Liputan6.com, Jakarta - Acara kuliah umum Angkatan ke-2 Pendidikan Akademi Bela Negara (ABN) NasDem pada Senin pagi seolah menjadi ajang pamer sosok yang digadang-gadang akan jadi calon Wakil Presiden yang akan mendampingi Joko Widodo atau Jokowi di Pilpres 2019.
Lihat saja, sejumlah nama tenar turut hadir di acara yang berlangsung di Kampus ABN, Jalan Pancoran Timur II, Jakarta Selatan. Ada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi (TGB).
Apalagi, Jokowi yang datang mengenakan setelan jas warna biru tua dan dasi merah itu, tak menampik kalau nama-nama tersebut masuk dalam pertimbangan dirinya untuk bersanding dengan dirinya di Pilpres 2019.
Advertisement
"(Nama TGB) masuk, masuk, masuk (jadi cawapres)," ucap Jokowi di Kampus ABN Nasdem, Jakarta, Senin (16/7/2018).
Demikian pula saat ditanya soal sosok Mahfud MD, Jokowi juga mengatakan namanya masuk. Bahkan, dia memuji sosok yang bagus.
"Ya sangat bagus, sangat bagus. Masuk, masuk," kata Jokowi.
Saat ditanya soal sosok Airlangga yang turut mendampinginya, Jokowi pun membenarkan nama Menteri Perindustrian itu masuk dalam bursa cawapres.
"Oh, masuk, masuk," ungkap Jokowi seraya tersenyum.
Namun, dia mengingatkan, kantongnya tidak hanya ada satu.
"Tapi, kita harus mengerti ya, kantong saya tidak cuma satu. Kantong luar ada, kantong dalam ada. Kantongan celana ada, kantongan kiri, dan kantongan belakang ada," kata Jokowi.
Terlepas dari itu, penyebutan nama itu saja sudah membuat heboh dan makin mengerucutkan nama-nama yang selama ini beredar. Tak terkecuali dengan nama-nama yang disebut Jokowi.
"Saya tidak tahu ya, itu kan Pak Jokowi sendiri yang tahu dan partai-partai. Kalau saya sampai hari ini tidak tahu, paling seperti dengan Anda-Anda baca di media," ucap Mahfud di tempat yang sama.
Mahfud juga enggan berkomentar lebih jauh untuk menanggapi soal dirinya masuk dalam daftar cawapres. "Nanti jawabannya ke Pak Jokowi ajalah," ungkap Mahfud.
Dia mengingatkan, dalam keadaan seperti ini, siapa pun bisa saja masuk dalam bursa cawapres Jokowi. Nama yang masuk itu, kata dia, mungkin banyak yang tak mengetahuinya.
"Mungkin belum ada yang tahu juga yang ada di kantongnya Pak Jokowi itu siapa aja. Kecuali Pak Jokowi sendiri atau yang dibocorkan Pak Jokowi kepada media. Kalau saya tidak tahu," ucap Mahfud.
Dia menuturkan, tidak pernah bertemu Jokowi selain di acara resmi.
"Ya kan tadi acaranya resmi-resmi saja. Saya sering, tapi tidak bicara soal pilpres. Bicara hal lain yang menyangkut kenegaraan yang terjadi di tengah masyarakat saja. Kalau menyangkut pilpres, saya belum pernah secara langusung," ungkap Mahfud.
Dia hanya mensyukuri namanya masuk sebagai salah satu cawapres Jokowi.
"Alhamdulillah, biar nanti berproses, mudah-mudahan lahir calon yang terbaik, yang penting Indonesia itu jadi lebih baik," pungkas Mahfud.
Jawaban senada datang dari Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi (TGB). Dia mengatakan, hal itu hak prerogatif dari Jokowi.
"Ya wallahualam. Itu kan prerogatif Beliau ya. Tapi banyak tokoh yang lebih senior, yang lebih mumpuni dari saya," kata TGB di Kampus ABN Nasdem.
Dia menegaskan, siap atau tidak siap menjadi cawapres Jokowi, itu bisa dijawab jika sudah ada kejelasan.
"Jawaban itu kan kalau sudah ada sesuatu yang jelas, tapi yang jelas banyak tokoh bangsa yang lebih hebat-hebat. Bersama saya ada Pak Mahfud, banyak. Ada Pak Airlangga juga," ungkap TGB.
Dia menuturkan, semuanya patut disyukuri. Apalagi, masuk sebagai kandidat cawapres Jokowi merupakan hal yang baik. "Semua yang baik disyukuri saja, semua yang baik disyukuri," kata TGB.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
10 Nama Cawapres
Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan partai politik pendukung hingga kini masih menggodok sejumlah nama cawapres yang layak mendampinginya di Pilpres 2019. Dari 10 nama yang beredar selama ini, sudah mengerucut menjadi lima cawapres.
Hal itu diamini Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romi. Dia membeberkan 10 nama calon wakil presiden (cawapres) untuk Jokowi di Pilpres 2019.
"Ke-10 nama sesuai pembicaraan saya dengan Pak Jokowi di Istana Bogor, Selasa kemarin. Dari figur politikus ada Airlangga, Cak Imin (Muhaimin Iskandar) dan nama saya sendiri," kata Romi di Kota Malang, Minggu 15 Juli 2018.
Sementara dari unsur ulama, kata Romi, muncul nama KH Ma'ruf Amin dan Din Syamsudin. Adapun dari figur teknokrat muncul nama Sri Mulyani dan Susi Pudjiastuti. Kemudian dari figur akademisi muncul Mahfud MD, dari figur purnawirawan TNI muncul Moeldoko, dan dari figur pengusaha muncul nama Chairul Tanjung.
"Insyaallah cawapres Pak Jokowi tidak akan keluar dari 10 nama ini. Tentu ini sudah di-share kepada seluruh ketua-ketua umum partai yang saat ini sudah resmi mengusung Pak Jokowi," jelas dia.
Romi juga menegaskan, sejak awal seluruh parpol pengusung Jokowi, termasuk PKB tidak mewajibkan kadernya menjadi cawapres. Seandainya nanti tidak dipilih oleh Jokowi, dia dan PPP tetap akan menghargai serta legowo.
"Kita menghargai menghormati dan legowo. Karena itu adalah kewenangan Pak Jokowi yang nantinya akan menjadi end user dan yang kita butuhkan untuk memenangkan pertarungan 2019 ke depan dan menjaga irama kerja presiden sepanjang lima tahun ke depan," pungkasnya.
Terkait Airlangga Hartarto, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Muhammad Sarmuji tetap optimistis Ketua Umumnya masuk dalam kantong Presiden Jokowi untuk menjadi cawapres di Pilpres 2019. Namun, dia mengakui sampai saat ini Jokowi masih mengantongi lebih dari satu nama.
"Insyaallah sampai hari ini nama Pak Airlangga juga masih di kantong Pak Jokowi," kata Sarmuji saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/7/2018).
Terkait nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Cak Imin yang disebut Jokowi masuk kantong kanidat cawapres, Sarmuji tidak begitu yakin. Baginya, Jokowi hanya menjawab sesuai konteks pertanyaan dari wartawan saja.
"Ya tergantung konteks saja. Kalau ditanya tentang Cak Imin ya jawabnya Cak Imin ada di kantong. Menyebut Cak Imin bukan berarti yang lain tidak di kantong," ungkap Sarmuji.
"Itu sekaligus menunjukkan bahwa di kantong Pak Jokowi sekarang tidak hanya satu nama seperti yang dispkeluasikan banyak orang," imbuh dia.
Namun, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang disebut masuk dalam lima calon Wapres mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019 dinilai juga punya peluang besar. Penyebutan Cak Imin dianggap merupakan nama penting yang diprioritaskan Jokowi sebagai cawapres.
