Setara: SBY Gagal Atasi Pelanggaran Kebebasan Beragama

Presiden juga seakan melempar tanggung jawab kepada masyarakat dalam menjalankan peran membangun harmoni kehidupan beragama.

oleh Liputan6 diperbarui 16 Jan 2014, 21:03 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2014, 21:03 WIB
sby-140115b.jpg
Setara Institut menuding Presiden Susilo Bambang Yudhoyono gagal mengatasi pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indonesia. SBY dinilai malah melempar tanggung jawab penyelesaian masalah kebebasan beragama, setidaknya dalam 2 hal.

Pertama, mengenai dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri. Dalam Inpres tersebut, SBY memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk melakukan koordinasi untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan akibat konflik. Termasuk konflik akibat perbedaan keyakinan.

"Kepala negara, SBY, seharusnya bertanggung jawab. Di sini presiden berupaya keras untuk melempar tanggung jawab kepada pemerintah daerah. Urusan agama bukan desentralisasi," ujar Halali, peneliti SETARA Institute, dalam Jumpa Pers yang bertema 'Stagnasi Paripurna' di Jakarta Pusat, Kamis (16/1/2014).

Tidak hanya itu, SBY juga seakan melempar tanggung jawab kepada masyarakat dalam menjalankan peran membangun harmoni kehidupan beragama.

Halili menambahkan, seolah ada upaya pencitraan yang membuat seakan-akan pemerintah peduli dan berhasil membangun suasana kerukunan antar umat beragama. Pencitraan itu seperti upaya untuk mengalihkan atau menutupi kegagalannya.

"Stagnasi ini sempurna dan berkonotasi negatif karena kasus-kasus yang diatasi berkepanjangan. Ini catatan buruk bagi akhir kepemimpinan SBY," tutup Halali.

Berdasarkan Laporan Pemantauan Setara Institute, terdapat 117 kasus tindakan negara yang melibatkan para penyelenggara negara sebagai aktor pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indonesia. Tindakan negara tersebut meliputi tindakan langsung (by commission), tindakan pembiaran (by omission), dan pembuatan peraturan diskriminatif (by rule/judiciary). (Tya/Eks)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya