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya