Liputan6.com, Jakarta Data The Global Cancer Observatory (Globocan) 2022 mencatat bahwa kanker payudara merupakan jenis kanker paling banyak ditemukan di Indonesia, dengan lebih dari 66 ribu kasus per tahun. Mirisnya, kanker payudara menjadi penyebab kematian lebih dari 22 ribu wanita Indonesia tiap tahunnya.Â
Meski telah banyak opsi terapi yang tersedia, lebih dari 70% pasien datang dalam kondisi lanjut (stadium III-IV), membuat opsi pengobatan menjadi lebih terbatas dan memperkecil kemungkinan sembuh sepenuhnya.Â
Advertisement
Baca Juga
Pada acara Together We Thrive: Oncologist & Patient in Conversation yang diselenggarakan oleh Siloam MRCCC Hospital bersama Roche Indonesia, para penyintas dan pasien kanker payudara dipertemukan dengan Dokter Subspesialias Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam membahas kanker payudara.
Advertisement
DR. dr. Andhika Rahman, Sp.PD-KHOM, Dokter Subspesialis Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam di MRCCC Siloam Hospitals menjelaskan pentingnya deteksi dini dan diagnosis yang tepat sebagai langkah awal penanganan kanker payudara yang efektif.Â
Menurut dia, ada 3 hal yang bisa dilakukan untuk mendeteksi kanker payudara sedari dini, yaitu dengan melakukan SADARI (pemeriksaan payudara sendiri), SADANIS (pemeriksaan payudara klinis), dan skrining MAMOGRAFI bagi perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun.
"Diagnosis yang akurat adalah fondasi dari semua pengobatan kanker. Biopsi mampu memberikan gambaran lengkap tentang jenis dan sifat kanker. Ini sangat krusial untuk menentukan terapi yang paling tepat bagi pasien," ungkap dia saat ditemui di Jakarta pada Selasa (22/04/2025).Â
Â
Pentingnya tindakan biopsi
Tindakan biopsi dilakukan untuk mengambil sampel jaringan, kemudian dianalisis melalui pemeriksaan patologi anatomi untuk mengetahui jenis kanker payudara yang akan memengaruhi perilaku kanker, seberapa cepat kanker payudara tumbuh, serta memperkirakan perjalanan penyakit.Â
"Kemudian dari situ setelah tahu kanker payudara dan jenisnya, bisa diketahui pengobatannya apakah hanya perlu hormonal dan radiasi saja kah, atau dioperasi. Setelahnya, apakah dilanjutkan dengan kemoterapi, radiasi, atau bagaimana?" tambah dia.
Sementara itu, dr. Ralph Girson Gunarsa, Sp.PD-KHOM, Dokter Subspesialis Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam di MRCCC Siloam Hospitals yang mengulas perkembangan terapi modern, menjelaskan bahwa terapi kanker kini jauh lebih personal dan minimal invasif.
"Misalnya, metode subkutan yang memungkinkan pasien mendapatkan obat secara efisien, dengan waktu lebih singkat, dan tingkat kenyamanan yang lebih tinggi dibanding infus intravena," tuturnya.
Â
Advertisement
Kisah anggota Komunitas Samudera Kasih
Di acara itu pula, peserta dapat mendengar cerita dari anggota Komunitas Samudera Kasih yang terdiri dari para penyintas dan pasien kanker payudara Siloam MRCCC. Mereka berbagi tentang bagaimana mereka hidup dengan kanker, mulai dari vonis dokter hingga keberanian memilih pengobatan yang memberi harapan baru.
"Kami ingin pasien tahu, bahwa kanker tidak harus berarti kehilangan segalanya. Dengan informasi yang tepat dan dukungan yang kuat, kami bisa melanjutkan hidup tetap dengan penuh makna," pungkas salah satu pendiri komunitas.
Â
