Liputan6.com, Yogyakarta - Perangko dan kartu pos Indonesia sesudah proklamasi ternyata ditakuti oleh Belanda yang keberadaannya ketika itu belum hilang sepenuhnya dari Tanah Air. Sebagai medium berkirim pesan, kartu pos yang ditempeli perangko kala itu dibubuhi kata merdeka. Tidak hanya itu, gambar bendera Merah Putih juga terpampang di sana.
"Ada kartu pos dan perangko yang dipamerkan dalam pameran kali ini. Gambar bendera Merah Putih diberi coretan warna biru di bawah putih, sehingga menjadi bendera Belanda," ujar Ahmad M Ramli, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), seusai pembukaan Pameran Nasional Filateli (Panfila) Jogja 2016 di Phytagoras Hall Taman Pintar Jogja, Selasa, 9 November 2016.
Kartu pos berperangko tersebut dikirim oleh seseorang ke Singapura lewat bantuan Palang Merah Indonesia (PMI) pada 1946. Kalimat berupa propaganda bangsa Indonesia merdeka juga dicoret dengan spidol hitam.
Tentara NICA yang masih berada di daerah perbatasan menerima kartu pos tersebut dan menyortirnya sebelum disampaikan ke penerima.
"Kalau ada kartu pos berperangko melewati pos tentara Belanda, pasti langsung disortir seperti itu. Mereka tidak suka dan merasa eksistensinya terancam dengan kalimat dan bendera Indonesia," ucap dia.
Baca Juga
Sebelum mengenal perangko, biaya pengiriman surat dilunasi oleh penerima surat. Sistem itu merugikan pihak pos karena banyak penerima surat yang tidak mau melunasi biaya pengiriman surat saat ditagih petugas pos.
Sir Rowland Hill sebagai penggagas perangko pertama di dunia pada 1840 melihat fenomena itu. Ia melihat seorang gadis menerima surat dari petugas pos.
Setelah mengamati isi surat, perempuan itu pun mengembalikan surat kepada petugas pos dan enggan membayar. Ketika ditanya Rowland Hill, perempuan itu menerangkan bahwa surat itu dari kekasihnya dan sudah paham isi surat tersebut tanpa harus membuka karena ada beberapa kode yang tercantum dan hanya dimengerti oleh perempuan dan kekasihnya sehingga merasa tidak perlu membayar ongkos kirim surat.
Di Indonesia, Jalan Raya Anyer-Panarukan sepanjang 1.000 kilometer semula dibangun sebagai prasarana hubungan pos di Jawa pada 1809. Pembuatan jalan yang diprakarsai oleh Gubenur Jenderal Daendels diselesaikan dalam waktu setahun dan dikenal dengan nama Jalan Raya Pos.
Ahmad menilai sekalipun saat ini sudah memasuki era surat elektronik, keberadaan perangko dan surat menyurat tidak akan hilang. "Perangko dan surat bisa untuk berkirim pesan saat momen spesial dan lebih personal," kata Ahmad.
Advertisement