Â
Liputan6.com, Jakarta Calon gubernur Banten Andra Soni menceritakan bagaimana hidupnya yang bukan berasal dari keluarga kaya dan harus dialuinya dengan kerja keras. Lahir dari keluarga petani, Andra mengaku di masa kecilnya harus dilaluinya dengan berat, karena pendapatannya hanya cukup memenuhi kebutuhan makan satu keluarga di hari itu saja.
Advertisement
Baca Juga
Dia bercerita, pernah suatu saat, orangtuanya kehabisan uang, mereka sekeluarga memutuskan pergi merantau ke Pekanbaru, Riau. Sang bapak menjadi kuli bangunan, Andra Soni balita pun ikut dibawa merantau.
Advertisement
Penghasilan jadi kuli bangunan pun tak cukup, menyebabkan mereka sekeluarga harus merantau jauh ke Malaysia, dengan menyeberangi Selat Malaka. Dengan segala keterbatasan, Andra kecil diberi kesempatan sekolah oleh Negeri Jiran.
Meski lulus Sekolah Dasar (SD), namun dia tidak bisa melanjutkan ke SMP, terbentur dengan dokumen. Untuk melanjutkan sekolah, Andra mengikuti kakak nya di Ciledug, Kota Tangerang. Segala keterbatasan sang kakak, Andra Soni tetap melanjutkan sekolah dengan semangat yang dia miliki.
"Sekolah saya tinggal bersama kakak saya, tapi saya enggak sekolah di Ciledug, saya sekolah di Jakarta, berarti dari Ciledug berangkatnya. Saya pernah enggak bisa pulang, kehabisan ongkos, ditawarin nginep. Namanya ditawarin nginep, mau, kamarnya ada, kasurnya, sarapannya," ujar Andra Soni, Jumat, (04/10/2024).
Dia menginap di rumah teman yang orangtuanya merupakan petinggi negeri, sehingga Andra Soni diangkat sebagai anak. Orang tua angkatnya yakni Raden Muhidin Wiranata Kusuma, putra dari Raden Aria Adipati Wiranata Kusuma, Menteri Dalam Negeri Indonesia pertama.Â
Karena melihat ketekunan dan semangat Andra kecil yang ingin mengenyam pendidikan, meski kerap kehabisan ongkos, keduanya pun membiayai sekolah hingga lulus SMA. Sebuah pendidikan yang dianggap Andra Soni sesuatu yang mewah.
"Itu bapak angkat saya. Dia yang melanjutkan saya sekolah sampai saya lulus SMA," jelasnya.
Memasuki bangku kuliah, Andra Soni mengambil Diplomat 3, sembari bekerja disebuah. Uang kuliah dibayarnya dengan mencicil.
Perusahaan tempatnya bekerja harus tutup karena kritis moneter 1997-1998. Sehingga dia pindah kerja sebagai pengantar dokumen. Karena sibuk sebagai kurir, menyebabkan kuliahnya terganggu, bahkan ada mahasiswa kuliah yang tidak lulus.
"Saya bayar sambil nyicil. Disitu saya bekerja lagi, saya dapat uang lagi. Tapi saya pindah (kelas) malam. Mata kuliah itu keahlian saya, manajemen pemasaran," tuturnya.
Merasakan sulitnya mengenyam pendidikan semasa kecil, membuat Andra Soni, Cagub Banten 2024, mencita-citakan sekolah gratis SMA, SMK dan Madrasah Aliyah (MA) negeri maupun swasta. Terlebih menurutnya, rata-rata lama pendidikan pelajar di Banten hanya sembilan tahun atau hingga kelas 3 SMP saja.
Tentunya harus di dorong dengan ketersediaan ruang hingga fasilitas sekolah yang memadai. Hingga vokasi sekolah agar para pelajar sudah siap masuk dunia kerja atau menjadi pengusaha muda yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan.
"Dengan sekolah gratis, setiap anak memiliki hak yang sama untuk belajar dan berkembang tanpa terkendala oleh kondisi ekonomi keluarga, mulai jenjang setara SMA, SMK, MA negeri dan swasta di Banten," ucapnya.
Utamakan Pendidikan Moral dan Agama
Banten yang dianggap sebagai Bumi Seribu Kyai Sejuta Santri juga akan mengedepankan pendidikan moral, agama dan akhlak bagi anak muda.
Para guru ngaji di madrasah ataupun kampung, memiliki peran besar dalam pembangunan karakter generasi penerus bangsa.
Dengan sekolah gratis tingkat SMA sederajat dan pendidikan agama oleh guru ngaji, diharapkan target pemerintah untuk Indonesia Emas 2045 bisa tercapai dengan baik, tanpa melupakan kearifan daerah.
"Program ini juga memberikan kompensasi gaji bulanan untuk guru ngaji guna meningkatkan pendidikan moral dan agama. Keseluruhan program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Banten secara menyeluruh, merata, dan berkeadilan, dengan memperhatikan kebutuhan lokal dan standar internasional," jelasnya.
Advertisement