Liputan6.com, Jakarta - Komisioner KPU DKI Jakarta Bidang Pencalonan dan Kampanye, Dahlia Umar, menyebut, pasangan cagub-cawagub Jakarta dapat menerima sumbangan dari pihak lain yang tidak mengikat. Hal itu mencakup pemberian dari perseorangan maupun badan hukum swasta.
Sumbangan itu diatur dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam Pasal 74 ayat 5 disebutkan, sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 75 juta. Sementara sumbangan dari badan hukum swasta maksimal Rp 750 juta.
"Bentuknya bisa uang, bisa barang, bisa jasa," tutur Dahlia dalam Rapat Koordinasi Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Pembatasan Dana Kampanye di Kantor KPU DKI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2016).
Advertisement
Adapun jika sumbangan tersebut diberikan dalam bentuk barang atau jasa, harus memiliki nilai nominal harga, meskipun si penyumbang menyatakan gratis.
Nilainya harus setara dengan maksimal dana sumbangan yang telah diatur UU Pilkada. Setelah itu, dana tersebut akan diaudit oleh tim auditor.
"Kalau nanti ada penyumbang, begitu diaudit lebih dari Rp 750 juta (untuk badan swasta), kalau sudah terpakai, pasangan calon harus mengembalikan ke kas negara," jelas dia.
Kelebihan nilai sumbangan tersebut harus dikembalikan dalam uang. "Uangnya dari mana, ya kami kembalikan ke pasangan calon," terang Dahlia.
"Harus dikembalikan meskipun dari uang pribadi pasangan calon kalau jasa sumbangan nilainya lebih. Karena itu kami imbau agar tim pasangan calon berhati-hati mengelolanya (sumbangan jasa)," lanjut dia.
Kemudian, keseluruhan data penyumbang pasangan cagub-cawagub DKI mesti dilaporkan ke KPU DKI. Penyumbang juga harus menyerahkan formulir pernyataan, bahwa dana tersebut bukan dari hasil tindak pidana dan tidak dalam kondisi pailit.
"Sumbangan yang tidak jelas identitas penyumbangnya tidak boleh digunakan oleh pasangan calon. Sumbangan tersebut harus dikembalikan ke kas negara," Dahlia menandaskan.