Pengamat Nilai Jawab Tantangan Masa Depan Kebudayaan Indonesia, Peran Kelembagaan Jadi Kunci

Guru Besar Filologi di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurahman mengatakan, kelembagaan seperti Kementerian Kebudayaan sangat penting untuk memperkuat fungsi kebudayaan secara substansial.

oleh Tim News diperbarui 04 Apr 2024, 06:31 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2024, 14:32 WIB
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendukung penuh ajang pencarian bakat Ksatria Tari Indonesia (KTI) yang diprakarsai oleh Yayasan Swargaloka.

Liputan6.com, Jakarta - Peran krusial ekosistem kebudayaan yang komprehensif kian menjadi pusat perhatian yang mendalam dalam menghadapi era globalisasi. Akan tetapi, meski diakui sebagai identitas bangsa, kebudayaan di Indonesia masih menghadapi tantangan.

Rupanya sebelumnya, telah muncul wacana pembentukkan Kementerian Kebudayaan untuk mewujudkan visi kebudayaan oleh presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto yang disampaikan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Sujono Djojohadikusumo pada Dialog Kebangsaan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hal ini juga dirasa perlu oleh Guru Besar Filologi di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurahman.

Oman mengatakan, kelembagaan seperti Kementerian Kebudayaan sangat penting untuk memperkuat fungsi kebudayaan secara substansial. Dia menjelaskan ekosistem kebudayaan Indonesia harus mencakup tiga aspek utama. Pertama, kata Oman, konstitusional yakni kebudayaan diamanatkan oleh Undang-Undang.

"Kedua, sosiokultural yakni kebudayaan memiliki keberagaman baik dari segi bahasa maupun etnis dan ketiga, fungsional yang berfokus pada peran dan fokus dari kebudayaan dalam berbagai bidang," ujar Oman melalui keterangan tertulis, Rabu (3/4/2024).

Menurutnya, pembentukan pembentukan Kementerian Kebudayaan akan memperkuat aspek fungsional dari kebudayaan di Indonesia.

"Kebudayaan itu jelas peran dan fungsinya dalam bermasyarakat amat sangat luas, bahkan termasuk fungsinya itu sebagai sarana diplomasi internasional, sebagaimana amanat konstitusi," ucap dia.

"Mungkin kita sudah melakukannya di Dirjen (Direktorat Jenderal) Kebudayaan, tapi saya kira (secara kelembagaan) belum cukup, terutama kalau melihat amanat konstitusi yang memisahkan secara tersendiri kata kebudayaan itu di antara diksi-diksi yang lain, misalnya diksi agama, diksi sosial, diksi olahraga, misalnya, itu (seharusnya) sudah jadi kementerian tersendiri. Kebudayaan itu dalam konstitusi kita juga sebetulnya disebut secara mandiri, tetapi sudah 78 tahun kita merdeka, sampai sekarang kita belum punya Kementerian Kebudayaan tersendiri," sambung Oman.

 

Pentingnya Sosok Pemimpin dengan Pemahaman Mendalam

Pertunjukan Teater Dionysus Perpaduan Tiga Bahasa dan Budaya
Japan Foundation bersama dengan Bumi Purnati Indonesia, dan Suzuki Company of Toga menampilkan Dionysus, adaptasi dari mitologi Yunani kuno, The Bacchae.

Oman menjelaskan, Kementerian Kebudayaan akan menjadi wadah bagi berbagai pemangku kepentingan, tidak hanya budayawan, tetapi juga agamawan, seniman, dan akademisi untuk mengaktualisasikan substansi kebudayaan secara menyeluruh.

"Ini akan menciptakan ruang bagi pengembangan budaya sebagai identitas nasional yang kuat dan berkelanjutan tidak hanya dari segi pendidikan atau pariwisata, dua sektor yang pernah dilekatkan dengan kebudayaan," terang dia.

Kemudian, terkait sosok yang cocok dalam memimpin Kementerian Kebudayaan, menurut Oman, diperlukan pemimpin yang memiliki pemahaman mendalam tentang lanskap kebudayaan global sangat diperlukan.

"Secara umum, yang bisa mengelola Kementerian Kebudayaan adalah yang secara konstitusional memahami betul pentingnya kebudayaan dalam konteks persatuan dan kesatuan nasional. Kemudian ia juga harus paham betul modal secara sosiokultural kebudayaan kita yang amat sangat luas," ucap Oman.

Dia menekankan pemimpin yang dipilih harus mampu memahami kompleksitas kebudayaan Indonesia dan memiliki visi jelas dalam mengelola serta memajukan kebudayaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.

"Jangan sampai pemimpinnya nanti hanya menggeluti satu aspek dari kebudayaan sehingga tidak mampu menaungi kebudayaan lain seperti tradisi lisan, ada adat istiadat, ada ritus, ada pengetahuan tradisional, ada teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, serta olahraga tradisional. Jadi saya kira mereka yang memahami lanskap kebudayaan secara global ini yang harus diberi kepercayaan untuk memimpin," papar Oman.

 

Sosok yang Dinilai Layak

Mendikbudristek RI Nadiem Makarim dalam diskusi 'Kultur Wawas bersama Hilmar Farid bertajuk Menjawab Tantangan Masa Depan Kebudayaan Indonesia'.
Mendikbudristek RI Nadiem Makarim dalam diskusi 'Kultur Wawas bersama Hilmar Farid bertajuk Menjawab Tantangan Masa Depan Kebudayaan Indonesia'. (Ist)

Menurut Oman, salah satu figur yang sempat diwacanakan layak mengisi posisi pemimpin adalah Hilmar Farid. Hilmar Farid saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan.

"Prestasi yang telah ia raih selama sembilan tahun masa jabatannya menunjukkan komitmen dan dedikasi yang kuat terhadap pelestarian dan pengembangan kebudayaan Indonesia," kata dia.

Omar menyebut, salah satu pencapaian utama Hilmar adalah repatriasi artifak-artifak penting dari Belanda. Melalui upayanya, berbagai koleksi seni dan pusaka berharga Indonesia berhasil dikembalikan ke tanah air, seperti koleksi seni Bali Pita Maha, Patung Singasari, pusaka kerajaan Lombok, dan keris Puputan Klungkung.

"Selain itu, kepemimpinan Hilmar juga turut mendorong penetapan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, sebuah langkah penting yang menegaskan peran pemerintah sebagai fasilitator dalam mendukung perkembangan kebudayaan," jelas Omar.

Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO
Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya