Revisi UU Polri Dinilai Jadi Suatu Keharusan Demi Jawab Perkembangan Hukum

Guru Besar Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menyampaikan, Revisi Undang-Undang (UU) Polri adalah sebuah keharusan dan keniscayaan.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 25 Jul 2024, 15:36 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2024, 15:36 WIB
Ilustrasi Oknum Polisi
Ilustrasi polisi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menyampaikan, Revisi Undang-Undang (UU) Polri adalah sebuah keharusan dan keniscayaan. Pasalnya, perkembangan zaman mendorong pula adanya perubahan.

Revisi UU Polri merupakan sebuah keharusan, keniscayaan, mengingat sudah 20 tahun lebih dan sudah banyak perkembangan hukum, putusan MK, dinamika masyarakat, tantangan hukum, perkembangan informasi dan teknologi yang kemudian itu mendorong perlunya perubahan UU Polri,” tutur Suparji kepada wartawan, Kamis (25/7/2024).

Suparji menilai, saat ini permasalahan hukum telah berkembang pesat, mulai dari peretasan, penipuan dan perjudian online, hingga kasus-kasus hukum lainnya. Sebab itu, UU Polri harus melalui revisi dalam rangka menjawab tantangan dan perkembangan setiap masalah di masyarakat.

“Tidak bisa tidak, sehingga perlu sebuah keniscayaan, Polri yang mampu bekerja secara profesional, prosedural dan memiliki landasan hukum yang kuat. Itulah kemudian yang saya maknai sebagai sebuah keniscayaan,” jelas dia.

Selain terkait perkembangan permasalahan hukum, peran dan fungsi Polri dalam hal intelijen dan penyadapan juga mesti diperkuat. Suparji mengatakan, hal itu dimaksudkan sebagai penegasan tugas dan wewenang Polri terkait bidang intelijen, yakni untuk keamanan dalam negeri, bahan penegakan hukum, deteksi dan peringatan dini untuk pencegahan, termasuk penangkalan dan penanggulangan ancaman.

“Sementara terkait penyadapan, harus sesuai dengan UU lain yang terkait, yakni UU KPK dan UU Kejaksaan,” ungkapnya.

Potensi Gesekan

Namun begitu, Suparji mengakui adanya kekhawatiran Revisi UU Polri, yakni potensi gesekan antara kepolisian dengan lembaga lain terutama TNI dalam hal keamanan nasional.

“Soal makna keamanan nasional, yang pada dasarnya sebetulnya yang dituju dalam konteks revisi UU ini adalah keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk ancaman dari luar negeri, bahwa ancaman dari luar negeri tidak sebatas pertahanan negara, tetapi juga kemudian berbicara soal keamanan dan ketertiban masyarakat,” kata dia.

Namun begitu, dengan adanya revisi UU Polri maka akan terbangun sebuah sistem dan pola yang terintegrasi antara keamanan dan pertahanan negara.

“RUU TNI dan RUU Polri harapannya mampu mencegah ego sektoral itu. Bagaimana TNI-Polri membangun sebuah kolaborasi yang baik dalam konteks menjaga keamanan, ketertiban dan pertahanan negara,” ujarnya.

Perpaduan

Suparji meyakini, berbagai ancaman terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara akan semakin masif dan dinamis. Sangat disayangkan apabila masih ada ego sektoral dalam konteks keamanan dan pertahanan.

“Harapan saya, UU TNI yang juga sedang direvisi, dan UU Polri, mampu membangun irisan, mampu membangun sebuah perpaduan yang memang RUU Keamanan Nasional sebetulnya juga satu jawaban itu, tetapi kalau memang itu belum ada tanda-tanda konkret, maka momentum perubahan kedua UU ini dapat menjadi pintu masuk untuk membangun kolaborasi,” Suparji menandaskan.

 

Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya