Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin jalannya rapat terbatas atau ratas terkait rencana kerja pemerintah, nota keuangan, dan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) tahun 2025.
Kepala negara berpesan, agar RAPBN 2025 bisa fokus terhadap program-program prioritas. Artinya tidak semua hal dikerjakan, kecuali yang penting dan mendesak.
“Alangkah baiknya apabila dalam hal APBN 2025 ini kita fokus, tidak semuanya dikerjakan,” kata Jokowi di Kantor Presiden Jakarta, Senin (5/8/2024).
Advertisement
Meski Jokowi tidak merinci program apa saja yang harus difokuskan. Namun, satu hal yang menjadi atensinya adalah program kerja dari presiden terpilih 2024 yang harus diakomodasi seluruhnya.
“Saya ingin di dalam rencana rancangan APBN 2025 ini mengakomodasi semua program presiden terpilih,” minta presiden.
Jokowi mewanti, saat merancang APBN 2025 ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian seperti resiko perlambatan ekonomi dunia yang berkaitan dengan kebijakan suku bunga dan juga yang terkait memanasnya geopolitik. Menurut dia, kedua hal itu kemungkinan akan berimbas kepada krisis pangan, kenaikan harga minyak.
“Optimalkan langkah-langkah untuk peningkatan target penerimaan negara,” tegas Jokowi.
Selanjutnya, sambung presiden, soal kemudahan investasi juga harus menjadi atensi.
“Ada kemudahan untuk produk-produk yang berkaitan dengan eksport,” Jokowi menandasi.
Defisit APBN 2025 Disepakati 2,29-2,82% dari PDB
Defisit ditetapkan 2,29 persen-2,82 persen dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Hal itu telah disepakati Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), dan Bank Indonesia, serta Badan Anggaran (Banggar) DPR.
“Defisitnya sudah diputuskan 2,29 persen. Dan hitungan prediksi saya, untuk pemerintahan baru menjaga kesinambungan fiskal, hitungan saya (defisit) paling maksimal sekitar 2,4-2,5 persen,” ujar Ketua Banggar DPR Said Abdullah di Jakarta, Kamis, 4 Juli 2024, seperti dikutip dari Antara.
Untuk pendapatan negara, ia menambahkan, ditargetkan mencapai 12,30-12,36 persen dari PDB dengan proyeksi penerimaan negara sebesar Rp2.900-3.000 triliun.
Advertisement
Diputuskan Secara Hati Hati
Said Abdullah menuturkan, target tersebut diputuskan secara hati-hati dengan mempertimbangkan perkembangan kondisi global, termasuk geopolitik dan rantai pasok (supply chain), yang masih belum stabil, sehingga kondisi perekonomian nasional belum sepenuhnya pulih dari dampak perlambatan akibat pandemi.
"Itu kami memutuskan sudah dengan hati-hati sekali, tidak asal memutuskan, bahkan kalau effort (upaya) pemerintah bisa penerimaan negara itu 12,3 persen (dari PDB), itu sudah kan luar biasa," kata Said.
Said menuturkan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat menjadi sumber pendapatan negara yang yang lebih dapat diandalkan daripada pajak dan cukai. Selain itu, menurut dia, diperlukan reformasi perpajakan serta implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang efektif agar dapat mewujudkan target penerimaan tersebut.