Putusan Dewan Etik Quick Count

Tampilnya mereka untuk menjawab kebingungan masyarakat dan gelisahnya kalangan ilmiah, ‘Bagaimana bisa ada 2 pemenang?’

oleh Liputan6 diperbarui 17 Jul 2014, 00:36 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2014, 00:36 WIB
Ilustrasi Prabowo - Jokowi (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi Prabowo - Jokowi (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Hanz Jimenez Salim, Ahmad Romadhoni, Silvanus Alvin, Luqman Rimadi

Punggawa-punggawa itu akhirnya tampil terkait polemik quick count atau hitung cepat pesta demokrasi sepekan lalu. Tampilnya mereka untuk menjawab kebingungan masyarakat dan gelisahnya kalangan ilmiah atas ramalan pemenang pesta demokrasi 9 Juli 2014 lalu, ‘Bagaimana bisa ada 2 pemenang?’

Di ruangan tertutup di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, para pimpinan lembaga survei itu harus menjelaskan secara ilmiah proses quick count pada Pilpres 2014 lalu. Mengapa hasil perhitungan mereka memenangkan capres nomor 1 Prabowo Subianto dan si nomor 2 Joko Widodo (Jokowi).

Mereka berhadapan dengan Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Proses audit terhadap lembaga survei ini digelar dalam 2 hari, 15-16 Juli 2014.

Mereka yang memenangkan Prabowo dan cawapres Hatta Rajasa, yakni Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesia Research Center (IRC), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI). Namun hanya 2 saja yang diundang untuk proses audit ini. Yakni JSI dan Puskaptis.

Sementara itu, 8 lembaga survei yang hasil hitungnya memenangkan Jokowi-JK, yakni Populi Center, CSIS-Cyrus Network, Litbang Kompas, Indikator Politik, LSI, RRI, SMRC, dan Pol Tracking Institute. Namun hanya 5 saja yang diundang untuk menjalani sidang etik. Mereka ialah Indikator Politik, Poltracking, CSIS-Cyrus Network, SMRC, dan Populi Center.

Hasilnya?

Dari 7 lembaga ini, 2 di antaranya harus dikeluarkan dari keanggotaan Persepi. Mereka dinyatakan melanggar kode etik. Keduanya adalah Puskaptis dan JSI. 2 Lembaga yang hasil hitung cepatnya memenangkan Prabowo-Hatta itu dikeluarkan karena tak memenuhi panggilan Dewan Etik.

"Dewan etik Persepsi memutuskan JSI dan Puskaptis melanggar kode etik dan dikeluarkan dari anggota Persepi," kata Ketua Dewan Etik Persepsi, Hari Wijayanto Rabu (16/7/2014).

Sementara itu, anggota Dewan Etik Persepi Hamdi Muluk mengatakan, JSI hanya menyerahkan surat ketidakhadirannya dan juga surat pengunduran diri dari keanggotaan Persepi. Dengan alasan tidak ingin terlalu jauh masuk dalam polemik hitung cepat Pilpres 2014.

Sedangkan Puskaptis, jelas Hamdi, berpendapat audit harus dilakukan terhadap seluruh lembaga survei setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan pemenang Pilpres pada 22 Juli.

Juga meminta semua lembaga menandatangani pernyataan sikap yang hasil hitung cepatnya salah atau berbeda dengan penghitungan real count KPU harus bersiap untuk dibubarkan. Padahal, menurut Hamdi, proses audit tidak harus menunggu hasil penghitungan suara KPU. Karena proses audit merupakan domain ilmiah dan profesional.

"Dengan tidak memenuhi panggilan untuk mempresentasikan hasil quick count, maka Dewan Etik Persepi menganggap kedua lembaga tersebut tidak memiliki itikad baik untuk mempertanggungjawabkan kegiatan ilmiah yang sudah menimbulkan kontroversi di masyarakat," ucap Hamdi.

Lalu bagaimana dengan lembaga survei lainnya?

Ketua Dewan Etik Persepsi, Hari Wijayanto menyatakan, lembaga survei yang diaudit telah memenuhi kaidah ilmiah untuk melakukan hitung cepat. "Lembaga survei yang diaudit juga telah menjelaskan proses penghitungan hasil quick count dengan software yang digunakan, data-data mengenai sampel juga sudah jelas, dan tahapan persiapan hingga pelaksanaan survei juga telah dijelaskan."

Terkait hasil audit ini, juru bicara pasangan Jokowi-JK Anies Baswedan meminta lembaga survei yang dianggap olehnya cukup kredibel untuk tidak berhenti dan takut menyampaikan fakta serta hasil survei yang sesuai dengan kaidah keilmuan yang berlaku.

Agar menjadi pembelajaran politik, Rektor Universitas Paramadina ini mengusulkan agar diberlakukan sanksi bagi lembaga survei yang terbukti bersalah dan melakukan survei tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku.

"Dengan begitu jadikan pilpres ini sebagai saringan, mana institusi terpercaya dan mana bermasalah. Ini kesempatan bagus. Yang bermasalah diberi hukuman secara profesi maupun proses hukum lainnya juga harus dilakukan," ucap akademisi berusia 45 tahun tersebut.

Namun apapun hasilnya audit Dewan Etik Persepi ini, keputusan pemenang hasil Pilpres 2014 tetap berada di tangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kini masih sibuk menghitung. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meyakini, hasil hitung KPU ini kredibel.

Anggota Bawaslu Nasrullah menilai, kemungkinan manipulasi data sangat sulit terjadi. Dia memastikan, dokumen pengawasan Pilpres ada di setiap tingkatan. Pembanding data yang dimiliki pengawas Pilpres juga dapat diperiksa dengan mudah.

"Kalau ingin melakukan perubahan pada berita acara tampaknya sulit. Karena prosesnya (pengawasan) begitu banyak," kata Nasrullah.

Sementara kedua kubu capres-cawapres tak hanya diam menunggu hasil KPU. Mereka menurunkan prajurit hukumnya untuk mengawal proses perhitungan KPU berjalan baik.

Jokowi-JK menyiapkan sebanyak 64 pengacara. "Setiap kehilangan 1 suara pun itu tetep akan kita urus. Setiap perubahan 1 suara akan kita kejar," ucap Jokowi.

Sementara lawannya, Prabowo-Hatta telah membentuk tim advokasi 2 ribu advokat. Ribuan orang itu diberi nama Tim Pembela Merah Putih (TPMP). Prabowo masih yakin bakal menang. Dia pun menunggu pernyataan siap kalah dari kubu Jokowi-JK.

"Saya berkali-kali mengatakan kami akan hormati keputusan rakyat, tapi saya menunggu, Pak Din, dari pihak sana mengungkapkan yang sama. Tidak satu kali pun terucap," kata Prabowo 15 Juli 2014 lalu. (Riz)

Baca juga:

Profil Lembaga Survei Pembuat Quick Count Pilpres 2014 (I)

Profil Lembaga Survei Pembuat Quick Count Pilpres 2014 (II)

Profil Lembaga Survei Pembuat Quick Count Pilpres 2014 (III)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya