Debat Pilkada Jatim, Pengamat: Emil Agresif dan Puti Tenang

Debat kandidat pemilihan gubernur dan wakil gubernur (Pilgub) Jawa Timur berlangsung Selasa malam 10 April 2018.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 11 Apr 2018, 15:01 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2018, 15:01 WIB
Debat kandidat pemilihan gubernur dan wakil gubernur (Pilgub) Jawa Timur. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Debat kandidat pemilihan gubernur dan wakil gubernur (Pilgub) Jawa Timur. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Debat kandidat pemilihan gubernur dan wakil gubernur (Pilgub) Jawa Timur berlangsung Selasa malam 10 April 2018. Dua kandidat, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dan Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Puti Guntur Soekarno bertarung gagasan dan program.

Pengamat politik Universitas Airlangga, Novri Susan menilai, dari penampilan di debat terlihat jelas bagaimana posisi yang diambil masing-masing calon. Kandidat nomor urut satu, Khofifah-Emil, terlihat mengambil posisi agresif.

Adapun Gus Ipul-Puti terlihat lebih tenang, santai dan tegar dalam mengurai problem sekaligus solusi bagi masyarakat.

"Terutama pada segmen debat cawagub, terlihat Emil sangat agresif, bahkan beberapa sesi sempat emosional saat Puti bertanya soal kondisi anak gagal tumbuh atau stunting di Kabupaten Trenggalek, di mana Emil menjadi Bupati," ujarnya, Rabu (11/4/2018).

Menurut batas toleransi Badan Kesehatan Dunia (WHO), angka anak gagal tumbuh atau stunting ditoleransi 20 persen dari jumlah balita. Sementara, di Trenggalek, angkanya mencapai 25 persen, di atas batas toleransi WHO.

Novri mencatat, Emil setidaknya juga beberapa kali menyerang Puti Soekarno secara personal dengan mengatakan, bahwa Puti tidak paham dengan masalah gizi/kesehatan anak.

 

Publik Bisa Tak Simpati

Novri menganalisis, pilihan Emil yang agresif menyerang lawan dalam kacamata sosiologi politik bisa malah membuat publik Jatim tidak simpati. Ini karena publik Jatim dikenal sebagai publik santun yang menginginkan pemimpin rendah hati dengan karya yang nyata.

"Nah kredibilitas komunikator politik, dalam hal ini kandidat, akan sangat berpengaruh dalam upaya mendapatkan dukungan khalayak. Sikap yang agresif, merendahkan orang lain, tentu menghasilkan dampak defisit bagi kandidat bersangkutan," kata dia.

Doktor sosiologi politik lulusan Doshisha University Jepang tersebut menambahkan, posisi Gus Ipul-Puti yang memilih memaparkan program dengan rendah hati dan menonjolkan kerja yang terukur selama menjadi pemimpin cukup tepat.

"Saya melihat Gus Ipul dan Puti lebih cenderung tenang karena lebih berpengalaman, dan mampu memaparkan bukti kerja terukur daripada memilih strategi retorika yang mengawang dan agresif," ujar Novri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya