Banjir Kritikan, UU Tapera Berpotensi Cacat Formal

UU Tapera dianggap berpotensi cacat formal karena DPR melangkahi pembahasan UU bersama DPD.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Feb 2016, 18:55 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2016, 18:55 WIB
20160224-Ketua DPR Ikuti Bedah UU Tapera
Ketua DPD RI Irman Gusman menjadi pembicara, Jakarta, (24/2). UU Tapera tidak menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab mengelola dana perumahan dan semangat filosofinya bertolak belakang dengan UU PKP. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengesahan Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) menuai kritikan dari pengusaha, termasuk anggota parlemen di DPD RI. UU Tapera dianggap berpotensi cacat formal karena DPR melangkahi pembahasan UU bersama DPD.

Ketua DPD RI, Irman Gusman mengungkapkan, pengesahan RUU Tapera menjadi UU dilalui tanpa melakukan pendalaman sehingga ujuk-ujuk UU tersebut diketok dalam Sidang Paripurna, kemarin (23/2/2016). Padahal pembahasan UU harus melalui mekanisme tripatrit, terdiri dari pemerintah, DPR dan DPD.

"DPD merasa tidak dilibatkan, UU sudah hadir saja jadi ini tidak melewati mekanisme tripatrit. Sehingga berpotensi cacat formal, karena belum 24 jam UU disahkan, stakeholder termasuk kami mempertanyakan UU tersebut," tegas Irman saat acara FGD UU Tapera di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (24/2/2016).

 


Keluhan lainnya, kata Irman, mengenai isi atau substansi UU Tapera yang masih harus pendalaman. Tentunya dengan melibatkan pengusaha, dan masyarakat sehingga mengindikasikan produk hukum tersebut hanya berpihak pada kelompok atau sektor tertentu.

"Kesannya buru-buru sekali UU ini keluar karena substansi UU ini hanya menyangkut pengelolaan uang tabungan, bukan pengadaan rumahnya. Esensi ini berbeda dengan tujuan dari UU Tapera. Jadi kita ingin mengajukan ke pimpinan DPR untuk dibahas lagi," jelasnya.

Menurut Irman, perumahan rakyat merupakan suatu keniscayaan dan kewajiban bagi negara untuk melaksanakannya. Negara harus berperan dalam tabungan perumahan rakyat, supaya kekurangan rumah (backlog) cepat teratasi.

"Kita tidak mau Indonesia hanya bertumbuh secara makro, Produk Domestik Bruto (PDB) bisa naik sampai US$ 6 triliun dengan pendapatan per kapita US$ 20 ribu di 2045, tapi kita mau pertumbuhan ekonomi bisa dinikmati merata di seluruh Indonesia. Termasuk menyediakan perumahan rakyat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah," terangnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komite II DPD RI, Parlindungan Purba menganggap lahirnya UU Tapera merupakan UU tercepat di Indonesia. Alasannya tidak sampai 2 bulan pembahasan, Rancangan UU Tapera disahkan menjadi UU.

"Saya tidak tahu kenapa hanya dua bulan pembahasan, UU ini sudah keluar. Ini rasanya UU paling cepat keluar jadi ada peluang cacat formal," paparnya.

Ia mengaku, telah mendapatkan pendapat dari masyarakat dan pengusaha, di mana beberapa diantaranya meminta pengajuan judical review atas terbitnya UU Tapera. "Tapi ini kan masalah perorangan. Kita mau bahas dulu, karena ini bukan bagaimana mencari duitnya tapi pengadaan rumah untuk MBR," tandas Parlin.(Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya