Curug Cipendok dan Legenda Dewi Intan

Asal-usul Curug Cipendok tidak bisa dilepaskan dari sejarah kekalahan Pangeran Diponegoro hingga melahirkan legenda Dewi Intan.

oleh Aris Andrianto diperbarui 18 Mei 2016, 13:00 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2016, 13:00 WIB
Curug Cipendok
Curug Cipendok dan Legenda Dewi Intan.

Liputan6.com, Purwokerto - Angin berhembus cukup kuat di ujung air terjun di Banyumas. Hempasannya mampu menggoyahkan tubuh hingga terdorong ke belakang. Angin yang bercampur air itu pun membuat baju basah kuyup dalam waktu sekejap.

"Seperti terdorong dari depan karena kuatnya angin," ujar Yudi Setiyadi (25), pelancong lokal asal Banyumas, Selasa, 17 Mei 2016.

Yudi baru saja berwisata ke Curug Cipendok di Desa Karang Tengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas. Ia menghabiskan waktu sejenak sebelum kembali berkutat dengan laporan bulanan di lembaga tempat ia bekerja.

Curug atau air terjun Cipendok, merupakan satu dari ratusan curug yang berada di sabuk lereng Gunung Slamet. Gunung terbesar di Pulau Jawa ini, memiliki hutan yang masih alami dengan 209 sungai yang masih mengalir bening.

Di sungai-sungai itulah, curug-curug itu berada. Sebagian sudah mempunyai nama. Sebagian besar lagi, masih perawan dan belum bernama.

Curug Cipendok itu mempunyai ketinggian sekitar 93 meter. Airnya deras mengalir putih seperti salju. Apalagi saat difoto dengan kecepatan rendah, akan terlihat seperti butiran kapas yang terjatuh dari pohonnya.

Tidak hanya pesona alamnya yang menarik, kisah yang menyertai Curug Cipendok juga asyik untuk disimak. Masyarakat setempat meyakini ada peri penunggu Curug Cipendok yang bernama Dewi Intan. Itulah alasan warga Desa Karang Tengah Cilongok selalu mengadakan Gerebek Suran setiap tahun untuk menghormati Dewi Intan.

"Wedono Ajibarang yang bernama Raden Ranusentika menikahi Peri Dewi Intan yang menunggui curug itu," ujar Titut Edy Purwanto, budayawan lokal Banyumas.

Sang dewi mempunyai nama asli Sudem. Di samping curug, ada sebuah bukit yang diberi nama Bukit Sudem. Masyarakat percaya, di bukit itulah sang peri tinggal.

Nama Cipendok juga tak bisa dipisahkan dari sejarah Perang Diponegoro. Karena kalah perang, Belanda memerintahkan penguasa Banyumas untuk membuka lereng Gunung Slamet yang saat itu masih hutan belantara untuk dijadikan perkebunan.

Saat itu, Raden Ranusentika berupaya membuka hutan Gunung Slamet namun selalu gagal. Delapan bulan lamanya pekerjaannya sia-sia karena pohon yang sudah ditebang, esok harinya berdiri tegak kembali. Kejadian iitu terjadi berulang-ulang sehingga membuat bingung dan pusing Raden Ranusentika.

Ia lalu bersemedi di bawah curug. Di bawah curug itulah, ia menemukan kerangka keris yang juga dinamakan pendok. Setelah memiliki keris itu, ia bisa melihat makhluk halus di hutan itu.

"Sejak saat itulah, curug tersebut dinamakan Curug Cipendok," kata Titut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya