Liputan6.com, Jakarta Terdapat empat jenis pelanggaran dalam pemilihan termasuk dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota.
"Jenis pelanggaran pilkada ada empat jenis, yakni pelanggaran pidana pemilihan, pelanggaran hukum lainnya, pelanggaran administrasi, dan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu," kata Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tengah, Ruslan Husen di Palu, Sabtu (22/8/2020) dilansir Antara.Â
Ruslan yang merupakan Akademisi Universitas Tadulako (Untad) Palu ini menerangkan, bahwa pelanggaran pidana dibahas bersama dalam wadah bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Advertisement
Sentra Gakkumdu menjadi representasi dalam menindak pelanggaran pidana pemilihan yang di dalamnya terdapat unsur dari Bawaslu, unsur kepolisian dan unsur kejaksaan.
"Ketiga unsur Tim Sentra Gakkumdu harus sepaham menyatakan terpenuhi unsur pelanggaran pidana, baru bisa ditindaklanjuti ke proses berikutnya," jelas Ruslan.
Tidak bisa juga memakami sistem voting, jika dari ketiga unsur itu kemudian ada yang tidak sepakat. Apabila demikian maka kasus itu tidak bisa ditindaklanjuti ke proses berikutnya.
Kemudian, menyangkut dengan pelanggaran hukum lainnya yang merupakan pelanggaran yang diatur di luar undang-undang Pemilu/Pemilihan.
"Misalnya terkait netralitas kepala desa maka diatur dalam undang-undang desa. Netralitas ASN maka diatur dalam undang-undang ASN," ucapnya.
Selanjutnya mengenai pelanggaran administrasi pemilihan yang merupakan pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme tahapan Pilkada. Pelanggaran jenis ini akan dieksekusi oleh KPU berdasarkan rekomendasi Bawaslu.
"Tugas Bawaslu hanya menyampaikan rekomendasi, dan menjadi kewajiban bagi KPU untuk menindaklanjuti rekomendasi tersebut," tegas Ruslan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pelanggaran Kode Etik
Terakhir pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Yaitu pelanggaran kode etik penyelenggara yang arah penanganan diserahkan kepada DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) dengan putusan bersifat final dan mengikat.
Kecuali penanganan pelanggaran kode etika yang dilakukan oleh jajaran penyelenggara Ad Hoc di tingkat Kecamatan, dan Kelurahan/Desa. Maka penanganan pelanggarannya dilakukan oleh KPU atau Bawaslu di jenjang atasnya.
Ruslan menambahkan, empat jenis pelanggaran itu tidak mempengaruhi, antara satu jenis pelanggaran dengan jenis pelanggaran lainnya.
"Artinya, jika pelanggaran pidana terhenti di pembahasan meja Sentra Gakkumdu, lantas tidak mempengaruhi penanganan pelanggaran yang lain," tegasnya.
Advertisement