Sidang lanjutan terdakwa Andro Supriyanto alias Andro dan Nurdin Prianto alias Benges, 2 pengamen yang duduk dikursi pesakitan lantaran terbelit kasus dugaan pengeroyokan dan pembunuhan terhadap korban bernama Dicky Maulana (20) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis kemarin.
Tim Advokasi 2 pengamen dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Johanes Gea mengatakan sidang beragendakan eksepsi terdakwa atau tanggapan dari tim pengacara dan terdakwa menjadi momentum mengerikan bagi si pengamen miskin yang dijadikan pesakitan. Dua pengamen itu sah dijadikan terpidana dalam dakwan Jaksa Penuntut Umum dengan ancaman Pidana 15 Tahun atas dugaan pembunuhan yang tidak dilakukannya.
"Sidang hari ini, para terdakwa melalui kuasa hukumnya akan menyampaikan bantahan atau keberatannya terhadap surat dakwaan JPU. Penasehat hukum akan menyampaikan bantahannya berdasarkan hasil penelusuran terhadap bukti-bukti yang mengungkap kebenaran yang sebenarnya," kata Johanes kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (25/9/2013).
Johanes menjelaskan, pada intinya berdasarkan alat bukti yang dimiliki oleh Penasehat Hukum, diyakini bahwa polisi telah salah menangkap pelaku sebenarnya dan jaksa pun telah keliru memaksakan dakwaannya. Polisi hanya memiliki bukti berupa pengakuan-pengakuan yang dibuat oleh para terdakwa dan teman-temanya (kasus dipisah), tanpa menemukan adanya bercak darah, ataupun melakukan pemeriksaan dengan menggunakan ilmu forensik.
"Bagaimanakah cara polisi mendapatkan pengakuan dari para terdakwa? sesungguhnya yang menjadi 'pemeriksa' dalam proses interogasi adalah alat sengatan listrik, pukulan demi pukulan, jambakan demi jambakan yang merupakan bagian dari penyiksaan. 'Pemeriksa' tersebut membuat para terdakwa terpaksa mengakui bahwa mereka adalah pelaku sebenarnya," pungkas Johannes.
Kasus pengeroyokan dan pembunuhan terhadap korban Dicky Maulana (20) terjadi di bawah jembatan Cipulir, Ciledug Raya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu 30 Juni 2013 silam. Dalam kasus ini, 6 terdakwa yang terdiri dari 2 pria dewasa dan 4 bocah di bawah umur diciduk Sub Direktorat Jatanras Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Keenam pelaku yang diketahui sebagai 'anak punk' itu masing-masing berinisial NP alias BS (23), AS alias A (18), BF alias P (17), FP alias F (16), APS alias UC (14), dan FP alias F (13). Mereka semua juga berprofesi sebagai pengamen.
Diduga 6 orang tersebut menghabisi nyawa Dicky dengan sebilah golok, sebuah papan kayu berukuran 35 cm, dan sebuah pisau lipat. (Tnt)
Tim Advokasi 2 pengamen dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Johanes Gea mengatakan sidang beragendakan eksepsi terdakwa atau tanggapan dari tim pengacara dan terdakwa menjadi momentum mengerikan bagi si pengamen miskin yang dijadikan pesakitan. Dua pengamen itu sah dijadikan terpidana dalam dakwan Jaksa Penuntut Umum dengan ancaman Pidana 15 Tahun atas dugaan pembunuhan yang tidak dilakukannya.
"Sidang hari ini, para terdakwa melalui kuasa hukumnya akan menyampaikan bantahan atau keberatannya terhadap surat dakwaan JPU. Penasehat hukum akan menyampaikan bantahannya berdasarkan hasil penelusuran terhadap bukti-bukti yang mengungkap kebenaran yang sebenarnya," kata Johanes kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (25/9/2013).
Johanes menjelaskan, pada intinya berdasarkan alat bukti yang dimiliki oleh Penasehat Hukum, diyakini bahwa polisi telah salah menangkap pelaku sebenarnya dan jaksa pun telah keliru memaksakan dakwaannya. Polisi hanya memiliki bukti berupa pengakuan-pengakuan yang dibuat oleh para terdakwa dan teman-temanya (kasus dipisah), tanpa menemukan adanya bercak darah, ataupun melakukan pemeriksaan dengan menggunakan ilmu forensik.
"Bagaimanakah cara polisi mendapatkan pengakuan dari para terdakwa? sesungguhnya yang menjadi 'pemeriksa' dalam proses interogasi adalah alat sengatan listrik, pukulan demi pukulan, jambakan demi jambakan yang merupakan bagian dari penyiksaan. 'Pemeriksa' tersebut membuat para terdakwa terpaksa mengakui bahwa mereka adalah pelaku sebenarnya," pungkas Johannes.
Kasus pengeroyokan dan pembunuhan terhadap korban Dicky Maulana (20) terjadi di bawah jembatan Cipulir, Ciledug Raya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Minggu 30 Juni 2013 silam. Dalam kasus ini, 6 terdakwa yang terdiri dari 2 pria dewasa dan 4 bocah di bawah umur diciduk Sub Direktorat Jatanras Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Keenam pelaku yang diketahui sebagai 'anak punk' itu masing-masing berinisial NP alias BS (23), AS alias A (18), BF alias P (17), FP alias F (16), APS alias UC (14), dan FP alias F (13). Mereka semua juga berprofesi sebagai pengamen.
Diduga 6 orang tersebut menghabisi nyawa Dicky dengan sebilah golok, sebuah papan kayu berukuran 35 cm, dan sebuah pisau lipat. (Tnt)