Gunung Slamet Makin Ramai, Berkah atau Musibah?

Para pendaki dari berbagai daerah berduyun-duyun mendaki Gunung Slamet.

oleh Aris Andrianto diperbarui 12 Mei 2016, 11:00 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2016, 11:00 WIB
Gunung Slamet
Gunung Slamet makin ramai pendaki

Liputan6.com, Purwokerto - Setiap libur akhir pekan, Gunung Slamet selalu dipadati pendaki, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pada liburan akhir pekan lalu, misalnya, tercatat 4.100 pendaki menggapai puncak Slamet.

Itu pun yang hanya tercatat di Pos Pendakian Bambangan Purbalingga. Belum lagi pendaki yang naik puncak melalui pos Baturraden, Guci dan Pemalang.

Para pendaki itu datang dari berbagai kota di Jawa Tengah, Jabar, Jatim, Yogyakarta, dan Jakarta. Jumlah pendakian ini, naik 10 kali lipat dari hari biasa. Bahkan, di antaranya ada pendaki dari India (2 orang), Romania (1) dan Australia (3 orang).

Penggiat lingkungan dari Komunitas Peduli Gunung Slamet, Dhani Armanto, mencatat beberapa tahun terakhir semua lokasi gunung hampir bisa dipastikan ramai. Ramainya kunjungan tidak diiringi dengan momentum penataan yang baik. Tidak ada sistem dan manajemen yang menghubungkan lima jalur pendakian yang ada.

Selain sampah yang menumpuk di gunung, limbah kotoran manusia juga akan menimbulkan risiko penularan penyakit manusia ke hewan asli kawasan seperti primata. Persoalan lainnya yakni pembukaan lahan untuk mendirikan tenda juga semakin masif.

“Menyedihkan, dari citra satelit terlihat bahwa tutupan pohon di jalur Bambangan semakin terbuka. Ini menandakan semakin kritisnya kawasan Gunung Slamet,” kata Dhani Armanto, Rabu 11 Mei 2016.

Ia mengatakan kondisi Gunung Slamet saat ini sudah pada tahap kritis. Berbagai kerusakan yang terjadi sudah di luar kapasitas ekosistem untuk memulihkan diri. “Pembabatan hutan akan semakin luas,” ucap dia.

Menurut Dhani, ada tiga kelompok yang paling berperan atas terjadinya kerusakan Gunung Slamet. Pertama, Perum Perhutani yang gagal menjalankan mandat menjaga hutan di Jawa. Kedua, para pendaki dan wisatawan yang hanya melihat alam dan masyarakat tepi hutan sebagai objek kesenangan saja karena merasa sudah membayar.

“Ketiga adalah pemerintah yang hanya memosisikan masyarakat tepi hutan sebagai penjaga hutan tanpa pernah berpikir bagaimana mereka bertahan hidup di tepi hutan,” kata dia.

Ia menyarankan agar pendakian ke Gunung Slamet untuk sementara waktu dimoratorium. Moratorium diperlukan untuk memulihkan kondisi Slamet yang saat ini sudah rusak.

Gunung Slamet makin banjir pendaki (Liputan6.com / Aris Andrianto)

Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Dinbudparpora) Purbalingga, Subeno, mengatakan tren mendaki ini menunjukkan minat khusus pendakian ke Gunung Slamet meningkat. Para peminat sebagian besar dari kalangan remaja hingga pemuda-pemudi.

Mereka dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Jumlah pendaki ini juga melebihi pada saat pendakian saat HUT kemerdekaan RI dan pada pergantian tahun.    

“Jika dibanding hari biasa, pendakian pada akhir pekan lalu naik 10 kali lipat," ujarnya.

Dia mengatakan, pihaknya menyetorkan pendapatan dari tiket masuk sekitar Rp 4 juta. Tiket pendakian ke Gunung Slamet terbilang paling murah, setiap pendaki dikenai tiket Rp 5.000 yang terbagi Rp 4.000 untuk kas daerah Pemkab, dan sisanya untuk Tim SAR,” kata Subeno.

