Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR, R. M. Nasir Djamil, mengusulkan pembentukan Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum Impor Ilegal untuk menangani masalah maraknya impor ilegal yang kian meresahkan.
“Jika ini (pembentukan panja) berhasil, kita tidak hanya menyelamatkan pendapatan negara, tetapi juga mengembalikan kepercayaan publik pada hukum,” ujar Nasir dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta, Minggu.
Advertisement
Nasir menyebut usulan ini sejalan dengan instruksi Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo, yang meminta jajarannya menindak tegas pelaku impor ilegal. Menurut Nasir, jika persoalan ini dibiarkan tanpa solusi, negara akan menghadapi kerugian ekonomi yang bisa mencapai ribuan triliun rupiah.
Advertisement
Ia juga menekankan bahwa impor ilegal menciptakan ketidakadilan dalam iklim bisnis nasional. Oleh sebab itu, Nasir dengan tegas mengusulkan agar Komisi III DPR RI segera membentuk Panja Penegakan Hukum Impor Ilegal.
“Pertanyaannya, bagaimana barang ilegal bisa begitu mudah masuk tanpa deteksi? Ini kan ilegal berarti tertutup, (ini berarti) tanpa pajak, tanpa izin, dan melibatkan oknum-oknum tertentu. Ini harus dihentikan,” katanya. dilansir dari Antara.
Integritas Aparat
Nasir menambahkan, jika integritas aparat penegak hukum ditegakkan, jaringan ilegal yang selama ini beroperasi bisa diungkap dan diproses secara hukum.
Ia berharap pembentukan panja dapat menjadi langkah strategis untuk memetakan dan menghentikan praktik impor ilegal tersebut.
Baginya, penyelesaian isu impor ilegal mencerminkan tantangan besar dalam penegakan hukum di Indonesia. Masalah ini, menurutnya, membutuhkan solusi yang lebih dari sekadar langkah jangka pendek.
Advertisement
Perbaiki Indeks Persepsi Korupsi
Nasir optimistis, jika panja ini dibentuk dan dijalankan secara konsisten, Indonesia berpeluang memperbaiki indeks persepsi korupsi, memperkuat integritas institusi, dan menciptakan keadilan ekonomi.
Namun, tanpa langkah konkret, ia memperingatkan bahwa semua ini hanya akan menjadi harapan kosong yang tidak menghasilkan perubahan berarti.
“Momentum ini harus menjadi pijakan untuk reformasi serius. Jika tidak, publik akan semakin kehilangan kepercayaan pada hukum,” pungkasnya.