Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, dengan menguji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), lembaga yang diketuai Hamdan Zoelva itu telah merusak sistem ketatanegaraan.
"Saya sedari awal sudah mengingatkan bahwa MK tidak berwenang menguji Perppu. Akibatnya akan mengacaukan sistem ketatanegaraan," kata Yusril dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Mantan Menteri Sekretaris Negara ini berpendapat, sudah seharusnya MK menjaga dan menegakkan konstitusi. Bukan mengacaukannya.
"Dengan menguji Perppu, MK bukannya menjaga agar konstitusi ditegakkan dalam menjalankan aktivitas negara, malah mengacaukannya," sebut Ketua Umum Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) ini.
Yusril menilai, negara kian rusak kalau lembaga-lembaga negara jika dipegang oleh orang-orang yang tidak profesional. Karena tidak begitu paham dengan bidang kerjanya.
"Negara akan tambah rusak kalau ditangani para amatiran yang sesungguhnya kurang paham atas segala dampak dan akibat dari suatu tindakan di bidang ketatanegaraan," tulisnya.
Kekacauan sistem kenegaraan ini, menurut dia, disebabkan jika MK mengeluarkan beberapa putusan. Jika MK memutus menolak seluruh permohonan dengan alasan permohonan tidak beralasan hukum, maka tak ada masalah bagi DPR. DPR leluasa saja untuk meneruskan pembahasannya dan memutuskan akan menerima atau menolak Perppu tersebut.
Namun sebaliknya, lanjut dia, jika MK menyatakan mengabulkan seluruh permohonan Pemohon dengan amar yang berbunyi 'menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan agar putusan dimuat dalam Berita Negara', maka ada problematika konstitusional yang dihadapi oleh DPR.
Seandainya MK mengabulkan pengujian hanya 1 atau 2 pasal dalam Perppu dan menyatakannya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai akibat hukum, jelas Yusril, putusan seperti itu pun membawa problema kepada DPR. Karena berarti DPR hanya membahas pasal-pasal dalam Perppu yang dinyatakan MK tidak bertentangan dengan UUD 1945.
"Sementara kewenangan DPR yang diberikan oleh UUD 1945 adalah menerima atau menolak Perppu tanpa kewenangan ajukan usul amandemen," ujar mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini.
Yusril menyarankan agar DPR jalan terus membahas Perppu itu. Sebab kalau MK memutus sebagian pasal Perppu bertentangan dengan UUD 1945, DPR tetap berwenang untuk menerima atau menolak Perppu tersebut.
"Kewenangan DPR yang eksplisit diberikan oleh UUD 45 tidak bisa dibatasi oleh putusan MK. Walaupun MK anggap dirinya sebagai penafsir tunggal UUD, tapi harus disadari, yang namanya tafsir tidaklah akan lebih tinggi daripada teks yang ditafsirkan," pungkas Yusril.
MK saat ini sedang menangani 6 permohonan uji materi Perppu 1/2013 tentang MK. Uji materi tersebut dilayangkan oleh beberapa advokat yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Perppu itu. (Mvi/Sss)
"Saya sedari awal sudah mengingatkan bahwa MK tidak berwenang menguji Perppu. Akibatnya akan mengacaukan sistem ketatanegaraan," kata Yusril dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Mantan Menteri Sekretaris Negara ini berpendapat, sudah seharusnya MK menjaga dan menegakkan konstitusi. Bukan mengacaukannya.
"Dengan menguji Perppu, MK bukannya menjaga agar konstitusi ditegakkan dalam menjalankan aktivitas negara, malah mengacaukannya," sebut Ketua Umum Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) ini.
Yusril menilai, negara kian rusak kalau lembaga-lembaga negara jika dipegang oleh orang-orang yang tidak profesional. Karena tidak begitu paham dengan bidang kerjanya.
"Negara akan tambah rusak kalau ditangani para amatiran yang sesungguhnya kurang paham atas segala dampak dan akibat dari suatu tindakan di bidang ketatanegaraan," tulisnya.
Kekacauan sistem kenegaraan ini, menurut dia, disebabkan jika MK mengeluarkan beberapa putusan. Jika MK memutus menolak seluruh permohonan dengan alasan permohonan tidak beralasan hukum, maka tak ada masalah bagi DPR. DPR leluasa saja untuk meneruskan pembahasannya dan memutuskan akan menerima atau menolak Perppu tersebut.
Namun sebaliknya, lanjut dia, jika MK menyatakan mengabulkan seluruh permohonan Pemohon dengan amar yang berbunyi 'menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan agar putusan dimuat dalam Berita Negara', maka ada problematika konstitusional yang dihadapi oleh DPR.
Seandainya MK mengabulkan pengujian hanya 1 atau 2 pasal dalam Perppu dan menyatakannya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai akibat hukum, jelas Yusril, putusan seperti itu pun membawa problema kepada DPR. Karena berarti DPR hanya membahas pasal-pasal dalam Perppu yang dinyatakan MK tidak bertentangan dengan UUD 1945.
"Sementara kewenangan DPR yang diberikan oleh UUD 1945 adalah menerima atau menolak Perppu tanpa kewenangan ajukan usul amandemen," ujar mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini.
Yusril menyarankan agar DPR jalan terus membahas Perppu itu. Sebab kalau MK memutus sebagian pasal Perppu bertentangan dengan UUD 1945, DPR tetap berwenang untuk menerima atau menolak Perppu tersebut.
"Kewenangan DPR yang eksplisit diberikan oleh UUD 45 tidak bisa dibatasi oleh putusan MK. Walaupun MK anggap dirinya sebagai penafsir tunggal UUD, tapi harus disadari, yang namanya tafsir tidaklah akan lebih tinggi daripada teks yang ditafsirkan," pungkas Yusril.
MK saat ini sedang menangani 6 permohonan uji materi Perppu 1/2013 tentang MK. Uji materi tersebut dilayangkan oleh beberapa advokat yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Perppu itu. (Mvi/Sss)