Meski libur akhir pekan hingga hari Minggu 8 Mei 2016, kata dia, beberapa pendaki hingga Senin 9 Mei 2016 masih terlihat di pondok pemuda yang menjadi pos pendakian awal di Bambangan. Sebelumnya, para pendaki mulai membanjiri pos pendakian di Dukuh Bambangan, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, pada Kamis 5 Mei 2016 pagi.

“Mereka kebanyakan datang secara berombongan. Dalam satu grup antara 5–10 orang, bahkan ada yang 20 orang. Namun juga ada yang datang dua orang dalam satu kelompoknya,” kata Subeno.

Berkah atau Musibah?

Berdasar data yang tercatat di pos Bambangan, para pendaki berasal dari Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Tasikmalaya, Semarang, Madiun, Surabaya dan sejumlah kota lainnya di Jateng, Jatim dan Jabar.

“Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, semua pendaki kami data di pos Bambangan. Setiap ketua kelompok juga kami wajibkan meninggalkan identitas  berupa KTP atau SIM serta nomor kontak,” kata Subeno.

Petugas di posko Bambangan yang dibantu dari SAR Purbalingga serta relawan Gunung Slamet juga membagikan lembaran informasi berupa jalur pendakian, serta tata cara dan larangan selama melakukan pendakian ke puncak Gunung Slamet.

“Lembar informasi ini untuk member kemudahan bagi para pendaki yang hendak menuju puncak. Jika terjadi sesuatu pada rombongannya, bisa segera mengontak pada nomor kontak yang tertera dalam lembaran tersebut,” ujar dia.
      
Subeno, juga mengingatkan kepada para pendaki untuk tetap menjaga kesehatan serta kelestarian lingkungan selama di puncak dan jalur pendakian. Para pendaki dihimbau untuk tidak membuang sampah sembarangan, dan wajib membawa turun kembali sampah yang dihasilkannya.

Semua pendaki sebelum ke puncak juga dibekali kantong plastik untuk tempat sampah. Kantong ini diserahkan kembali di pos Bambangan dan tentunya berisi sampah. Para pendaki juga tidak boleh menebang pohon serta memetik bunga Edelweis.

“Kami bekerja sama dengan SAR dan relawan juga memantau di beberapa pos pendakian, harapannya agar para pendaki ikut menjaga kelestarian hutan dan vegetasi yang ada di Gunung Slamet,” kata Subeno.

Gunung Slamet makin banjir pendaki (Liputan6.com / Aris Andrianto)

Subeno menambahkan, dari target retribusi pendakian Gunung Slamet tahun 2016 sebesar Rp 14 juta, hingga Senin (9/5) sudah terpenuhi jauh melebihi target. Dinbudparpora telah menyetorkan pendapatan Rp 41 juta.

“Kami optimistis pendapatan akan bisa bertambah lagi. Jika pendakian tidak ditutup karena aktivitas gunung berapi, maka masih ada momen besar untuk pendakian seperti pada peringatan HUT kemerdekaan, dan pergantian tahun,” kata Subeno.

Petugas SAR di pos Bambangan, Slamet Heriansyah menambahkan, dengan membludaknya jumlah pendaki, pihaknya sempat kesulitan mendapatkan air bersih. Di sekitar pos Bambangan, tidak ada sumber air.

Untuk memenuhi kebutuhan air harus membeli dari penjual atau membeli ke PDAM. “Ketika pendakian semakin ramai, tidak turun hujan, sehingga kebutuhan air untuk MCK, sempat tersendat. Namun, akhirnya bisa teratasi,” kata Slamet.

Slamet menambahkan, hingga Senin (9/5/2016) semua pendaki yang naik antara hari Kamis–Jum’at (5 – 6/5/2016) sudah turun semuanya. Tidak ada kejadian atau musibah apa pun, karena semua pendaki mematuhi petunjuk yang disampaikan oleh petugas di posko Bambangan.


Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya