Sidang Kasus Timah, Saksi Ahli Sebut Kerugian Lingkungan di IUP Aktif Tak Bisa Dipidana

Dia menyebut, dalam aturan hukum pertambangan dijelaskan bahwa pelanggaran dalam perkara semestinya masuk dalam ranah administrasi.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 21 Nov 2024, 13:56 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2024, 13:53 WIB
PT Timah rupanya bukan lagi menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut diungkapkan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah.
PT Timah rupanya bukan lagi menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut diungkapkan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat melanjutkan sidang kasus korupsi komoditas timah dengan terdakwa Helena Lim dan kawan-kawan, yang menghadirkan saksi ahli Guru Besar Pertambangan Universitas Hasanudin Abrar Saleng pada Rabu, 20 November 2024.

Kepada majelis hakim, dia mengatakan bahwa kerugian lingkungan tidak akan bisa dikenakan pidana bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masih aktif.

“Meskipun terjadi illegal mining?,” tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

“Jangan ngomong-ngomong illegal mining Bu. Kalau illegal mining kita ditangkap polisi Bu. Karena Ibu bilang ini kerugian negara, jadinya kita di sini, kalau illegal mining itu urusan polisi,” jawab Abrar.

Dia menyebut, dalam aturan hukum pertambangan dijelaskan bahwa pelanggaran dalam perkara semestinya masuk dalam ranah administrasi. JPU pun dinilainya tidak memahami secara utuh perihal tersebut.

Dari situ, pelanggaran pidana seharusnya ditegakkan kepada perusahaan yang mengelola tambang ilegal, bukan yang memiliki izin. Upaya penegakkan hukumnya pun menjadi ranah kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kementerian ESDM.

Sementara, kata Abrar, aktivitas penambangan di Kepulauan Bangka Belitung bukanlah kegiatan ilegal, lantaran memiliki IUP yang masih aktif.

“Jika sebuah perusahaan pertambangan memiliki Izin Usaha Penambangan, maka setiap pelanggaran yang dilakukan masuk dalam sanksi administrasi dan bukan pidana,” jelasnya.

Dia mengatakan, BUMN dalam hal ini PT Timah dapat melakukan kerjasama dengan mitra jasa pertambangan yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, dan didasari dengan perjanjian kerjasama. Adapun dasar hukum tersebut diatur dalam Pasal 124 ayat (3) UU Minerba juncto Pasal 137 ayat (3) PP Nomor 96 Tahun 2021.

Abrar menilai, telah terjadi kekeliruan mendasar dalam memahami kepemilikan atas cadangan mineral di lahan IUP PT Timah yang belum dikelola pemiliknya. Akibatnya terjadi tuduhan illegal mining dan tindak pidana korupsi.

“Cadangan mineral bukan aset pemegang IUP, melainkan asset yang dikuasai oleh negara. Sehingga semua bahan galian tambang sebelum pembayaran iuran produksi masih menjadi hak penguasaan negara terlebih lagi bila aset tersebut belum diusahakan,” ungkapnya.

 

 

Bukan Subjek Hukum

Lebih lanjut, dia menilai para pihak yang menjadi terdakwa bukanlah subjek hukum terkait tindak pidana pertambangan. Adapun tindak pidana pertambangan diatur dalam Pasal 158 UU Minerba, yang lingkupnya adalah menambang tanpa IUP, tidak sesuai tahapan IUP, menambang di luar wilayah IUP, menambang di lahan koridor, tidak menyampaikan hasil produski, tidak membayar iuran, menambang dalam kawasan hutan tanpa IPPKH, tidak melakukan reklamasi, dan menampung/mengolah/memurnikan produksi tambang dari illegal mining.

“Terhadap illegal mining Pasal 149 dan Pasal 150 UU Minerba menegaskan bahwa penyelidikan dan penyidikan terhadap illegal mining hanya dilakukan oleh polisi dan PPNS,” Abrar menandaskan.

Infografis

Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya