Pengamat: Larangan Eks Napi Koruptor Nyaleg demi Kepentingan Publik

Pengamat politik Ray Rangkuti mendukung wacana larangan mantan napi korupsi nyaleg.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 20 Apr 2018, 06:19 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2018, 06:19 WIB
Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Pemilu 1(Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat politik Ray Rangkuti mendukung wacana larangan mantan napi korupsi nyaleg. Dia menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah memperjuangkan kepentingan publik.

"Saya mendukung KPU dalam hal ini, jadi kalau konfliknya ini kepentingan publik," kata Ray dalam diskusi bertema "Ganti Wakil Rakyat 2019" yang dihelat oleh Vox Point di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).

Menurut dia, larangan mantan napi korupsi nyaleg wajib diadakan karena jarang ada koruptor yang jera. Bahkan, kata dia, pidana penjara seolah sebatas angin lalu. Para napi korupsi justru kerap meyalahkan KPK sebagai dalangnya.

"Karena kalau dipenjara kan masih bisa dibanding. Kita lihat mereka yang dipenjara sama KPK kalau sudah keluar selalu tersenyum dan menganggap mereka adalah pihak yang dizalimi KPK," ujar Ray.

Oleh karena itu, hal paling efektif untuk membuat napi koruptor jera adalah dicabut hak politiknya dan dirampas harta bendanya oleh negara. Selain, kata dia, larangan mantan napi korupsi nyaleg.

"Jadi, yang efektif adalah harta kekayaannya dirampas negara dan hak politiknya dicabut negara. Mereka sangat ketakutan soal itu," Ray memungkasi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 Opsi

Sebelumnya, Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan dua opsi terkait larangan eks narapidana korupsi menjadi calon legislatif (caleg).

Menurut dia, kedua opsi tersebut berbeda dari bentuk implementasinya saja. Namun, tidak akan berbeda dari segi substansialnya.

"Iya, dua opsi ini substansi sama. Bahwa mantan napi korupsi itu, kita tidak perkenankan (mendaftar caleg) hanya mekanismenya beda," ujar Wahyu di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/4/2018).

Menurut dia, opsi pertama sesuai dengan draf Pasal 8 Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan DPRD provinsi dan kabupaten/kota, yang mengatur adanya larangan mantan narapidana korupsi maju menjadi caleg.

"Misalnya, opsi pertama sesuai dengan aturan saat ini (Pasal 8). Pertama itu yang tadi itu," kata Wahyu.

Opsi kedua, akan diimplementasikan kepada partai politik, yakni sebagai syarat rekrutmen parpol yang mewajibkan para caleg tak boleh mantan koruptor.

"Lalu kedua, parpol dalam mekanisme rekrutmen pencarian caleg, akan menetapkan aturan larangan mantan napi korupsi," ucap Wahyu.

Dia menjelaskan dua opsi itu memiliki tingkatan yang sama. Tidak dapat kemudian diartikan sebagai opsi pertama lebih tinggi atau lebih kuat daripada opsi kedua, ataupun sebaliknya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya