Liputan6.com, Semarang - Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dinas Kesehatan, Kepolisian, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kota Semarang menemukan daging busuk yang dijual di Pasar Bulu Semarang.
Penjualan daging busuk itu terungkap saat operasi mendadak di pasar tersebut, Kamis (17/12/2015) pagi.
Kepala Bidang Perlindungan Konsumen dan Kemetrologian Disperindag Kota Semarang, Brigida Mukti mengatakan, ada juga makanan yang tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa.
Menurut dia, kegiatan itu sebenarnya rutin dilakukan. Namun setiap menjelang hari besar keagamaan, frekuensinya ditingkatkan.
"Sidak digelar untuk memberi rasa nyaman masyarakat merayakan Natal dan Tahun Baru. Menariknya, ada makanan yang kemasannya tidak tercantum tanggal kedaluwarsa dan izin produksi yang tidak sesuai," kata Mukti kepada Liputan6.com, Semarang, Kamis (17/12/2015).
Sriatun sang penjual menyebut, telah salah menyimpan daging. Dia mencampurkannya bersama jeroan.
"Ambil saja, ini lama tidak laku. Ini salah simpan, digabung sama jeroan," kata Sriatun.
Makanan-makanan tak layak edar yang dikemas dengan baik juga ditemukan di sebuah swalayan di daerah Ngaliyan.
Komposisi bahan makanan juga berbeda antara kemasan dengan aslinya.
"Diproduksi di Semarang, tetapi izin produksinya menggunakan angka dari luar kota. Produk dari satu perusahaan, olahannya berbeda, tapi kodenya sama," jelas Mukti.
Imam, pengelola swalayan, justru menyalahkan karyawannya. Dia menilai kontrol dari karyawan kurang teliti karena banyaknya barang yang datang.
"Banyak barang datang, mungkin terlewatkan," ujar Imam.
Baca Juga
Diperketat
Petugas gabungan pun menyita daging dan makanan yang tidak memenuhi standar itu untuk diinventarisasi sebelum dimusnahkan. Hal itu dilakukan untuk memberikan rasa nyaman kepada masyarakat menjelang Natal dan tahun baru.
Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang, Ngargono mengemukakan, jelang Natal dan tahun baru permintaan daging, makanan dan minuman kemasan cukup tinggi. Oleh karena itu, dia meminta agar pengawasan diperketat.
"Selama tidak ada pengawasan ketat, maka akan ditemukan daging yang tidak sehat dan halal," kata Ngargono.
Menurut dia, pengawasan harus dilakukan dari tingkat produsen. Jika daging sapi berasal dari Boyolali, maka perlu dilakukan pengawasan ketat di sana. Kedua, pengetatan di tingkat hilir. Yakni, kewenangan di tingkat kabupaten dan kota.
Ada perda yang mewajibkan daging yang masuk dan akan diedarkan harus diperiksa terlebih dahulu. Apakah ini sudah dijalankan atau belum. Selain itu, konsumen harus cerdas saat membeli produk yang layak konsumsi. Konsumen juga kritis sebelum membeli.
"Agar gampang, libatkan lurah pasar. Sebab, mereka selama ini ikut mengawasi peredaran barang. Mereka yang tahu isi dan dinamika pasar," tutur Ngargono.
Untuk pengawasan di pasar modern, disarankan melibatkan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Mereka perlu diberdayakan untuk mengampanyekan kepada anggotanya dengan selalu menjual barang yang aman, halal, dan layak konsumsi.
"Sesekali terapkan hukuman denda dan kurungan karena mereka telah melanggar UU Perlindungan Konsumen," kata Ngargono.
Advertisement