Polda Sulselbar Didesak Telusuri Dugaan 'Gayus' Makassar

JD sebelumnya dijatuhi vonis 12 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Makassar dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

oleh Eka Hakim diperbarui 20 Nov 2015, 10:28 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2015, 10:28 WIB
Ilustrasi Kasus Suap
Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Makassar - Anti-Corruption Committee (ACC) Sulawesi Selatan mendesak Kementerian Hukum dan HAM dan Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar, menelurusi indikasi praktik suap dan gratifikasi dalam kasus dugaan pemberian fasilitas kepada Jusmin Dawi. Jusmin merupakan terpidana kasus korupsi kredit fiktif kepemilikan mobil pada Bank Tabungan Negara Syariah senilai Rp 44 miliar lebih.

Pemberian fasilitas yang diduga diberikan kepada Jusmin Dawi (JD), di antaranya kebebasan  beraktivitas di luar tembok Lapas Gunung Sari Klas 1 Makassar.

JD yang dijatuhi vonis 12 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Makassar dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan, ditengarai sering ke luar lapas dari pagi hingga dini hari, meski ia masih berstatus terpidana kasus korupsi.

Menurut Wakil Ketua ACC Sulsel Kadir Wokanubun, diduga sepanjang hari JD berada di luar tahanan, melakukan aktivitas seperti warga biasa. Ia juga diduga kerap sarapan dan makan siang di salah satu restoran di bilangan Jalan Sultan Alauddin Makassar dan berkeliaran di tempat-tempat hiburan malam, serta pulang ke rumahnya di Jalan Dahlia Makassar.
 
Tak hanya itu, kata Kadir, saat ke luar lapas, JD dijemput menggunakan kendaraan mewah seperti Mercedes Benz dan Toyota Alpard. JD juga ditengarai mendapat sejumlah fasilitas seolah bukan narapidana. Ia bebas melakukan aktivitas usaha di dalam maupun di luar Lapas. JD bahkan ditengarai menjalin sejumlah kontrak kerja dengan Kalapas dengan memanfaatkan fasilitas dan tenaga kerja dari narapidana.
 
Keluar masuknya JD dengan klaim asimilasi, menurut Kadir, patut diduga sebagai pelanggaran terhadap  PP No 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 TAHUN 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Juga diduga melanggar Permenkumham No 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
 
‎Menurut Kadir, sesuai Pasal 36 ayat 2 huruf C PP No 99 Tahun 2012, asimilasi diberikan kepada narapidana yang telah menjalani 2/3 (dua per tiga) masa pidana.

"Jika dihitung mulai dari vonis yang telah berkekuatan hukum tetap (incracht), pemberian asimilasi oleh pihak lapas kepada JD telah melanggar PP No 99 Tahun 2012 dan Permenkumham No 21 Tahun 2013, karena masa pidana JD belum sampai 2/3 masa tahanan syang merupakan syarat pemberian asimilasi," tegas Kadir.

"Asimilasi yang diberikan pihak lapas juga melanggar PP No 99 Tahun 2012 karena tidak melalui persetujuan Menkumham," lanjut Kadir.

Tak hanya itu, jika mengacu pada Permenkumham No 21 Tahun 2013, Pasal 24 ayat (1), pemberian asimilasi harus dibuktikan dengan melampirkan dokumen di antaranya bukti telah membayar lunas denda dan uang pengganti.

"Nah sejauh penelusuran ACC Sulawesi, denda dan uang pengganti tersebut belum dilunasi oleh JD, sehingga pemberian asimilasi melanggar ketentuan perundang-undangan," terang Kadir.

Dengan kejadian ini, kata Kadir, pihaknya ‎mendesak Menkumham dan Polda Sulselbar untuk menelurusi indikasi praktik suap dan gratifikasi yang melibatkan JD dan pihak lapas sehingga keduanya bisa dijerat dengan Pasal 12 UU Tipikor No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001.

Surat tertulis hasil kajian ACC Sulsel terkait kasus ini, kata Kadir, akan diteruskan kepada Presiden RI, Menkumham RI, Kakanwil Kemenkumham RI Propinsi Sulsel dan PoldaSulselbar.

Sebelumnya, Kepala Divisi Lapas Kementerian Hukum dan HAM Sulsel, Jauhar Fardin ditemui diruangan kerjanya di kantor Kementerian Hukum dan HAM Sulsel Jalan Sultan Alauddin, Makassar mengatakan dirinya tak mengetahui sama sekali tentang adanya aktifitas seorang terpidana kasus korupsi, Jusmin Dawi diluar lapas Kelas 1 Makassar dimana tempat ia menjalani hukuman badan.

"Saya Sama sekali tidak mengetahui dan mendengar kejadian itu sejak 3 minggu belakangan ini, "kata Jauhar kepada Liputan6.com, Selasa 20 Oktober.

Jika kejadiannya betul, Ia memerintahkan kepala Lapas Kelas 1 Makassar atau Pejabat sementara atau Plh Lapas kelas 1 Makassar untuk segera memasukkan kembali terpidana, jusmin Dawi dan tidak boleh dikeluarkan sambil menunggu Kepala Lapas Kelas 1 makassar yang sedang naik berhaji untuk kemudian melakukan klarifikasi.

‎"Saya memerintahkan kalapas atau Plh lapas kelas 1 Makassar untuk memasukkan kembali narapidana itu dan tidak boleh dikeluarkan sambil menunggu kalapasnya yang lagi naik haji untuk diklarifikasi ,"tegasnya.

Lebih lanjut, kata Jauhar jika nantinya terbukti, maka secara institusi dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulsel akan menerapkan sangsi baik secara administrasi maupun sangsi terberat pemecatan. ‎(Sun/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya