Pemerintah diminta jangan sampai lepas tangan dalam kasus persidangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Belu, NTT, Wilfrida Soik yang terancam hukuman mati di Malaysia. Pemerintah Indonesia dan Malaysia dinilai lalai.
Anggota Komisi III DPR lainnya Eva Kusuma Sundari berharap Wilfrida bebas dari segala ancaman hukuman, dan pemerintah Indonesia bisa meyakinkan Pemerintah Malaysia. Hal ini karena Wilfrida merupakan korban perdagangan manusia karena saat dikirim oleh agen tenaga kerja, usianya masih di bawah umur.
"Wilfrida ini korban, dia kan dikirim saat moratorium dan usia anak-anak. Nah itu yang dipertanyakan kok bisa lolos, kita harus sharing kesalahan," kata Eva di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2013).
Politisi PDIP ini menilai Indonesia dan Malaysia lalai. Karena, ada agen Indonesia dan Malaysia yang berperan dalam kedatanagn Wilfrida ke Malaysia di saat moratorium. Apalagi yang usianya masih di bawah umur. "Dia victim, karena itu kan dia jadi nggak bisa handle stress. Anak ini harus dibebaskan," ujar Eva.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III lainnya, Bambang Soesatyo. Bambang berharap putusan sidang di Malaysia menggunakan rasa keadilan untuk tersangka.
Bambang mengatakan, seharusnya pemerintah melakukan lobi-lobi secara mendalam dan tidak lepas tangan, sejak kasus ini muncul. Lobi-lobi dilakukan agar hukuman Wilfrida bisa dikurangi.
Bambang pun mengapresiasi langkah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto yang peduli nasib para TKI di Malaysia. "Kita dengar juga Prabowo pantau langsung, kita apresiasi, pun beda partai dan capres, yang penting beliau peduli TKI," ujar Bambang.
Dalam sidang di pengadilan Kota Bharu, Kelantan, Senin 30 September waktu setempat, Wilfrida Soik bisa bernafas lega. Vonis hukuman matinya, ditunda hingga bulan depan. Kuasa hukum Wilfrida yang ditunjuk Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, yakni Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah yang didampingi asistennya Tania Scivetti meyakinkan hakim untuk menunda vonis mati Wilfrida. Persidangan dimintanya mendengarkan kembali keterangan saksi-saksi. (Mvi/Ism)
Anggota Komisi III DPR lainnya Eva Kusuma Sundari berharap Wilfrida bebas dari segala ancaman hukuman, dan pemerintah Indonesia bisa meyakinkan Pemerintah Malaysia. Hal ini karena Wilfrida merupakan korban perdagangan manusia karena saat dikirim oleh agen tenaga kerja, usianya masih di bawah umur.
"Wilfrida ini korban, dia kan dikirim saat moratorium dan usia anak-anak. Nah itu yang dipertanyakan kok bisa lolos, kita harus sharing kesalahan," kata Eva di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2013).
Politisi PDIP ini menilai Indonesia dan Malaysia lalai. Karena, ada agen Indonesia dan Malaysia yang berperan dalam kedatanagn Wilfrida ke Malaysia di saat moratorium. Apalagi yang usianya masih di bawah umur. "Dia victim, karena itu kan dia jadi nggak bisa handle stress. Anak ini harus dibebaskan," ujar Eva.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III lainnya, Bambang Soesatyo. Bambang berharap putusan sidang di Malaysia menggunakan rasa keadilan untuk tersangka.
Bambang mengatakan, seharusnya pemerintah melakukan lobi-lobi secara mendalam dan tidak lepas tangan, sejak kasus ini muncul. Lobi-lobi dilakukan agar hukuman Wilfrida bisa dikurangi.
Bambang pun mengapresiasi langkah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto yang peduli nasib para TKI di Malaysia. "Kita dengar juga Prabowo pantau langsung, kita apresiasi, pun beda partai dan capres, yang penting beliau peduli TKI," ujar Bambang.
Dalam sidang di pengadilan Kota Bharu, Kelantan, Senin 30 September waktu setempat, Wilfrida Soik bisa bernafas lega. Vonis hukuman matinya, ditunda hingga bulan depan. Kuasa hukum Wilfrida yang ditunjuk Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto, yakni Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah yang didampingi asistennya Tania Scivetti meyakinkan hakim untuk menunda vonis mati Wilfrida. Persidangan dimintanya mendengarkan kembali keterangan saksi-saksi. (Mvi/Ism)