"Jokowi punya lima cawapres, dan baru Cak Imin yang disebutkan. Kalau Jokowi tidak yakin dengan Cak Imin, mana mungkin disebutkan di awal?" kata Director for Presidential Studies-DECODE Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad di Jakarta, Senin (16/07/2018).
Dosen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UGM ini menuturkan, Cak Imin punya bargaining kuat sebagai pendamping Jokowi. Pertama, politisi berjuluk Panglima Santri itu merupakan kader asli Nahdlatul Ulama (NU).
Ormas ini merupakan pasar politik elektoral yang sangat menentukan dalam Pilpres 2019. Jokowi, menurutnya, memerlukan NU untuk meningkatkan elektoralnya dalam memenangkan Pilpres.
"Kedua, Cak Imin representasi Islam moderat di Indonesia. Tentu ini menjadi nilai tambah untuk menjaring pemilih Islam," lanjut Nyarwi.
Menurut dia, Cak Imin tidak hanya memiliki daya tarik kuat ke kalangan Islam moderat dan tradisional. Namun juga kian potensial untuk menggaet pasar politik Islam perkotaan dan milenial.
"Ketiga, Cak Imin juga sosok pemimpin muda NU yang sudah memiliki track records panjang dalam mengawal narasi politik kebangsaan dan ke-Indonesia-an. Karena itu, kehadirannya sebagai cawapres Jokowi sangat bermanfaat dalam mereduksi gelombang polarisasi politik yang mengancam keutuhan bangsa," ujarnya.
Presiden Jokowi sebelumnya membocorkan satu dari lima cawapres yang sudah dia kantongi, yakni Cak Imin. Pernyataan itu dilontarkan saat presiden meninjau persiapan Asian Games 2018 di Jakabaring Sport Center, Palembang, Sabtu 14 Juli 2018.
"Sudah ada di saku saya. Saya harus ngomong apa adanya, salah satu nama itu Pak Muhaimin Iskandar," kata Jokowi.
Advertisement
Menimbang Calon Terkuat
Sebelum menyebutkan tiga nama cawapres yang masuk radarnya di acara ABN Nasdem, Presiden Jokowi sudah lebih dulu ada lima nama cawapres yang telah dikantonginya untuk Pilpres 2019. Salah satunya nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
"Salah satu namanya Pak Muhaimin Iskandar. Ada nama di saku saya, ada 5 nama," kata Jokowi di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu 14 Juli 2018.
Pengamat politik Media Survei Nasional (Median) Rico Marbun menilai, peluang Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019 lebih besar dibanding tokoh partai politik lainnya.
"Elektabilitas Cak Imin di atas Puan Maharani, Surya Paloh, Wiranto, dan Romahurmuziy," ujar Rico di Jakarta, Minggu 15 Juli 2018.
Menurut dia, Cak Imin mempunyai modal kuat untuk mendampingi Jokowi. Statusnya sebagai kader Nahdlatul Ulama (NU) menjadi senjatan untuk mendulang suara pemilih.
"NU secara kuantitas memang diperlukan untuk menambah kekuatan elektoral," ujar mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia itu.
Muhaimin, lanjut Rico, juga dikenal publik sebagai tokoh yang mengedepankan Islam moderat, modal yang menguntungkan untuk memaksimalkan suara dari pemilih Islam.
"Islam moderat secara ideologi memang diperlukan untuk masuk dalam gelombang Islam politik," ucap Rico.
Menurut dia, saat ini memang terjadi persaingan di antara tokoh parpol anggota koalisi untuk menjadi cawapres pendamping Jokowi.
"Maka tak heran ada partai-partai yang sibuk berusaha menggeser posisi politikus berjuluk Panglima Santri itu," ujar dia.
Sementara itu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga merilis hasil polling online terkait alternatif cawapres Jokowi untuk periode 2019-2024. Hasilnya, nama Mohammad Mahfud MD mendapat suara tertinggi dibanding figur lain.
"Hasil polling ini menunjukkan ternyata menang preferensi masyarakat lebih suka jika Pak Mahfud menjadi cawapres Pak Jokowi untuk periode kedua," kata Ketua Umum PSI Grace Natalie saat jumpa pers di DPP PSI, Hasyim Asyari, Jakarta Pusat, Minggu 15 Juli 2018.
Grace menjelaskan, polling ini berbeda dengan survei pada umumnya. Polling cawapres Jokowi ini disebarkan PSI online melalui website resmi PSI dan masyarakat bebas berpartisipasi. Masyarakat yang berpartisipasi juga memiliki kode tertentu. Sehingga tak bisa mengisi polling berulang kali.
"Nah, ini adalah survei online yang kami sebarkan, melalui koran juga meminta partisipasi masyarakat, jadi sebarannya bisa jadi tidak merata. Jadi tergantung dari partisipasi aktif, dan inilah hasilnya, dari para peserta polling yang jumlahnya 71.000 orang ini mayoritas mendukung Pak Mahfud MD sebagai cawapres Pak Jokowi," tutur dia.
Adapun hasil polling cawapres Jokowi ini, Mahfud MD mendapat suara 32%, Sri Mulyani Indarwati 14%, Luhut Binsar Pandjaitan 14%, Susi Pudjiastuti 10%, Moeldoko 6%, Din Syamsudin 4%, Rudi Kirana 3%, Said Aqil Siroj 3%, Yaqut Cholil Qoumas 3%, Chairul Tanjung 2%, Airlangga Hartarto 2%, dan Nadiem Anwar Makarim 1%.
Pendapat senada disampaikan peneliti LIPI bidang politik dan pemerintahan Profesor Lili Romli yang menilai Mahfud MD paling berpotensi menjadi pendamping Jokowi di Pilpres 2019.
Menurutnya, Mahfud bisa meraup suara dari kalangan umat Islam. Ia mengatakan, rekam jejak Mahfud terkenal punya integritas. Siapa pun tak akan meragukannya.
"Lalu dia punya basis dukungan dari kalangan NU (Nahdlatul Ulama). Yang ketiga, dia juga dekat dengan PKB. Mungkin kelemahannya di finansialnya kecil," katanya di Universitas Indonesia Salemba, Jakarta Pusat, Kamis 12 Juli 2018.
Romli berpendapat, Mahfud juga bisa mendulang suara dari semua golongan, baik dari kalangan Muhamadiyah maupun non-Islam. Mahfud dikenal sebagai figur tokoh Islam moderat.
Meski demikian, Mahfud juga pasti memiliki kelemahan. Jokowi mesti teliti memilih pendampingnya.
"Memang ada beberapa kelemahan latar belakangnya, makanya Pak Jokowi kan mikir-mikir, hati-hati siapa, bisa blunder nanti bisa merugikan elektoral dia," imbuh Romli.
Dia menambahkan, di Pilpres 2019 nanti potensi politik identitas masih ada. Jika Jokowi memilih Mahfud, maka bisa menangkal serang-serangan politik SARA.
Minimal, kata Romli, Mahfud bisa meredam serangan SARA. Masyarakat pun akan menilai bahwa figur Jokowi yang Nasionalis-Sekuler akan ditambah dengan representasi Islam.
Contohnya, kata Romli, seperti Pilgub Jawa Tengah. Cagub Ganjar Pranowo bisa menang karena wakilnya Taj Yasin dapat dukungan umat Islam.
"Seperti Ganjar dan Taj Yasin lah, kalo enggak sama Taj Yasin, bisa kalah kan Ganjar, terbelah ini," tukasnya.
Lebih lanjut, Romli berharap di Pilpres 2019 nanti tidak ada politik identitas. Baginya, hal tersebut tidak mendidik dan memecah bangsa.
"Saya kira keinginan elite untuk menggunakan politik Identitas itu harus dihentikan, itu tidak baik," tegas dia.