Endriartono Sutarto, mantan Panglima TNI yang mengikuti Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat optimistis bisa memenangkan pertempuran. Dia yakin, konvensi yang dikuti 11 orang ini berjalan dengan adil.
Dalam kunjungannya ke kantor redaksi Liputan6.com di SCTV Tower, Endriartono membeberkan keyakinannya pada konvensi calon presiden Partai Demokrat. Selain itu, dia juga memberikan pandangannya tentang isu militer Tanah Air seperti penolakan Singapura terhadap Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang diberi nama Usman Harun, hingga Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista).
Berikut wawancara khusus Liputan6.com dengan Endriartono yang ditulis pada Rabu (12/2/2014).
Pencapresan
Survei pencapresan internal Partai Demokrat, menunjukkan suara Anda tidak terlalu signifikan. Dalam survei kemarin, Dahlan Iskan dan Pramono Edhie menempati urutan pertama dan kedua. Apa tanggapan Anda?
Saya menyadari karena saya terakhir Panglima TNI itu 2006. Sementara setelah itu saya tidak banyak berkiprah yang masyarakat bisa mengenal secara luas. Sementara kita tahu, beliau di sana (Dahlan Iskan) raja media pemilik media dalam jumlah yang sangat besar, Pak Edi (Pramono Edhie Wibowo) baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai KSAD tahun lalu. Kalau masyarakat masih mengenal kedua beliau ini suatu hal yang wajar.
Itu merupakan tantangan buat saya sendiri untuk kemudian bagaimana caranya saya untuk dikenal kembali oleh masyarakat. Dan yang paling penting adalah masyarakat tahu apa gagasan yang saya miliki, track record yang saya miliki. Biarkan kemudian, masyarakat menentukan pilihannya berdasarkan pengetahuan mereka. Tetapi saya mengejar agar masyarakat bisa kembali mengenal saya.
Persiapan menghadapi survei terakhir bulan Maret?
Kalau survei internal ya saya harus banyak bersosialisasi dengan anggota yang di DPD maupun di pusat ya. Agar mereka tahu dengan diri saya. Kalau itu internal partai.
Tapi saya sejauh ini masih melihat bahwa banyak orang bertanya, Apakah saya yakin mengikuti konvensi ini? Kalau saya tidak yakin, saya tidak akan mengikuti. Sampai hari ini saya masih meyakini bahwa konvensi ini berjalan secara fair
Sampai saat ini, seberapa yakin untuk memenangkan konvensi capres Partai Demokrat?
Ya harus. Kalau saya nggak optimis ya, saya ngapain lagi buang waktu untuk ikut konvensi ini. Saya punya keyakinan, saya bisa memenangkan konvensi ini. Karena, saya paham persolan yang terjadi di masyarakat dan bersama teman-teman kita bisa merumuskan apa kira-kira terbaik yang bisa kita lakukan untuk bisa menyelesaikan permasalahan itu. Dan itu yang kita jual.
Apa tagline dari keikutsertaan capres Demokrat ini?
Tagline saya berfikir besar bertindak benar. Mengapa saya pakai ini? Negara ini negara yang besar, maka untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dan supaya kita terus bergerak maju, pemimpin itu harus berfikir besar.
Tetapi dalam mewujudkan apa yang berfikir besar itu, dia harus bertindak secara benar. Tidak boleh asal bertindak untuk mencapai apa yang difikirkan, dan dia merasa punya kekuasaan lalu bertindak sewenang-wenang. Oleh karena itu, tagline saya berfikir besar bertindak benar.
Kemungkinan terburuk kalah, Anda mau apa?
Ya mau apalagi, terima saja. Karena itu sudah keputusan yang dilakukan secara fair, maka tidak ada alternatif lain itu yang kita terima.
Target berikutnya?
Selama belum ikut konvensi, saya juga pernah di banyak kegiatan sosial ya. Sampai hari ini saya masih sebagai Pembina Pencinta Alam Wanadri, lalu masih di Gerakan Indonesia Mengajar, anggota Wali Majelis Amanat UI, Ketua Umum Seven Summit. Menurut saya, banyak hal yang bisa dilakukan, yang paling penting adalah adakah hal-hal yang bisa dilakukan dan itu bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Ada isu anak emas 'kandidat capres konvensi Partai Demokrat', tanggapan Anda?
Saya hanya mengatakan begini, selama saya masih ikut dalam konvensi maka saya percaya, konvensi masih berjalan secara fair. Tapi kalau ada indikasi bahwa anak emas atau tidak anak emas, maka saya tidak punya lagi keyakinan untuk bisa diperlakukan secara fair, ya saya tidak bisa melanjutkan. Selama saya masih melanjutkan, saya masih melihat itu hanya isu untuk sesuatu yang real.
Bagaimana dengan fenomena Jokowi menurut Anda?
Saya hanya melihat begini, memang fenomena Jokowi adalah fenomena yang berbeda dari pemimpin yang sebelumnya dilihat oleh masyarakat. Tidak jaim, turun langsung kepada masyarakat untuk tahu permasalahannya. Sekarang tinggal , sesungguhnya itu tidak cukup untuk seorang pemimpin, tapi juga memiliki gagasan bagaimana menyelesaikan permasalahan yang ada.
Bahwa blusukan itu adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh pemimpin, iya, untuk memahami betul apa permasalahan sesungguhnya yang dihadapi oleh masyarakat. Tapi lalu tidak sekadar sampai tahu permasalahannya apa, tetapi juga harus tahu solusinya. Bagaimana solusi ini yang sampai hari ini belum diperlihatkan oleh Pak Jokowi.
Yang saya ingin imbau dari media adalah, secara berlebihan meng-cover satu orang saja. Masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk tahu orang lain sementara di era sekarang mencerdaskan kehidupan bangsa itu ujung tombaknya ada pada media. Media harus bisa meng-cover atau memberitakan orang lain dengan gagasan yang ada, sehingga nanti masyarakat punya pilihan yang banyak dan mereka memilih atas dasar pengetahuan dan bukan dasar sekedar setiap hari melihat. Tetapi, tahu orang ini punya gagasan yang kira-kira bisa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi olehnya. Jadi, pilihan itu adalah pilihan yang cerdas karena pemahaman dia dengan calon-calon yang ada.
Menurut saya, media harus berperan besar disana. Karena sekarang memang eranya media dan kita punya kewajiban bersama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, termasuk dalamnya masyarakat untuk memilih siapa pemimpinnya dengan kecerdasan akibat dari apa yang dilakukan oleh media dan sebagainya.
Dalam kunjungannya ke kantor redaksi Liputan6.com di SCTV Tower, Endriartono membeberkan keyakinannya pada konvensi calon presiden Partai Demokrat. Selain itu, dia juga memberikan pandangannya tentang isu militer Tanah Air seperti penolakan Singapura terhadap Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang diberi nama Usman Harun, hingga Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista).
Berikut wawancara khusus Liputan6.com dengan Endriartono yang ditulis pada Rabu (12/2/2014).
Pencapresan
Survei pencapresan internal Partai Demokrat, menunjukkan suara Anda tidak terlalu signifikan. Dalam survei kemarin, Dahlan Iskan dan Pramono Edhie menempati urutan pertama dan kedua. Apa tanggapan Anda?
Saya menyadari karena saya terakhir Panglima TNI itu 2006. Sementara setelah itu saya tidak banyak berkiprah yang masyarakat bisa mengenal secara luas. Sementara kita tahu, beliau di sana (Dahlan Iskan) raja media pemilik media dalam jumlah yang sangat besar, Pak Edi (Pramono Edhie Wibowo) baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai KSAD tahun lalu. Kalau masyarakat masih mengenal kedua beliau ini suatu hal yang wajar.
Itu merupakan tantangan buat saya sendiri untuk kemudian bagaimana caranya saya untuk dikenal kembali oleh masyarakat. Dan yang paling penting adalah masyarakat tahu apa gagasan yang saya miliki, track record yang saya miliki. Biarkan kemudian, masyarakat menentukan pilihannya berdasarkan pengetahuan mereka. Tetapi saya mengejar agar masyarakat bisa kembali mengenal saya.
Persiapan menghadapi survei terakhir bulan Maret?
Kalau survei internal ya saya harus banyak bersosialisasi dengan anggota yang di DPD maupun di pusat ya. Agar mereka tahu dengan diri saya. Kalau itu internal partai.
Tapi saya sejauh ini masih melihat bahwa banyak orang bertanya, Apakah saya yakin mengikuti konvensi ini? Kalau saya tidak yakin, saya tidak akan mengikuti. Sampai hari ini saya masih meyakini bahwa konvensi ini berjalan secara fair
Sampai saat ini, seberapa yakin untuk memenangkan konvensi capres Partai Demokrat?
Ya harus. Kalau saya nggak optimis ya, saya ngapain lagi buang waktu untuk ikut konvensi ini. Saya punya keyakinan, saya bisa memenangkan konvensi ini. Karena, saya paham persolan yang terjadi di masyarakat dan bersama teman-teman kita bisa merumuskan apa kira-kira terbaik yang bisa kita lakukan untuk bisa menyelesaikan permasalahan itu. Dan itu yang kita jual.
Apa tagline dari keikutsertaan capres Demokrat ini?
Tagline saya berfikir besar bertindak benar. Mengapa saya pakai ini? Negara ini negara yang besar, maka untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dan supaya kita terus bergerak maju, pemimpin itu harus berfikir besar.
Tetapi dalam mewujudkan apa yang berfikir besar itu, dia harus bertindak secara benar. Tidak boleh asal bertindak untuk mencapai apa yang difikirkan, dan dia merasa punya kekuasaan lalu bertindak sewenang-wenang. Oleh karena itu, tagline saya berfikir besar bertindak benar.
Kemungkinan terburuk kalah, Anda mau apa?
Ya mau apalagi, terima saja. Karena itu sudah keputusan yang dilakukan secara fair, maka tidak ada alternatif lain itu yang kita terima.
Target berikutnya?
Selama belum ikut konvensi, saya juga pernah di banyak kegiatan sosial ya. Sampai hari ini saya masih sebagai Pembina Pencinta Alam Wanadri, lalu masih di Gerakan Indonesia Mengajar, anggota Wali Majelis Amanat UI, Ketua Umum Seven Summit. Menurut saya, banyak hal yang bisa dilakukan, yang paling penting adalah adakah hal-hal yang bisa dilakukan dan itu bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Ada isu anak emas 'kandidat capres konvensi Partai Demokrat', tanggapan Anda?
Saya hanya mengatakan begini, selama saya masih ikut dalam konvensi maka saya percaya, konvensi masih berjalan secara fair. Tapi kalau ada indikasi bahwa anak emas atau tidak anak emas, maka saya tidak punya lagi keyakinan untuk bisa diperlakukan secara fair, ya saya tidak bisa melanjutkan. Selama saya masih melanjutkan, saya masih melihat itu hanya isu untuk sesuatu yang real.
Bagaimana dengan fenomena Jokowi menurut Anda?
Saya hanya melihat begini, memang fenomena Jokowi adalah fenomena yang berbeda dari pemimpin yang sebelumnya dilihat oleh masyarakat. Tidak jaim, turun langsung kepada masyarakat untuk tahu permasalahannya. Sekarang tinggal , sesungguhnya itu tidak cukup untuk seorang pemimpin, tapi juga memiliki gagasan bagaimana menyelesaikan permasalahan yang ada.
Bahwa blusukan itu adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh pemimpin, iya, untuk memahami betul apa permasalahan sesungguhnya yang dihadapi oleh masyarakat. Tapi lalu tidak sekadar sampai tahu permasalahannya apa, tetapi juga harus tahu solusinya. Bagaimana solusi ini yang sampai hari ini belum diperlihatkan oleh Pak Jokowi.
Yang saya ingin imbau dari media adalah, secara berlebihan meng-cover satu orang saja. Masyarakat tidak mempunyai kesempatan untuk tahu orang lain sementara di era sekarang mencerdaskan kehidupan bangsa itu ujung tombaknya ada pada media. Media harus bisa meng-cover atau memberitakan orang lain dengan gagasan yang ada, sehingga nanti masyarakat punya pilihan yang banyak dan mereka memilih atas dasar pengetahuan dan bukan dasar sekedar setiap hari melihat. Tetapi, tahu orang ini punya gagasan yang kira-kira bisa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi olehnya. Jadi, pilihan itu adalah pilihan yang cerdas karena pemahaman dia dengan calon-calon yang ada.
Menurut saya, media harus berperan besar disana. Karena sekarang memang eranya media dan kita punya kewajiban bersama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, termasuk dalamnya masyarakat untuk memilih siapa pemimpinnya dengan kecerdasan akibat dari apa yang dilakukan oleh media dan sebagainya.
Soal Isu Militer
Nama KRI Usman-Harun diprotes Singapura, bagaimana tanggapan Anda?
Kalau memang Usman Harun ini, tidak diakui oleh bangsa Indonesia sebagai prajuritnya lalu dia melakukan tindakan pengeboman seperti itu barangkali dia bisa dikategorikan sebagai teroris. Tetapi, kedua orang ini oleh pemerintah Indonesia diakui sebagai prajuritnya yang tengah melaksanakan tugas, karena memang pada saat itu politik luar negeri kita sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.
Bahwa pada saat melaksanakan tugasnya dia melakukan penyamaran, tetapi pada saat tertangkap, pemerintah kita mengakui bahwa itu adalah prajuritnya. Maka sesungguhnya, akan menjadi lebih baik bagi Singapura untuk tidak melakukan protes terkait dengan penamaan itu, karena penamaan itu, merupakan hak dari setiap negara berdaulat.
Kedua orang itu sampai dengan hari ini kita anggap sebagi pahlawan bangsa Indonesia. Bahwa Singapura melihat kedua orang ini berbeda itu hak Singapura juga.
Oleh karena itu, menurut saya alangkah lebih baik lagi Singapura untuk tidak melakukan protes atau komplain terkait dengan penamaan itu. Sekali lagi, karena bangsa Indonesia menganggap keduanya sebagai pahlawan dan itu hak negara berdaulat untuk penamaan kapal perangnya.
Indonesia batal ikut Singapore Airshow, apakah ini keputusan tepat?
Kalau memang Singapura membatalkan undangannya itu hak Singapura. Lalu kita tidak bisa mengatakan kenapa membatalkan? Dan nggak ada kewajiban Singapura untuk mengundang kita. Saya tidak tahu ini dampak dari kasus Usman dengan Harun, tetapi kalau itu dampak, itu hak dari pemerintah Singapura. Jadi, nggak ada masalah. Pemerintah Singapura adalah negara yang berdaulat. Dia punya hak untuk melakukan kebijakan apapun terkait dengan politik luar negerinya.
Kita juga negara berdaulat yang punya hak untuk menentukan juga kebijakan politik luar negerinya. Ya, karena Singapura membatalkan undangan kalau kita berangkat malah aneh jadinya.
Bagaimana Alutsista di Tanah Air saat ini?
Menurut saya sudah bagus ya. Artinya presiden sendiri sudah memberikan perhatian cukup untuk memodernisasi alutsista kita. Tinggal sekarang menurut saya kemampuan suatu negara berperang itu, bukan hanya dilihat pada saat negara itu memulai perangnya, berapa banyak kekuatan alutsista yang dimilikinya, tetapi berapa lama negara itu mampu melaksanakan peperangan. Karena peperangannya tidak bisa selesai dalam satu-dua hari.
Yang terbaik, kalau negara itu mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri alutsistanya, terutama alutsista yang mendasar agar kemampuan kita dalam berperang bisa berjalan dalam waktu yang lama. Itu menjadi penting, karena dengan kemampuan seperti itu maka akan mempertahankan sampai titik darah penghabisan.
Tapi kalau kita punya alutsista saat awal berperang tapi tidak punya kemampuan secara continue melengkapi alutsista yang diperlukan, maka satu sampai 4 hari kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Jadi intinya, industri dalam negeri harus kita perkuat.
Tapi kita juga belum konsisten. Sebagai contoh, daripada kita membeli tank di luar negeri, alangkah baiknya kita melakukan riset di dalam negeri untuk memulai membuat tank yang kemudian disesuaikan dengan kondisi geografis kita.
Karena prediksi kita, dalan kurun 5-10 tahun ke depan belum akan perang melawan negara lain, maka kurun waktu itu bisa digunakan untuk meriset sendiri kebutuhan akan alutsista kita yang paling penting.
Dengan meriset sendiri itu, kita akan mendapatkan alutsista yang sesuai dengan kebutuhan, baik dari kondisi manusia maupun geografis kita, termasuk ancaman yang akan kita hadapi. Itu penting. Jadi, memberdayakan industri dalam negeri itu menjadi hal yang sangat penting.
Ada kabar, TNI memprediksi dalam kurun 5-10 tahun mendatang akan ada perang yang melibatkan Indonesia terkait sengketa di Laut China Selatan. Apa pandangan Anda?
Saya tidak melihat karena kita tidak punya permasalahan di Laut China Selatan. Terakhir kita masih dipermasalahkan oleh Vietnam terkait dengan batas ZEE kita. Tapi terakhir ini, kita sudah menandatangani sebuah kesepakatan dengan Vietnam tentang batas dari ZEE kita.
