MA Bolehkan Mantan Koruptor Jadi Caleg, Moeldoko: Kalau Putusan Kita Ikuti

MA mengeluarkan putusan, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten-kota.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 16 Sep 2018, 13:07 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2018, 13:07 WIB
Mantan Koruptor Bahas PKPU soal Larangan Eks Napi Kosupsi Nyaleg
Bacaleg PAN yang juga mantan napi korupsi, Waode Nurhayati dalam diskusi Forum Legislasi di Jakarta, Selasa (31/7). Diskusi tersebut membahas tema "Peraturan KPU (PKPU) Larang Eks Terpidana Korupsi, Apa Kabar Elite Parpol?”. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menghargai keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengeluarkan putusan menyatakan mantan napi korupsi diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten-kota. Pemerintah pun akan mengikutinya.

"Kalau itu produk hukum ya nggak bisa apa-apa, kalau sudah putusan MA kita ikuti," ucap Moeodoko di Monas, Minggu (16/9/2018).

Sebelumnya MA memutuskan gugatan perihal boleh tidaknya mantan napi korupsi maju sebagai calon legislatif. Gugatan itu telah diputuskan pada Kamis 13 September 2018.

Juru Bicara MA Suhadi saat dikonfirmasi, Jumat 14 September 2018 menuturkan, atas pertimbangan hakim, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan napi koruptor maju menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

"Pertimbangan hakim, bahwa PKPU itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017," ungkap Suhadi.

Karena itu, dia menegaskan, mantan napi korupsi boleh maju menjadi caleg sesuai aturan yang ada.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Respons KPU

Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan lembaganya akan segera menggelar Rapat Pleno untuk membahas Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten-kota.

"Ada beberapa langkah yang harus diambil sehingga tidak bisa langsung ditentukan, dan KPU RI perlu lakukan Rapat Pleno," kata Viryan dalam diskusi bertajuk "DPT Bersih, Selamatkan Hak Pilih" di Kantor KPU RI, Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu 15 September 2018.

Menurut dia, institusinya belum memastikan jadwal rapat pleno tersebut. Sebab hingga saat ini KPU RI belum menerima salinan Putusan MA tersebut dan baru mendapatkan informasi berdasarkan pemberitaan media massa.

Dia mengatakan KPU sangat hati-hati mengambil kebijakan paskaputusan MA itu karena sifatnya sensitif meskipun ingin segera menindaklanjutinya.

"Kami tidak ingin ambil kebijakan lalu dikritik, kami sangat tertib," ujarnya.

Dia menjelaskan Rapat Pleno juga akan membahas mekanisme perubahan Peraturan KPU (PKPU) khususnya PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif.

Viryan mengatakan mekanisme perubahan PKPU itu biasanya dilakukan dengan uji publik, Rapat Dengar Pendapat agar tidak ada kekeliruan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya