[VIDEO] Barometer: Tiket Komuter dan Wajah Transportasi Kita

Di tengah belantara Jakarta yang selalu diwarnai kemacetan lalu lintas, kereta menjadi moda transportasi massal yang sangat diandalkan.

oleh Liputan6 diperbarui 06 Jul 2013, 18:20 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2013, 18:20 WIB
barometer-krl130706c.jpg
Di tengah belantara Jakarta yang selalu diwarnai kemacetan lalu lintas, kereta menjadi moda transportasi massal yang sangat diandalkan banyak orang. Selain murah, kereta sangat efektif untuk menghindari kemacetan di ibukota, terutama dari arah kota-kota satelit seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

Beralih menggunakan kereta komuter, kini seakan menjadi tren bagi sebagian warga di Jabodetabek. Ini setidaknya bisa tergambar di Stasiun Depok Baru, Jawa Barat.

Dalam sepekan terakhir, jumlah mobil dan sepeda motor yang parkir di area stasiun meningkat sekitar 20 persen. Ini akibat banyaknya warga yang memilih beralih menggunakan komuter. Untuk parkir di stasiun, mobil dikenakan tarif maksimal Rp 6 ribu per hari, dan sepeda motor Rp 3 ribu per hari.

Peningkatan jumlah penumpang kereta komuter, seiring dengan pembenahan yang dilakukan PT KAI, antara lain pemberlakuan sistem tiket elektronik, dan tarif progresif. Namun rupanya, tak mudah menerapkan konsep baru ini.

Seperti terlihat pada hari pertama pemberlakuan tiket elektronik dan tarif progresif. Antrean panjang di Stasiun Bogor, Jawa Barat, nyaris tak terkendali. Banyak penumpang yang terlantar dan tidak tahu harus berbuat apa, setelah antre berjam-jam untuk mendapatkan tiket.

Antrean Panjang

Terbatasnya loket pembelian tiket membuat antrean panjang hingga ke jalan raya. Banyak calon penumpang yang akhirnya memutuskan pulang dan tidak bekerja. Sebagian memutuskan beralih ke moda transportasi lain.

Selain itu, masih banyak penumpang yang kebingungan menggunakan tiket elektronik. Tentu dibutuhkan waktu bagi masyarakat untuk membiasakan sistem baru ini.

Parahnya, baru sepekan diberlakukan, perangkat tiket elektronik di sejumlah stasiun malah rusak. Seperti terlihat pada Kamis 4 Juli lalu, perangkat tiket elektronik di Stasiun Tanah Abang rusak. Petugas loket terpaksa memberikan tiket kertas seharga Rp 3 ribu. Sementara antrean penumpang mengular hingga tangga lantai bawah.

Ketika negara tetangga bergerak menuju sistem transportasi modern, Indonesia masih sibuk dengan pengenalan sistem elektronik. Stasiun kereta juga masih belum terintegrasi dengan moda tranportasi massal lain. Ada apa sebenarnya dengan kebijakan transportasi di ibukota? (Mut)

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya