Liputan6.com, Bengkulu - Empat pasangan calon atau Paslon yang ikut dalam Pilkada Kota Bengkulu tahun 2018 bersepakat untuk menolak politisasi dengan isu Suku Agama Ras dan Aliran atau SARA. Deklarasi penolakan itu dilakukan di kawasan wisata Pantai Panjang Kota Bengkulu yang digagas Badan Pengawasan Pemilu.
Ketua Bawaslu Provinsi Bengkulu Parsadaan Harahap mengatakan, selain menolak politisasi SARA, para kontestan pilkada Kota Bengkulu 2018 juga mendeklarasikan tolak politik uang. Ini tidak memgurangi visi bersama untuk menampilkan pilkada yang berintegritas cerdas dan hasilnya juga berkualitas.
"Ini menjadi komitmen bersama. Politik uang adalah politik perut. Usaha tim sukses mengunakan kekuatan uang maupun barang agar tidak memilih sesrorang atau digunakan untuk memilih calon tertentu harus dicegah," tegas Parsadaan di Bengkulu Rabu 14 Februari 2018.
Advertisement
Baca Juga
Tolak politisasi sara ini kata Parsadaan, dilakukan berkaca dari Pilkada DKI beberapa waktu lalu. Pelajaran terpenting yang bisa diambil adalah berkembangnya isu suku agama ras ini suatu keniscayaan tidak bisa dihindari.
Hasil survey beberapa lembaga menyebutkan, ternyata daya rusak politik sara sangat besar sekali dan berdampak membahayakan. Bahkan sampai calon terpilih masih dugunakan politisasi sara.
"Kita terpecah-pecah dan tersekat-sekat," lanjut Persadaan seraya menyebutkan, meskipun dalam politik itu sah saja dilakukan, tetapi setinggi apapun suhu politik, pilkada harus tetap jalan.
Sepakat Pilkada Damai
Patriana Sosialinda, calon walikota yang diusung Partai Golkar dan PDI Perjuangan meminta semua pihak untuk bersepakat melaksanakan proses demokrasi Pilkada Kota Bengkulu dengan damai. Meskipun kondisi di lapangan terjadi tarik menarik kepentingan dan dalam suasana politik yang panas, dia berharap semua ihak untuk menahan diri.
"Mari jaga iklim tetap damai, kita sepakat tanpa politik uang dan politisasi SARA," tegas Patriana.
Calon walikota yang maju melalui jalur perseorangan David Suardi juga meminta semua pendukung untuk tidak melakukan kampanye hitam. Sebab provokasi yang dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab bisa merusak proses demokrasi yang sedang berjalan.
"Tunjukkan prestasi saja, jangan saling serang," harap David.
Calon wakil walikota Deddy Wahyudi mengungkapkan, tidak perlu menjatuhkan lawan politik demi menaikkan pamor di mata masyarakat. Sebaiknya adu program dan mengedepankan dialog kepada para pemilih akan lebih baik.
"Mejadi lebih tinggi itu tidak harus menjatuhkan pihak lain, masyarakat pemilih kita sudah cerdas dan rasional," ujar Deddy.
Advertisement
Warga Tolak Politisasi Rumah Ibadah
Warga Komplek Pepabri Kelirahan Lingkar Barat Kota Bengkulu melakukan gerakan politik menolak politisasi rumah ibadah. Pernyataan yang dibacakan langsung oleh Imam Masjid Nur Qolbi Haji Nazaruddin tersebut dilakukan bersama para jemaah usai melakukan Shalat Magrib.
"Kami menyatakan menolak Masjid dijadikan lokasi untuk kegiatan politik," tegas Nazaruddin.
Ini dilakukan demi menjaga netralitas rumah ibadah dari kegiatan politik praktis baik langsung maupun tidak langsung. Juga untuk menjaga kehormatan masjid sebagai rumah Allah.
Salah seorang pemuka masyarakat Kelurahan Lingkar Barat Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu, Burhanudin mengatakan, tidak hanya Masjid, semua rumah ibadah, mulai dari gereja, Pura dan wihara, seharusnya melakukan penolakan yang sama.
"Tujuannya menghindari perpecahan dan silang pendapat saat melakukan ibadah," kata Burhanuddin.