5 Faktor Konvensi Capres Demokrat Tak Menarik Versi Lima

Rencana pelaksanaan penjaringan calon presiden dari partai berlambang segitiga mercy itu masih menuai berbagai kritik.

oleh Riski Adam diperbarui 13 Agu 2013, 17:06 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2013, 17:06 WIB
konvensi-demokrat-130729b.jpg
Meski Komite Konvensi Partai Demokrat baru saja terbentuk sebanyak 17 orang yang dipimpin oleh mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni, tetapi rencana pelaksanaan penjaringan calon presiden dari partai berlambang segitiga mercy itu masih menuai berbagai kritik. Salah satunya dari Lingkar Madani (Lima) Indonesia.

Ray Rangkuti, selaku Direktur Eksekutif Lima menjelaskan bahwa ada 5 faktor yang membuat pagelaran konvensi tersebut menjadi tidak menarik dan bahkan dianggap jauh dari harapan publik. Pertama bahwa konvensi sudah terlebih dahlulu dikunci dengan ketetapan harus berpatokan kepada AD/ART Partai Demokrat.

"Itu artinya apa dan bagaimanapun pelaksanaan konvensi, ia harus berpatokan kepada Pasal 13 ayat 5 AD/ART yang menyatakan bahwa kewenangan menetapkan calon presiden Partai Demokrat tetap berada di tangan Ketua Majlis Tinggi Partai Demokrat yang dalam hal ini sekaligus sebagai Ketua Umum Partai yakni SBY," kata Ray dalam keterangannya kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (13/8/2013).

Selain itu, yang kedua, menurut Ray akibat ketentuan dalam AD/ART Partai Demokrat tak diubah, maka mudah ditebak bahwa proses konvensi hanya sekedar pernak-pernik untuk terlihat ada upaya demokratis dalam memilih capres.

"Dalam bahasa lain konvensi ini hanya bunga-bunga partai untuk terlihat seperti partai yang pro pada demokrasi. Padahal dengan tetap tidak menghapus ketentuan Pasal 15 ayat 3 AD/ART dan faktanya ketua umum dan ketua majlis tinggi adalah orang yang sama, sudah lebih dari cukup memberi isyarat bahwa pencapaian subtansi demokrasinya sangat lemah," jelasnya.

Sedangkan yang ketiga, lanjut Ray, ketentuan pendaftaran yang semi terbuka merupakan faktor yang membuat nilai konvensi ini kurang menarik. Menurut Ray, pesertanya hanya bersifat undangan memberi sinyal kompetisi setengah hati. Terlebih, syarat-syarat pencalonan tak memberi gambaran yang memungkinkan orang-orang terjauh dari partai dapat masuk dalam kategori diundang.

"Undangan itu sendiri sudah menyiratkan adanya kompetisi yang terdegradasi. Dalam banyak praktik pembatasan hanya dikenal dengan dalam atau terbuka. Artinya, konvensi tertutup sekedar melibatkan kader dan terbuka melibatkan partisipasi dari nonkader," tuturnya.

Yang ke empat, sambungnya, metode penetapan capres hasil konvensi melalui hasil survei juga menjadikan spirit konvensi menjadi semata ajang pertaruhan popularitas dan citra. Lantaran, menurutnya cara ini akan menggiring para kandidat capres untuk berlomba-lomba mempopulerkan diri. Dan Hal ini dapat mengaburkan tujuan pencarian kandidat capres dengan visi Indonesia yang maju, bersih dan sejahtera.

"Jika akhirnya metode penetapan kandidat capres melalui hasil survei pada hakekatnya tak perlu dilakukan konvensi. Sebab, secara alami dan berjalan apa adanya, banyak tokoh yang mendapat apresiasi dan penilaian layak di mata masyarakat saat ini," terangnya.

Sedangkan yang kelima, sejauh ini Partai Demokrat belum berani mengungkapkan kisaran dana yang mereka butuhkan untuk pelaksanaan konvensi, dan dari mana dana tersebut didapatkan. Jelas dana yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Dan seluruh operasional pelaksanaan konvensi ini, sebagaimana dinyatakan elite Partai Demokrat, sepenuhnya ditanggung oleh Partai Demokrat.

"Justru hal itu adalah penting untuk diungkapkan kepada masyarakat, sebab selain karena hal ini merupakan bagian dari kewajiban transparansi, juga karena partai Demokrat sendiri saat ini didera isu tentang penggunaan dana ilegal dalam kongres partai mereka sebelumnya," ucap Ray.

"Jika pada akhirnya Partai Demokrat tetap diam tentang berapa besar dana yang dikeluarkan untuk konvensi dan dari mana saja dana tersebut didapatkan maka konvensi ini kehilangan kesempatan untuk mengabdi pada tujuan-tujuan subtansial Demokrasi. Tentu sangat disayangkan, teronbosan mulia ini justru lemah dalam subtansinya," pungkas Ray. (Tnt/Mut)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya