Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Jakarta, Suparji Ahmad, mengingatkan Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) menangani peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani Maming berdasarkan alat bukti. Majelis Hakim MA juga diingatkan untuk independen.
"Hakim memutuskan suatu perkara berdasarkan alat bukti, bukan karena intervensi. Harus begitu," kata Suparji, Jumat (6/9).
Baca Juga
Suparji mengingatkan, Majelis Hakim MA berpotensi melanggar hukum apabila memutuskan PK yang diajukan oleh Mardani Maming berlandaskan intervensi atau cawe-cawe.
Advertisement
"Ya melanggar hukum (Majelis Hakim memutuskan dengan landasan intervensi)," papar Suparji.
Suparji menambahkan, keputusan MA juga akan menimbulkan ketidakadilan apabila memutuskan PK Mardani Maming dengan landasan intervensi.
"Menimbulkan ketidakadilan," pungkas Suparji.
Ajukan PK
Sebagai informasi, pengadilan tingkat pertama memvonis Mardani Maming bersalah dan harus menjalani kehidupan di bui selama 10 tahun serta denda Rp500 juta.
Mantan ketua Himpunan pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini, terbukti menerima suap atas penerbitan SK Pengalihan IUP OP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN).
Tak puas dengan putusan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Maming mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Majelis hakim yang dipimpin Gusrizal justru menambah hukuman penjara menjadi 12 tahun.
Tak terima, Maming mengajukan kasasi ke MA. Hakim Agung Suhadi didampingi Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Suharto, tegas menolak kasasi tersebut.
Namun ia belum menyerah, kini upaya hukum baru dilakukan dengan cara peninjauan kembali.
Sumber: Merdeka.com/Titin Supriatin
Advertisement