Sosiolog UI Sebut Lukisan Yos Suprapto Tak Melanggar Etika dan Masih Relevan

Galeri Nasional Indonesia (GNI) yang telah menunda Pameran Tunggal Yos Suprapto menjadi polemik. Pasalnya, ada sejumlah lukisan diminta untuk diturunkan alias tak boleh dipamerkan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 22 Des 2024, 20:24 WIB
Diterbitkan 22 Des 2024, 20:24 WIB
Fadli Zon Bantah Ada Pembredelan di Pembatalan Pameran Yos Suprapto: Kami Tidak Ingin Membatasi Kebebasan Berekspresi
Yos Suprapto di depan pintu ruang pamer utama Galeri Nasional yang terkunci. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta Galeri Nasional Indonesia (GNI) yang telah menunda Pameran Tunggal Yos Suprapto menjadi polemik. Pasalnya, ada sejumlah lukisan diminta untuk diturunkan alias tak boleh dipamerkan.

Terkait hal ini, Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tomagola mengkritik sikap GNI ini. Pasalnya, lukisan Yos Suprapto tersebut tak melanggar etika dan masih sesuai dengan isu soal pangan.

Adapun ini disampaikan Thamrin dalam diskusi bertajuk ‘Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan’ di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/12/2024).

"Kalau saya lihat lukisan-lukisan yang ada, yang dibuat oleh Yos Suprapto itu, itu mengarahnya memang mempersoalkan etika negara yang paling mendasar, dan yang terutama mempersoalkan Jokowi, sehingga terjadi hal-hal yang seperti itu. Jadi, bahwa ada lukisan yang mengkritik praktik kekuasaan dari Yos, saya kira betul sekali, memang itu yang terjadi. Itu harus dikritik," kata dia.

Menurut Thamrin, masalah kelemahan pangan yang saat ini terjadi karena praktik kekuasaan dan hal itu digugat oleh Yos.

"Kita tahu semua, apalagi dengan tema tanah, kebangkitan tanah untuk ketahanan pangan, kita tahu semua bahwa sebenarnya ketahanan pangan di republik ini tidak atau sukar untuk ditegakkan, karena lemahnya komitmen dari pemerintah. Lemahnya komitmen dari pemerintah itu bisa terlihat dari maraknya impor barang-barang dari luar. Impor beras, impor gula, impor macam-macam yang sebenarnya kita punya," jelas dia.

"Dan itu impor semua. Jadi, sehingga kedaulatan untuk ditegakkan tidak ada. Karena tidak ada komitmen politik dari pemerintah," kata Thamrin.

 

Fenomena Kekuasaan

Thamrin mengatakan Yos melihat fenomena bahwa ketahanan, kedaulatan pangan ini yang berurusan dalam kekuasaan negara tidak akan mungkin ditegakkan karena masalah negara sendiri.

Dia juga mengkritisi penilaian kurator yang katanya ada dua lukisan yang sebenarnya lebih pantas disebut makian.

Adapun, dalam diskusi ini, hadir sebagai narasumber lainnya, yakni anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Kritikus Seni Bambang Budjono.

Sebelumnya, terkait dengan penundaan, dalam keterangan tertulisnya, Yos Suprapto mengungkapkan pengunjung yang hadir di pembukaan pada 19 Desember 2024 malam dilarang melihat pameran yang telah dipersiapkan sejak setahun terakhir. Pintu pameran dikunci.

Ia juga menjelaskan bahwa kurator yang ditunjuk Galeri Nasional, Suwarno Wisetrotomo, meminta lima di antara 30 lukisan diturunkan. Tapi, Yos menolak. "Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan," kata Yos.

Menurutnya, lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia. "Saya rasa itu ekspresi kurator yang takut secara berlebihan," kata Eros Djarot, yang membuka acara. 

Para pengunjung yang sudah siap untuk menikmati lukisan karya Yos Suprapto akhirnya kecewa. Pihak Galeri Nasional mengunci ruang pameran. Pintu utama dikunci dan lampu digelapkan.

"Ini adalah pembredelan pameran seni rupa pertama di era Prabowo Subianto," ujar Oscar Motulloh, fotografer professional yang juga pengamat seni dalam keterangannya. 

Sensor Karya Yos Suprapto Bisa Jadi Preseden Buruk Pemerintah

Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyoroti peristiwa penutupan pameran lukisan seniman senior asal Yogyakarta, Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia yang dianggap sebagai bentuk ‘pemberedelan’. Ia meminta Pemerintah untuk tidak mengintervensi karya seni.

“Mestinya negara bisa memberi ruang pada masyarakat atau pelaku seni dan kepada kurator untuk bisa berdiskusi secara kritis dengan publik. Jadi jangan malah alergi dan intervensi," kata Bonnie dalam keterangannya, Sabtu (21/12/2024).

Seperti diketahui, Galeri Nasional Indonesia membatalkan pameran tunggal Yos Suprapto, bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” di Gedung A Galeri Nasional beberapa menit sebelum pembukaan pada Kamis malam, 19 Desember 2024.

Di hari pembukaan pameran, pintu kaca digembok dan lampu dimatikan. Padahal pameran yang telah dipersiapkan sejak tahun lalu tersebut rencananya akan berlangsung mulai 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025.

Bonnie telah datang ke Galeri Nasional (Galnas) yang berada di Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024), untuk mendampingi pelukis Yos Suprapto dalam rangka memfasilitasi persoalan ini antara pihak seniman dan Pemerintah. Ia datang guna menjalankan tugasnya di Komisi X DPR RI yang salah satu ruang lingkup kerjanya terkait urusan seni dan kebudayaan.

Politikus PDIP itu mengkritik pembatalan pameran lukisan Yos oleh Galeri Nasional yang merupakan gedung institusi milik Pemerintah di bawah Kementerian Kebudayaan.

“Negara harus menjamin kebebasan berekspresi seniman. Sensor karya yang terjadi dalam pameran ini bisa jadi preseden buruk dalam pemerintahan Prabowo Subianto,” kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya