Kisah Gaib Perang 10 November, Kiai Abbas Ledakkan Butiran Tasbih

Genderang Perang 10 November ditabuh menunggu kedatangan Kiai Abbas dari Cirebon.

oleh Panji Prayitno diperbarui 10 Nov 2016, 20:09 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2016, 20:09 WIB

Liputan6.com, Cirebon - Kalangan santri sempat disebut kaum bersarung. Ini terkait dengan busana penutup aurat yang kerap dikenakan para santri, yakni sarung. Di era dahulu sarung berpasangan dengan alas kaki terbuat dari kayu alias bakiak.

Maka dahulu kaum santri lekat dengan sarung dan bakiak. Paket itu tak hanya untuk aktivitas sehari-hari para santri. Pada jaman penjajahan Belanda, bakiak juga dipakai santri untuk berperang.

Hal ini dilakukan oleh komandan perang 10 November 1945 Kiai Abbas Abdul Jamil dari Pesantren Buntet Cirebon. Dalam pertempuran Surabaya yang tanggalnya diabadikan sebagai Hari Pahlawan itu, Kiai Abbas menggunakan bakiak menghadang hujan peluru Belanda.

“Bakiak tersebut yang digunakan oleh Kiai Abbas untuk memimpin peperangan 10 November,” ujar penulis buku Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, Munib Rowandi, Kamis (10/11/2016).

Selain menggunakan bakiak, lanjutnya, ternyata Kiai Abbas juga menggunakan alu ( alat penumbuk padi ) dan tasbih untuk melawan para penjajah dalam peristiwa besar tersebut.

Munib mendapatkan data peristiwa 10 November tersebut dari penuturan pengawal Kiai Abbas yang bernama Abdul Wahid. Seperti yang dituliskan oleh Abdul Wahid, Kiai Abbas memimpin perang 10 November dengan menggunakan bakiak yang dipegangnya sejak dari Cirebon.

Dalam kisah yang didapatkan dari Abdul Wachid, diketahui Kiai Abbas berangkat dari Cirebon beserta kiai dan santri dengan menggunakan kereta api. Mereka singgah terlebih dahulu di kediaman Kiai Bisri di Rembang Jawa Tengah.

Di tempat itulah, para kiai dari berbagai daerah yang berjumlah sekitar 15 orang melakukan musyawarah dan dilanjutkan dengan perjalanan menuju Surabaya dengan menggunakan mobil.

Meski semangat arek-arek Suroboyo untuk menyerang tentara sekutu saat itu sudah kuat, namun mereka ditahan oleh Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai Hasyim meminta masyarakat untuk terlebih dahulu menunggu kedatangan Kiai Abbas dari Pesantren Buntet Cirebon.

“Kiai Abbas akhirnya ditunjuk menjadi komandan perang 10 November saat itu,” kata Munib.

Saat peperangan berkecamuk, Kiai Abbas berdoa khusyuk. Atas seizin Allah, kata Munib, ribuan alu milik masyarakat berterbangan dan menghantam pasukan penjajah. Butiran-butiran tasbih dilemparkan oleh Kiai Abbas dan mampu menghancurkan sejumlah pesawat terbang yang menjadi andalan utama tentara sekutu.

“Kiai Cholil Bisri pernah bercerita, bahwa Kiai Abbas mengibaskan sorbannya dan mengakibatkan pesawat terbang milik musuh hancur,” kata Munib.

Kiai Abbas wafat pada 1946. sebelumnya dia memendam kekecewaan menalam atas perjanjian Linggarjati yang diteken Pemerintah Indonesia dan penjajah saat itu. Menurut Kiai Abbas, Perjanjian Linggarjati sangat merugikan Indonesia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya