Liputan6.com, Jakarta - Munculnya kasus-kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum dokter di berbagai wilayah membuat geram berbagai pihak.
Salah satu yang mengungkapkan kekesalannya terhadap kasus ini adalah Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto. Ia menyebut pelecehan dan kekerasan seksual sebagai tindakan paling tercela yang mencoreng profesi kedokteran.
Baca Juga
Ia pun mengapresiasi langkah cepat aparat penegak hukum yang telah mengamankan pelaku karena kasus ini telah masuk ke ranah pidana.
Advertisement
“Masyarakat telah menyerahkan hidup dan matinya kepada dokter. Sudah semestinya kepercayaan sebesar itu dibalas dengan tanggung jawab moral yang tinggi dan kompetensi yang mumpuni,” ujar Edy dalam pernyataan resminya dikutip Jumat (18/4/2025).
Politisi PDI Perjuangan tersebut mengaku sangat kecewa atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh tenaga medis. Menurutnya, jika seseorang telah melanggar hukum, hampir bisa dipastikan ia juga telah melanggar kode etik dan moral profesinya.
Edy mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah memberikan kerangka kerja yang jelas untuk menciptakan ekosistem pelayanan kesehatan yang bermartabat. Dalam UU tersebut, menurutnya, telah dirancang sistem pendidikan, standar layanan, hingga mekanisme pengawasan etik dan kompetensi profesi secara terintegrasi.
“Dalam UU Kesehatan yang baru, konsil kesehatan, majelis etik, dan majelis disiplin kini berada langsung di bawah negara, bukan lagi hanya di bawah organisasi profesi. Harapannya, ini menjadi alat kontrol yang efektif untuk menjaga standar moral dan kompetensi tenaga medis dan tenaga kesehatan,” kata Edy.
Soroti Peran Kemenkes
Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini juga menyoroti peran pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan.
Menurutnya, Kemenkes telah diberikan kewenangan untuk mengatur perizinan pelayanan kesehatan. Selain itu, ada tugas dan fungsi kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, serta sinergi dengan organisasi profesi yang sudah diatur dalam UU 17/2023.
Stakeholder ini menurut Edy seharusnya bisa menjaga moral, etik, dan kompetensi dokter. “Namun mengapa kasus-kasus tidak bermoral seperti ini masih saja terjadi?” ujar Edy.
Advertisement
Baru Bertindak Setelah Kasus Viral
Ia mengkritisi respons lambat dari para pemangku kepentingan di sektor kesehatan yang baru bertindak setelah kasus mencuat ke publik.
Salah satu contohnya adalah pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang baru dilakukan setelah kasus viral. Edy menilai hal ini sebagai bukti lemahnya sistem mitigasi dan pengawasan etik yang seharusnya dapat mencegah terjadinya pelanggaran sejak awal.
“Komisi IX DPR RI mendorong agar institusi pendidikan, kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, organisasi profesi, dan pemerintah bersinergi serta membangun sistem koordinasi yang kuat. Jangan sampai fungsi pengawasan hanya menjadi formalitas tanpa substansi,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, Komisi IX berencana memanggil Kementerian Kesehatan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap ekosistem kesehatan nasional yang dinilai belum berjalan secara efektif.
