Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah resmi melakukan efisiensi anggaran, termasuk mengerem perjalanan dinas dan kegiatan di luar kantor. Lantas bagaimana dampaknya ke sektor perhotelan?
Direktur Utama InJourney Hospitality, Christine Hutabarat menyadari adanya penurunan permintaan kamar hotel dari sektor Kementerian/Lembaga maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelanggan utamanya. Namun, di sisi lain dia melihat peluang dari masyarakat umum dan sektor swasta.
Baca Juga
"Terkait dengan kebijakan pemerintah tentunya, yang pertama ini adalah, kami sih berharap bahwa, mendorong masyarakat sebenarnya, jadi untuk tidak berliburan ke luar negeri, tapi di dalam negeri saja," ungkap Christine, di Jakarta, ditulis Sabtu (28/3/2025).
Advertisement
Dia menjelaskan ada sejumlah destinasi yang dikelola InJourney yang bisa jadi tujuan wisata. Dengan demikian, tingkat keterisian hotel BUMN pun ikut terdampak positif.
"Selain meningkatkan lack of stay daripada masyarakat, tentunya kami juga berharap, dengan adanya peningkatan trafik dari wisatawan domestik ini, juga akan meningkatkan spending berbelanja di dalam negeri," ucapnya.
Christine bilang sudah ada pergeseran pasar dari Kementerian/Lembaga dan BUMN tadi ke sektor swasta. Bentuknya bisa dengan penyelenggaraan acara di aset yang dikelola InJourney Hospitality.
"Di dalam hotel tentunya, kita lumayan ada pergeseran switch market-market sedikit gitu ya. Yang sekarang kita juga sudah mulai, yang sudah-sudah dimulai, dan ini menyasar pasar-pasar private companies gitu ya," ungkapnya.
"Itu yang tentunya banyak sekali mengadakan event-event, baik global, international, maupun dalam negeri gitu ya, untuk event-event korporasi dan yang lain-lain," sambung dia.
Â
Tingkat Keterisian Hotel InJourney
Christine menjelaskan selama dua hari perayaan lebaran Idul Fitri 2025, seluruh klaster hotel diperkirakan mengalami peningkatan tingkat hunian dimana tingkat hunian tertinggi di region Bali sebesar 81,2 persen.
Lalu, Klaster Jawa dengan tingkat hunian sebesar 76,7 persen, dan Klaster Sumatera dengan tingkat hunian sebesar 75,4 persen. Serta Klaster Kalimantan dengan tingkat hunian 71,4 persen.
Sedangkan, pada periode yang sama pada 2024, tingkat hunian hotel dibawah naungan InJourney Hospitality mencapai 77,9 persen dengan jumlah kamar terjual 3.623.
Dia menjelaskan, peningkatan okupansi hotel hanya sebesar 1 persen pada 2025 ini. Namun, ada dorongan tambahan dari sektor makanan dan minuman.
"Jadi itu cukup membaik walaupun memang growth-nya, peningkatan dari Lebaran kalau sebelumnya itu hanya 1 persen untuk okupansi. Tapi ada peningkatan yang signifikan juga untuk dari sisi F&B (food and beverages)," tandasnya.
Â
Advertisement
Bisnis Hotel Terancam Tutup
Diberitakan sebelumnya, Kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Presiden Prabowo Subianto disebut berdampak signifikan pada sektor perhotelan. Menurut survei Industri Hotel Indonesia oleh Horwath HTL, permintaan kamar dari pemerintah di hotel-hotel Indonesia berkisar antara sekitar 5-7 persen dari total bisnis hotel.
Sementara itu, permintaan terkait MICE berkisar antara 6-21 persen. Angka-angka ini bervariasi, tergantung pada karakteristik pasar, hotel positioning, dan lokasi geografis. Ketergantungan pada pengeluaran pemerintah dan permintaan terkait MICE dominan di segmen hotel bintang 3, bintang 4, dan bintang 5.
Ketua Bidang Litbang dan IT Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPP PHRI), Christy Megawati, mengatakan bahwa survei tersebut melibatkan 726 pelaku industri perhotelan dari 30 provinsi.
"Hasilnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam," katanya saat jumpa pers secara hybrid, Sabtu (22/3/2025).
Dia menyambung, "Sejak kebijakan penghematan anggaran pemerintah diterapkan pada November 2024, kami melihat penurunan signifikan dalam kinerja pasar."
Â
Ada Risiko PHK
Pada November 2024, kata dia, pebinsis masih optimis bahwa kinerja pasar 2024 terbilang positif daripada tahun sebelumnya.
"Tapi pada Desember (2024), sejak ada pengumuman efisiensi anggaran, market mulai shifting, dan pada Januari 2025, mereka mulai pesimis karena memang market secara kinerja pasar mengalami penurunan," bebernya.
Merujuk survei, responden mengungkap sejumlah potensi dampak efisiensi anggaran. Dampak dalam lingkup kendali hotel, yaitu 88 persen responden memprediksi mereka akan perlu membuat keputusan sulit melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) guna mengurangi biaya pengupahan.
Kemudian, 58 persen responden mengantisipasi potensi gagal bayar pinjaman pada bank. Sementara itu, 48 persennya memproyeksikan, jika situasi ini berlanjut, penutupan hotel akan terjadi karena defisit operasional.
Advertisement
