Liputan6.com, Jakarta Pengembangan kota baru Meikarta saat ini tengah ramai diperbincangkan. Bukan lagi karena promosinya yang besar-besaran, melainkan karena tersandung masalah perizinan seperti yang dilayangkan Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar.
Pihaknya meminta proyek besutan Lippo Group itu menghentikan pembangunan lantaran dinilai belum mematuhi prosedur yang berlaku.
Menurut Deddy, dalam Peraturan daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan, pengembangan kawasan di kabupaten/kota yang menjadi bagian metropolitan harus terlebih dulu mendapat rekomendasi Pemprov Jabar.
Advertisement
Di Jawa Barat sendiri, terdapat tiga kawasan metropolitan yang akan dikembangkan Pemprov. Pertama di Bandung Raya dan kedua di Cirebon Raya. Sedangkan ketiga mencakup Bodebekkarpur (Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, dan Purwakarta) yang merupakan twin metropolitan atau kembaran Jakarta.
(Jangan salah beli apartemen! Simak dulu ulasannya di Review Properti)
Tidak hanya belum adanya rekomendasi, pembangunan Meikarta juga diklaim belum mengantongi izin yang bisa menjadi dasar untuk pengembangan dan pemasaran.
Dihubungi Rumah.com, Kamis (3/8), Ali Tranghanda selaku CEO Indonesia Property Watch berpendapat pemasaran yang dilakukan pihak Meikarta sebenarnya bukan tindakan ilegal, meski di satu sisi hal tersebut juga tidak bisa dibenarkan.
“Jika sudah mengantongi Izin Pembangunan (IP), pengembang sah-sah saja melakukan penjualan. Namun demikian, khawatir akan perlindungan konsumen maka sebaiknya pemasaran boleh digencarkan saat izin sudah keluar. Jadi ada kepastian hukum lah,” katanya.
Baca juga: Cerdik Menyeleksi Apartemen Mahasiswa untuk Remaja
Merujuk Pasal 42 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2011, disebutkan bahwa pemasaran rumah susun (apartemen) sudah boleh dilakukan sebelum bangunannya selesai dengan catatan telah memenuhi sejumlah syarat. Beberapa diantaranya:
- Kepastian peruntukan ruang yang ditunjukkan melalui surat keterangan rencana kota yang sudah disetujui Pemerintah Daerah.
- Kepastian hak atas tanah yang ditunjukkan melalui sertifikat hak atas tanah.
- Kepastian status penguasaan rumah susun, yakni berupa Sertifikat Hak Milik satuan rumah susun atau berupa sertifikat kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun.
- Perizinan pembangunan rumah susun yang ditunjukkan melalui Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pahami Tata Cara Mengurus IMB di sini.
Sementara berdasarkan Pasal 43 ayat (2) UU Rumah Susun, proses jual beli satuan rusun yang dilakukan sebelum pembangunan selesai dapat dilakukan melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), yang dibuat di hadapan notaris. Hal ini bisa ditempuh setelah syarat berikut terpenuhi.
- Status kepemilikan tanah
- Kepemilikan IMB
- Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU)
- Keterbangunan paling sedikit 20% volume konstruksi bangunan rusun
- Dan hal yang diperjanjikan mulai dari kondisi satuan rusun yang dibangun dan dijual kepada konsumen. Termasuk melalui media promosi seperti lokasi, bentuk, spesifikasi bangunan, harga, PSU, serta fasilitas lain dan waktu serah terima.
“Pasal-pasal tersebut sebenarnya dipahami hanya saja pengaplikasiannya masih abu-abu. Dan menjual unit secara Nomor Urut Pembelian (NUP) seraya mengurus perizinan adalah hal umum di bisnis properti. Latar belakang pengembang menggunakan strategi ini adalah semata-mata untuk meraih keuntungan sebab ada cashflow di depan,” Ali menambahkan.
Menyangkut perizinan, layaknya semua pihak pengembang sudah memahami bahwa birokrasi di Indonesia terbilang masih sangat lambat. Inilah yang kerap kali menyebabkan pengembang menempuh cara lain.
“Pengembang beralasan NUP dulu kan gak masalah. Gak ilegal. Istilahnya konsumen nitip uang dulu, nanti kalau izin sudah terbit baru diminta bayar DP dan langsung pilih unit. Namun sayangnya, NUP itu sendiri ada yang bisa dikembalikan ada yang tidak tergantung kebijakan pengembang. Nah ini yang seringkali menyebabkan hak konsumen tergadaikan,” tukasnya.