Liputan6.com, Pekanbaru - Inspeksi mendadak (sidak) Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead di Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, diadang beberapa petugas keamanan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Untuk menghalangi Nazir masuk ke areal pembangunan hutan tanaman industri yang diduga bermasalah itu, petugas keamanan mengaku seorang anggota Kopassus. "Saya anggota Kopassus," kata seorang petugas keamanan perusahaan menjawab pertanyaan Nazir, Rabu, 7 September 2016.
Setelah ditanyai secara serius, pihak keamanan perusahaan tadi meralat pernyataannya. "(Saya) alumni bela negara grup 3 Kopassus," timpal pria yang memakai baju keamanan perusahaan itu.
Tak ingin terlibat perdebatan lebih panjang dan terjadi kontak fisik, Nazir tak ingin lebih jauh masuk ke areal yang sudah dibangun kanalnya itu. "Saya rasa sudah cukup, nggak perlu lagi masuk ke dalam," ucap Nazir.
Sebelum itu, beberapa petugas keamanan perusahaan menanyakan maksud dan tujuan Nazir ke lahan yang baru dibuka. Petugas keamanan menanyakan izin BRG untuk memasuki areal perusahaan.
"Bapak (Nazir) ada izin masuk. Dari perusahaan belum ada konfirmasi, harus ada izin," kata pihak keamanan yang tak diketahui namanya itu.
Mendapat perlakuan seperti ini, Nazir menegaskan bahwa sidak tidak perlu ada izin dari perusahaan. "Ini sidak, tidak perlu izin," kata Nazir.
Setelah melihat dari kejauhan areal yang baru dibangun, Nazir menyatakan PT RAPP tidak kooperatif dengan pemerintah Indonesia. "Itu kesimpulan hasil kunjungan ini," tegas Nazir.
Sebelumnya, kata Nazir, pihaknya sudah mengundang perusahaan ke kantor BRG dan memberikan data versi perusahaan terkait pembangunan areal yang diduga berkonflik dengan masyarakat itu.
"Tentunya, kita tidak mau hanya sebelah saja. Harus ada pengecekan ke lapangan," kata Nazir.
Indikasi Tindakan Ilegal
Dalam sidaknya itu, Nazir mengaku menemukan indikasi kuat telah terjadi tindakan ilegal dan melanggar hukum di lapangan. Dia berjanji melaporkan hal ini ke penegak hukum.
"Kami akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kami juga akan memanggil pihak perusahaan. Sektor swasta perlu menunjukkan itikad baik. Apalagi jika sudah mempunyai kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan," kata dia.
Menurut Nazir, sidak di areal salah satu anak perusahaan PT RAPP/APRIL itu sebagai respon terhadap pengaduan warga di Desa Bagan Melibur, Kecamatan Mebaru, terkait pembangunan sejumlah kanal dan pembukaan gambut oleh perusahaan tersebut.
BRG menilai ada indikasi keberadaan gambut dalam (di atas 5 m) pada areal konsesi yang baru dibangun itu. Hal ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
"Peraturan tersebut dengan tegas melarang pembuatan kanal yang mengakibatkan gambut menjadi kering. Areal bergambut dengan kedalaman tiga meter atau lebih wajib dilindungi," ucap dia.
"Pembukaan lahan gambut yang berfungsi lindung juga dilarang. Penanggung jawab usaha di mana kegiatan perusakan gambut itu terjadi wajib melakukan penanggulangan kerusakan gambut," sambung Nazir.
Sementara itu, Manejer Corporate Communication PT RAPP Djarot Handoko menyesalkan kurangnya koordinasi pihak keamanan sehingga kunjungan rombongan BRG tidak sesuai rencana.
"Atas kejadian ini, kami sudah menindak tegas dan meminta pihak keamanan kami untuk segera mereview ulang seluruh prosedur keamanan perusahaan di lapangan," kata Djarot.
Dia menyebutkan, Direksi PT RAPP telah menerima masukan dari BRG perihal hasil dari kunjungan tersebut. RAPP sedang berkoordinasi dan akan mendiskusikan hasil verifikasi dengan pihak BRG dalam hal pengelolaan lahan gambut, dalam pekan ini.
"Adapun izin operasional kami berdasarkan Peraturan dan Perundangan yang berlaku. Dan dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan senantiasa berkoordinasi dengan pemangku kepentingan dan selalu merujuk kepada Rencana Kerja Tahunan," kata Djarot.
Advertisement