Liputan6.com, Jakarta - Peran krusial ekosistem kebudayaan yang komprehensif kian menjadi pusat perhatian yang mendalam dalam menghadapi era globalisasi. Akan tetapi, meski diakui sebagai identitas bangsa, kebudayaan di Indonesia masih menghadapi tantangan.
Rupanya sebelumnya, telah muncul wacana pembentukkan Kementerian Kebudayaan untuk mewujudkan visi kebudayaan oleh presiden terpilih Indonesia Prabowo Subianto yang disampaikan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Sujono Djojohadikusumo pada Dialog Kebangsaan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.
Baca Juga
Hal ini juga dirasa perlu oleh Guru Besar Filologi di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurahman.
Advertisement
Oman mengatakan, kelembagaan seperti Kementerian Kebudayaan sangat penting untuk memperkuat fungsi kebudayaan secara substansial. Dia menjelaskan ekosistem kebudayaan Indonesia harus mencakup tiga aspek utama. Pertama, kata Oman, konstitusional yakni kebudayaan diamanatkan oleh Undang-Undang.
"Kedua, sosiokultural yakni kebudayaan memiliki keberagaman baik dari segi bahasa maupun etnis dan ketiga, fungsional yang berfokus pada peran dan fokus dari kebudayaan dalam berbagai bidang," ujar Oman melalui keterangan tertulis, Rabu (3/4/2024).
Menurutnya, pembentukan pembentukan Kementerian Kebudayaan akan memperkuat aspek fungsional dari kebudayaan di Indonesia.
"Kebudayaan itu jelas peran dan fungsinya dalam bermasyarakat amat sangat luas, bahkan termasuk fungsinya itu sebagai sarana diplomasi internasional, sebagaimana amanat konstitusi," ucap dia.
"Mungkin kita sudah melakukannya di Dirjen (Direktorat Jenderal) Kebudayaan, tapi saya kira (secara kelembagaan) belum cukup, terutama kalau melihat amanat konstitusi yang memisahkan secara tersendiri kata kebudayaan itu di antara diksi-diksi yang lain, misalnya diksi agama, diksi sosial, diksi olahraga, misalnya, itu (seharusnya) sudah jadi kementerian tersendiri. Kebudayaan itu dalam konstitusi kita juga sebetulnya disebut secara mandiri, tetapi sudah 78 tahun kita merdeka, sampai sekarang kita belum punya Kementerian Kebudayaan tersendiri," sambung Oman.
Â
Pentingnya Sosok Pemimpin dengan Pemahaman Mendalam
Oman menjelaskan, Kementerian Kebudayaan akan menjadi wadah bagi berbagai pemangku kepentingan, tidak hanya budayawan, tetapi juga agamawan, seniman, dan akademisi untuk mengaktualisasikan substansi kebudayaan secara menyeluruh.
"Ini akan menciptakan ruang bagi pengembangan budaya sebagai identitas nasional yang kuat dan berkelanjutan tidak hanya dari segi pendidikan atau pariwisata, dua sektor yang pernah dilekatkan dengan kebudayaan," terang dia.
Kemudian, terkait sosok yang cocok dalam memimpin Kementerian Kebudayaan, menurut Oman, diperlukan pemimpin yang memiliki pemahaman mendalam tentang lanskap kebudayaan global sangat diperlukan.
"Secara umum, yang bisa mengelola Kementerian Kebudayaan adalah yang secara konstitusional memahami betul pentingnya kebudayaan dalam konteks persatuan dan kesatuan nasional. Kemudian ia juga harus paham betul modal secara sosiokultural kebudayaan kita yang amat sangat luas," ucap Oman.
Dia menekankan pemimpin yang dipilih harus mampu memahami kompleksitas kebudayaan Indonesia dan memiliki visi jelas dalam mengelola serta memajukan kebudayaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.
"Jangan sampai pemimpinnya nanti hanya menggeluti satu aspek dari kebudayaan sehingga tidak mampu menaungi kebudayaan lain seperti tradisi lisan, ada adat istiadat, ada ritus, ada pengetahuan tradisional, ada teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, serta olahraga tradisional. Jadi saya kira mereka yang memahami lanskap kebudayaan secara global ini yang harus diberi kepercayaan untuk memimpin," papar Oman.
Â
Advertisement
Sosok yang Dinilai Layak
Menurut Oman, salah satu figur yang sempat diwacanakan layak mengisi posisi pemimpin adalah Hilmar Farid. Hilmar Farid saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan.
"Prestasi yang telah ia raih selama sembilan tahun masa jabatannya menunjukkan komitmen dan dedikasi yang kuat terhadap pelestarian dan pengembangan kebudayaan Indonesia," kata dia.
Omar menyebut, salah satu pencapaian utama Hilmar adalah repatriasi artifak-artifak penting dari Belanda. Melalui upayanya, berbagai koleksi seni dan pusaka berharga Indonesia berhasil dikembalikan ke tanah air, seperti koleksi seni Bali Pita Maha, Patung Singasari, pusaka kerajaan Lombok, dan keris Puputan Klungkung.
"Selain itu, kepemimpinan Hilmar juga turut mendorong penetapan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, sebuah langkah penting yang menegaskan peran pemerintah sebagai fasilitator dalam mendukung perkembangan kebudayaan," jelas Omar.