Belajar dari Kasus Wahyu yang Ditipu Pengembang Nakal

Simak cerita Wahyu mengenai kasus pembelian rumah yang dialaminya.

oleh Fathia Azkia diperbarui 22 Jan 2016, 19:34 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2016, 19:34 WIB
Belajar dari Kasus Wahyu yang Ditipu Pengembang Nakal
Simak cerita Wahyu mengenai kasus pembelian rumah yang dialaminya!

Liputan6.com, Jakarta - Wahyu Ardiyanto, seorang karyawan redaksi majalah pria dari media gaya hidup ternama di Jakarta, mungkin menjadi salah satu dari sekian banyak korban pengembang nakal.

Kepada Rumah.com, Senin 19 Januari 2016, ia menjelaskan kronologi yang menimpanya sejak Oktober  2013 lalu.

Alih-alih menempati rumah baru setelah menyerahkan uang ratusan juta Rupiah untuk membeli satu unit rumah tipe 36/72 di Rivera Hills, Cinangka, Depok, Jawa Barat, Wahyu kini tengah cemas. (Baca: Agar Tidak Tertipu Pengembang Nakal)

Jurus bujuk rayu yang dikeluarkan pihak developer meluluhkan hati Wahyu. Pria berusia 39 tahun ini pun bersedia membayar secara hard cash (tunai keras) sebesar Rp 235 Juta, termasuk biaya balik nama Sertifikat Hak Milik dan Izin Mendirikan Bangunan.

Faktor lain yang membuat Wahyu tertarik dengan klaster ini adalah lokasi strategis, fasilitas memadai, plus pemandangan hijau nan tenang.

Sang pengembang tampak kian meyakinkan saat ia diajak berjalan-jalan dengan mobil pihak pengembang untuk melihat unit-unit yang sudah rampung, seperti ditulis Jumat (22/1/2016).

Selama proses pengerjaan rumah berlangsung, ia juga meminta jaminan berupa surat Perjanjian Pengikatan Jual-Beli (PPJB) dari notaris. Namun selang sebulan sejak penyerahan uang rumah, surat tersebut pun diterima olehnya.

Karena sistem pembangunan rumah di Rivera Hills dilakukan secara indent selama enam bulan, maka sekitar Maret 2014 Wahyu kembali menyambangi lokasi untuk memantau perkembangannya.

Betapa kagetnya ia ketika mengetahui rumah miliknya yang berada di Blok D3 No. 26, belum selesai dibangun oleh pihak developer PT Permata Bangun Adipraja (PBA).

Tak mau berpikir lama, ia pun mengungkapkan keluhannya kepada staf PBA, Pak Ibnu dan Pak Wahyu, yang ternyata sudah tak bekerja lagi di sana.

Kondisi rumah Wahyu yang berada di Blok Blok D3 No. 26, perumahan Rivera Hills. (Doc: Wahyu Ardianto)

Kendala yang ia temui pun bertambah di pertengahan 2014. Kantor marketing Rivera Hills yang berada persis di depan pintu gerbang perumahan tiba-tiba saja tutup, beserta aktivitas pembangunan yang terhenti.

Sementara kabar yang didapatnya pada pertengahan tahun 2015 adalah Rivera Hills telah diambil alih oleh pengembang baru, yang membuka kantor pemasaran di kawasan Pondok Cabe. PT Permata Bangun Adipraja pun sudah tutup.

Saat Wahyu dan konsumen yang senasib mendatangi kantor baru tersebut, pihak pengembang berjanji akan segera menyelesaikannya. Beberapa bulan kemudian, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) diterima Wahyu namun belum atas nama pribadinya (nama tercantum di sertifikat adalah Inkopal). Padahal perjanjian di awal, bukti legalitas yang diterimanya adalah SHM.

"Sampai sekarang kondisi rumah saya masih belum selesai, baru berupa atap, pondasi, dan struktur bangunan. Sedangkan bukti tertulis yang saya pegang hanya kwitansi pembelian, PPJB, dan SHGB," tandas Wahyu.

Yang lebih mengejutkan lagi, pengembang baru berdalih pihaknya lebih memprioritaskan pembangunan rumah KPR ketimbang konsumen dengan menggunakan cash keras. Jika sudah begini, apa yang sebaiknya dilakukan?.

Menurut Konsultan Hukum, Reza Krisna Adi Praya, ada dua cara untuk menyelesaikan kasus seperti ini. Jalur hukum perdata dan jalur hukum pidana. Jika konsumen menginginkan uangnya kembali (kemungkinan tidak 100 persen), maka jalur perdata bisa dilakukan. Terlebih dahulu konsumen memberi somasi kepada pengembang, lalu mengajukan kasus ini ke Pengadilan Negeri setempat.

Sementara untuk pidana, konsumen bisa mengadukan hal ini ke kantor kepolisian dengan tuduhan penipuan. Kumpulkan bukti-bukti tertulis yang akurat, dan jadikan salah satu staf pengembang sebagai saksi dari kasus ini.

Namun Reza menegaskan, bahwasanya penyelesaian hukum pidana kerap mengalami banyak kendala dan jarang memberikan hasil yang memuaskan.

Berkaca pada kasus ini, Reza membenarkan jika ada baiknya pembelian rumah dilakukan secara KPR, meski Anda mampu membelinya dengan tunai keras atau tunai bertahap. Selain lebih aman karena dinaungi oleh bank, pembelian rumah dengan sistem KPR biasanya juga sudah termasuk biaya asuransi. (Baca: Plus Minus Membeli Rumah dengan KPR)

Semoga kisah Wahyu bisa menjadi pelajaran untuk Anda yang hendak membeli rumah. Cermati kredibilitas, legalitas, dan komitmen pengembang perumahan dengan seksama sebelum membeli. Khusus bagi Anda yang saat ini tengah mencari rumah di Depok, Jawa Barat, ulasan proyek yang akurat dan terpercaya seputar perumahan di sana bisa Anda simak di Rumah.com. (Fathia A/Ahm)

Foto: Pixabay

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya