Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan buronan korupsi BLBI Sudjiono Timan berbuntut panjang. Majelis hakim yang melepaskan bos PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia itu dari dakwaan korupsi pun dilaporkan ke Komisi Yudisial.
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menilai permohonan PK yang dilakukan istri Sudjiono sudah menyalahi prosedur dan cacat hukum karena bertentangan dengan KUHAP.
"Pada saat proses itu salah, artinya jika MA mengabulkan permohonan itu sepertinya sudah tidak agung lagi," kata anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain di Gedung KY, Jakarta, Jumat (30/8/2013).
Bahrain melanjutkan, KPP melihat ada yang janggal proses pengajuan sampai pada putusan PK itu. KPP menduga, majelis hakim PK telah melanggar kode etik.
"Terdapat sejumlah pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan majelis hakim PK dan hakim PN Jakarta Selatan," ujar dia.
Apalagi, kata Bahrain, jika melihat status Sudjiono sebagai terpidana telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). "Tentunya kita tahu posisi terpidana di mana kemudian diputus, itu menjadi masalah," ujarnya.
Lebih lanjut Bahrain mengatakan, masalah ini tentu juga bisa menjadi preseden buruk bagi hakim-hakim lain. Khususnya bagi mereka yang di daerah. "Karena sekarang mereka (hakim daerah) sedang semangat memberantas korupsi," kata dia.
Untuk itu, lanjut Bahrain, KPP merekomendasikan, agar KY segera memanggil dan memeriksa majelis PK Sudjiono dan hakim PN Jakarta Selatan. KY juga perlu memeriksa saksi-saksi yang relevan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim ini.
Tak hanya itu, KPP juga merekomendasikan, agar KY berkoordinasi dengan KPK untuk menelusuri lebih lanjut adanya dugaan suap dalam proses penanganan PK Sudjiono tersebut.
Dalam laporan ke KY ini, KPP melaporkan Ketua Majelis PK Hakim Agung Suhadi, dengan Anggota Majelis PK Hakim Agung Andi Samsan Nganro, Hakim Ad Hoc Tipikor Abdul Latief, dan Hakim Ad Hoc Sofyan Marthabaya. Sedangkan hakim PN Jakarta Selatan yang dilaporkan adalah Soehartono. (Ary)
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menilai permohonan PK yang dilakukan istri Sudjiono sudah menyalahi prosedur dan cacat hukum karena bertentangan dengan KUHAP.
"Pada saat proses itu salah, artinya jika MA mengabulkan permohonan itu sepertinya sudah tidak agung lagi," kata anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain di Gedung KY, Jakarta, Jumat (30/8/2013).
Bahrain melanjutkan, KPP melihat ada yang janggal proses pengajuan sampai pada putusan PK itu. KPP menduga, majelis hakim PK telah melanggar kode etik.
"Terdapat sejumlah pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan majelis hakim PK dan hakim PN Jakarta Selatan," ujar dia.
Apalagi, kata Bahrain, jika melihat status Sudjiono sebagai terpidana telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). "Tentunya kita tahu posisi terpidana di mana kemudian diputus, itu menjadi masalah," ujarnya.
Lebih lanjut Bahrain mengatakan, masalah ini tentu juga bisa menjadi preseden buruk bagi hakim-hakim lain. Khususnya bagi mereka yang di daerah. "Karena sekarang mereka (hakim daerah) sedang semangat memberantas korupsi," kata dia.
Untuk itu, lanjut Bahrain, KPP merekomendasikan, agar KY segera memanggil dan memeriksa majelis PK Sudjiono dan hakim PN Jakarta Selatan. KY juga perlu memeriksa saksi-saksi yang relevan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim ini.
Tak hanya itu, KPP juga merekomendasikan, agar KY berkoordinasi dengan KPK untuk menelusuri lebih lanjut adanya dugaan suap dalam proses penanganan PK Sudjiono tersebut.
Dalam laporan ke KY ini, KPP melaporkan Ketua Majelis PK Hakim Agung Suhadi, dengan Anggota Majelis PK Hakim Agung Andi Samsan Nganro, Hakim Ad Hoc Tipikor Abdul Latief, dan Hakim Ad Hoc Sofyan Marthabaya. Sedangkan hakim PN Jakarta Selatan yang dilaporkan adalah Soehartono. (Ary)