Mantan Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Gede Pasek Suardika geram mendengar pernyataan Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshari Saleh terkait dugaan adanya anggota DPR Fraksi Partai Demokrat menyuap Komisioner KY. Dugaan suap ini terkait proses seleksi calon hakim agung 2012 lalu.
Pasek menilai, pernyataan Imam di saat meledaknya pemberitaan `transaksi toilet` antara Bendahara Umum Partai Kebangkitan Bangsa Bachrudin Nasori kepada calon hakim agung dari Pengadilan Tinggi Pontianak, Sudrajad Dimyati, hanya untuk menutupi kasus tersebut.
Karena, kata Pasek, setelah ditelusuri ternyata Imam pernah menjadi bagian PKB. Ia pernah menjadi anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa periode 2004-2009. Karena itu, Pasek menjelaskan, pernyataan Imam hanya untuk mengalihkan isu pemberitaan 'transaksi toilet' tersebut.
"Setelah kita lacak, Pak Imam pernah jadi politisi juga kan. Bisa juga dia mengalihkan isu PKB di toilet kan. Kan dia dulu dari PKB, tidak terpilih, ngelamar di KY. Dibantu teman-teman dan jadi. Lalu ketika ada masalah melibatkan orang PKB, dia malah nembak Demokrat," ujar Pasek di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2013).
"Nah, sekarang dipanggil BK gak bisa dijelasin, ya bertanggung jawablah. Jadi komisioner kok begitu?" sambungnya.
Lebih lanjut Pasek mengatakan, sikap Imam yang main asal sebut di media massa terkait dugaan adanya anggota DPR melakukan suap kepada Komisioner KY tetapi tidak memiliki bukti sangat tidak baik. Karena itu, Pasek menilai pernyataan Imam sangat bermuatan politis dan justru telah menebar fitnah.
"Nama-nama yang disebutkan, nggak bisa dibuktikan. Dia menuduh aja, nggak bisa buktikan. Kejadiannya dulu kenapa bilang sekarang. Muatan politiknya jelas. Kemudian menyebutkan Partai Demokrat, fraksi yang lain gak disebutkan. Ini kan sudah jelas ada muatan politik," paparnya.
Pasek menambahkan, jika tak cukup bukti, mestinya tidak asal menuduh pihak lain. "Dia kan orang hukum, KY itu kan lembaga hukum. Kalau gak ada bukti jangan nuduh-nuduh orang dong," tandas Pasek. (Rmn/Yus)
Pasek menilai, pernyataan Imam di saat meledaknya pemberitaan `transaksi toilet` antara Bendahara Umum Partai Kebangkitan Bangsa Bachrudin Nasori kepada calon hakim agung dari Pengadilan Tinggi Pontianak, Sudrajad Dimyati, hanya untuk menutupi kasus tersebut.
Karena, kata Pasek, setelah ditelusuri ternyata Imam pernah menjadi bagian PKB. Ia pernah menjadi anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa periode 2004-2009. Karena itu, Pasek menjelaskan, pernyataan Imam hanya untuk mengalihkan isu pemberitaan 'transaksi toilet' tersebut.
"Setelah kita lacak, Pak Imam pernah jadi politisi juga kan. Bisa juga dia mengalihkan isu PKB di toilet kan. Kan dia dulu dari PKB, tidak terpilih, ngelamar di KY. Dibantu teman-teman dan jadi. Lalu ketika ada masalah melibatkan orang PKB, dia malah nembak Demokrat," ujar Pasek di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2013).
"Nah, sekarang dipanggil BK gak bisa dijelasin, ya bertanggung jawablah. Jadi komisioner kok begitu?" sambungnya.
Lebih lanjut Pasek mengatakan, sikap Imam yang main asal sebut di media massa terkait dugaan adanya anggota DPR melakukan suap kepada Komisioner KY tetapi tidak memiliki bukti sangat tidak baik. Karena itu, Pasek menilai pernyataan Imam sangat bermuatan politis dan justru telah menebar fitnah.
"Nama-nama yang disebutkan, nggak bisa dibuktikan. Dia menuduh aja, nggak bisa buktikan. Kejadiannya dulu kenapa bilang sekarang. Muatan politiknya jelas. Kemudian menyebutkan Partai Demokrat, fraksi yang lain gak disebutkan. Ini kan sudah jelas ada muatan politik," paparnya.
Pasek menambahkan, jika tak cukup bukti, mestinya tidak asal menuduh pihak lain. "Dia kan orang hukum, KY itu kan lembaga hukum. Kalau gak ada bukti jangan nuduh-nuduh orang dong," tandas Pasek. (Rmn/Yus)