Sehingga prinsip dasarnya, di Laut China Selatan kita tidak lagi punya permasalahan apapun dan dengan negara manapun. Jadi kalau sekarang ada beberapa negara yang mengklaim termasuk di dalamnya China, Malaysia, Taiwan, Filipina, dan negara lain mengklaim Laut China Selatan, itu tidak termasuk wilayah yang sekarang menjadi diakui oleh semua negara yang berada di sekitar wilayah itu atas kedaulatan Indonesia ditempati itu.
Jadi, saya tidak yakin kalau kita kemudian akan terlibat dalam perang karena kita tidak punya kepentingan didalamnya.
Apakah Indonesia saat ini siap perang? Atau masih keteteran dengan Alutsista?
Ya, sebagai suatu bangsa, tentu kita harus siap untuk berperang dengan apa adanya. Kalaupun kita cuma punya pisau dapur ya kewajiban kita untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah kita dengan alat yang kita miliki.
Prinsip dasarnya harus siap. Tapi, kalau kita hitung bisa nggak kita menggunakan perang itu. Itu kita hitung kembali dari masing-masing pihak. Yang paling utama di perang bukan pada saat awal peperangan, tapi bagaimana bangsa itu bisa bertahan dengan semua yang dimiliki dalam jangka waktu yang cukup panjang. Karena itulah peperangan sesungguhnya. Namun, kita harus tetap memenangkan walaupun berjalan dalam kurun waktu yang lama.
Advertisement
Penyerangan Pos Polisi
20 penyerang pos polisi di Senayan dan Trunojoyo berambut cepak, tanggapan Anda?
Disini yang rambutnya nggak cepak cuma cewek. Hahaha...
Saya lihat begini, penyerangan pos polisi harus kita sikapi dengan bagus. Karena kita tidak ingin polisi sebagai penegak hukum lalu dia dilawan oleh masyarakat. Tapi bukan kemudian masyarakat hanya diberikan tekanan untuk mematuhi apapun yang dilakukan oleh aparat kepolisian, tetapi aparat kepolisian juga mampu mawas diri di dalam rangka dia mampu menegakkan hukum, dia juga harus mengikuti kaidah yang berlaku di masyarakat.
Kalau itu dilakukan tanpa arogansi dan sebagainya, maka saya rasa masyarakat juga tahu polisi itu punya kewenangan. Apapun sejauh itu masih batas ketentuan hukum, kalau itu yang dilakukan dengan tidak ada sifat arogansi atau sifat merasa yang paling benar, mungkin kasus penyerangan itu bisa dihindari.
Yang kedua, negara ini negara hukum. Harus ditegakkan tapi aparat penegak hukumnya juga harus orang-orang yang dihormati oleh masyarakat agar kemudian penegakan hukum itu berjalan dengan maksimal.
Diduga ada keterlibatan oknum anggota TNI?
Ya, diusut saja. Prinsip dasarnya, negara hukum harus ditegakkan aturannya seperti apa. Kalau aturannya presiden tahu wakil presiden mau lewat sebelumnya harus dilakukan penutupan jalan dan dilakukan dengan tertib oleh kepolisian, maka tidak ada pilihan lain bagi siapapun untuk harus taat aturan itu.
Kalau betul apa yang disampaikan (ada oknum TNI) hukum harus ditegakkan oleh siapapun. Tidak peduli kalau memang TNI yang salah, tindak tegas.
Tawuran TNI-Polri terus terjadi, tanggapan Anda?
Sudah lama tidak berkecimpung di TNI-Polri. Ya tetapi setahu saya, ada hal yang mendasar yang mungkin segera harus diperbaiki. Sebagai contoh, misalnya kesenjangan sosial antara keduanya. Kalau terus berjalan menyebabkan kecemburuan yang menyebabkan ketidakpuasan.
Misalnya, sama-sama lulus dengan kawan SMA, kawan saya masuk TNI, saya kepolisian. Beberapa tahun kemudian, terjadi kesenjangan sosial tentu menjadi pertanyaan. Karena kalau itu yang terjadi saya pribadi menjadi cemburu dengan kawan saya. Hal seperti ini kalau bisa diselesaikan itu akan mencegah terjadinya tawuran tadi. (Mvi/Ali)
Lanjutkan Membaca ↓