Liputan6.com, Palembang - Tidak hanya bertugas mencari nafkah untuk keluarga, Sukri (53) juga harus bersabar mengurus sang istri tercinta yang mengidap gangguan jiwa. Sebagai kepala keluarga, Sukri memang harus bisa berbagi waktu antara pekerjaan dan keluarganya.
Sudah 18 tahun sang istri, Neti (52), harus terkurung di dalam rumah dengan rantai pasung yang mengikat kakinya. Gangguan jiwa yang diidapnya sejak kelahiran anak kedua membuat Sukri sempat kebingungan untuk merawat sang istri.
Sang istri pertama kali mengidap gangguan kejiwaan sekitar tahun 1997. Saat itu, anak pertamanya masih berusia lima tahun dan anak kedua berusia 1,5 tahun.
Baca Juga
Advertisement
Neti pun bertingkah aneh, seperti bicara sendiri, menghancurkan barang-barang di rumah, menyerang suami dan anak-anaknya hingga kabur keluar rumah. Sang istri juga sering melakukan kegilaan lainnya seperti membuka baju di tengah keramaian.
Karena keterbatasan kondisi dan perekonomian, akhirnya Sukri memutuskan untuk memasung kaki Neti menggunakan rantai besi. Dalam kesehariannya, warga Desa Marga Sakti, Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Lubuk Linggau, Sumatera Selatan (Sumsel) itu bekerja sebagai penyadap getah karet di kebun pohon karet milik bosnya.
"Saya terpaksa memasung Neti, karena saya harus bekerja dan tidak ada yang mengurusnya di rumah. Anak-anak juga terpaksa saya bawa ke tempat kerjaan," ujar Sukri kepada Liputan6.com, Rabu, 22 Februari 2017.
Sebenarnya Sukri ingin membawa sang istri ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Ernaldi Bahar. Namun setiap hari, dirinya hanya mendapatkan uang Rp 70.000, terkadang lebih sedikit. Praktis, pendapatannya hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Ia hanya mampu membawa Neti ke dukun kampung. Namun tidak ada perubahan apa pun. Kedua anaknya pun hanya bisa mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar (SD) saja. Karena anak-anaknya juga turut membantu Sukri secara bergantian mengurus sang istri yang terpasung akibat gangguan jiwa.
Tak Ada Niat Nikah Lagi
Gangguan Jiwa yang diidap oleh Neti sebenarnya disulut rasa kecemburuan terhadap suaminya. Suami istri yang menikah di tahun 1994 ini sering mengalami pertengkaran karena sang istri terus curiga Sukri main mata dengan wanita lain.
"Saya pakai baju rapi saja dicurigai, dikira saya mau mendekati wanita lain. Padahal saya hanya bekerja saja, tidak ada dekat dengan wanita manapun," ujar Sukri berkisah.
Kecemburuan yang bertubi-tubi inilah yang diduga membuat jiwa Neti terpukul dan semakin lama tingkah laku Neti semakin aneh.
Saat itu, selama satu tahun, Sukri sudah berkali-kali mengobati Neti, tapi gangguan jiwa yang diidap istrinya tak sembuh juga.
Meskipun harus kerepotan mengurus sang istri dan anak, dirinya tetap setia. Dia memilih untuk menghabiskan sisa waktunya dengan keluarganya, Neti beserta kedua anak tercinta.
"Tidak ada niat untuk nikah lagi, mau mengurus istri saya sampai diantara kami ada yang dipanggil yang kuasa. Kalau istri saya tidak ada, mungkin baru memikirkan mau nikah lagi atau tidak," katanya.
Sekarang, Sukri bisa bernafas lega. Kepala Desa (Kades) di tempat tinggalnya mau membantunya. Pihak kepala desa mau membawa Neti ke RSJ Ernaldi Bahar Palembang.
Seluruh biaya transportasi dan makan pun ditanggung kepala desa. Menurutnya, selama 18 tahun terakhir, baru kali ini Kades Marga Sakti memberikan perhatian terhadap istrinya.
"Saya bersyukur karena bisa dibantu oleh kepala desa, karena selama ini tidak ada bantuan dari perangkat desa yang kami terima," tutur Sukri.
Advertisement