Liputan6.com, Denpasar - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkunjung ke Bali untuk serangkaian agenda kerja pada Jumat, 8 September 2017. Kedatangan Jokowi itu disambut pengunjuk rasa dari beberapa elemen mahasiswa dan pemuda yang menggelar aksi peduli Rohingya di lampu merah Sudirman, Denpasar.
Ratusan mahasiswa dan pemuda yang menamakan diri Aliansi Pemuda Peduli Rohingya menggelar aksi unjuk rasa mengecam tindakan brutal yang dialami penduduk etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar. Korlap aksi, Ilham menyebut sibuan korban jiwa serta ratusan ribu masyarakat sipil menjadi korban atas tragedi kemanusiaan tersebut.
"Padahal, etnis Rohingya sudah menempati wilayah tersebut jauh sebelum Negara Myanmar berdiri," ucap dia.
Menyikapi peristiwa tersebut, para pengunjuk rasa menyatakan sikap mereka. Pertama, mengutuk tindakan genosida etnis Rohingya yang terjadi di Myanmar. Kedua, meminta Pemerintah Indonesia mengusir Duta Besar Myanmar dari Indonesia jika negara itu tidak serius dalam penyelesaian kejahatan kemanusiaan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"Ketiga, mendukung penuh upaya pemerintah Indonesia untuk berperan aktif dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar," tutur dia.
Keempat, mendesak negara anggota ASEAN memberikan sanksi diplomatik kepada Myanmar. Kelima, mendesak PBB untuk menekan Myanmar agar memberikan hak-hak kewarganegaraan kepada etnis Rohingya. Keenam, menyeret elit pemerintah Myanmar yang menjadi aktor intelektual genosida ke Mahkamah Internasional.
"Kedelapan, mengimbau kepada masyarakat Buddha Indonesia untuk tidak takut dan seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak mudah terprovokasi serta tetap menjaga kerukunan antarumat beragama," ucapnya.
Tak hanya menggelar aksi unjuk rasa, mereka juga menggalang dana untuk membantu warga Rohingya yang masih bertahan di Myanmar maupun yang tinggal di pengungsian.
Sementara itu, ratusan mahasiswa Yogyakarta yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melaksanakan salat gaib di kawasan Titik Nol Kilometer, Jumat malam, 8 September 2017. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas kepada etnis Rohingya di Myanmar yang mengalami tragedi.
"Aksi solidaritas ini perlu karena ini yang bisa kami lakukan saat ini, ini tidak hanya umat Muslim tetapi aksi kemanusiaan," ujar Ikmal Yasir, Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta.
Ia menuturkan kegiatan itu sebagai puncak aksi nyata yang dilakukan untuk etnis Rohingya. Sebelumnya, mereka menggalang dana bagi warga Rohingya yang menjadi korban.
Ikmal juga mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia yang turut membantu etnis Rohingya melalui diplomasi dengan pemerintah Myanmar. Meskipun demikian, mereka juga meminta kesediaan pemerintah Indonesia untuk memberi tempat bagi pengungsi etnis Rohingya.
"Jika memang ada yang mengungsi ke Indonesia bisa ditampung," ucapnya.
Aksi Damai di Sekitar Wihara
Ribuan umat Muslim yang tergabung dalam berbagai elemen di kota Medan, Sumatera Utara, menggelar aksi terkait krisis kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Dalam aksi tersebut, ribuan umat Muslim berjalan kaki dimulai dari Masjid Agung, Jalan Diponegoro, memasuki jalan-jalan protokol hingga ke titik tujuan aksi, Vihara Borobudur, Jalan Imam Bonjol.
Koordinator Aksi dari Solidaritas Ormas Islam untuk Umat Tertindas (Somasi Ummat) Indra Buana mengatakan, aksi yang mereka gelar sebagai bentuk desakan agar pemimpin negara Myanmar Aung San Suu Kyi dan Biksu Ashin Wirathu diseret ke Mahkamah Internasional.
"Kedua petinggi di Myanmar tersebut yang paling bertanggung jawab atas genosida etnis Rohingya di Myanmar. Aksi pembantaian terhadap Rohingya jelas pelanggaran HAM berat," ucap Indra, Jumat, 8 September 2017.
Tidak hanya mendesak Aung San Suu Kyi dan Biksu Ashin Wirathu diseret ke Mahkamah Internasional, massa aksi juga meminta kepada Pemerintah Myanmar membuka akses penuh masuknya bantuan dari negara lain untuk Rohingya.
"Kami juga meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk segera memutuskan hubungan diplomatis terhadap Myanmar. Usir Dubes Myanmar dari Indonesia, tarik Dubes Indonesia dari Myanmar," ucap Indra.
Aksi yang digelar ribuan massa ini mendapat pengawalan dari pihak kepolisian. Berdasarkan informasi diperoleh Liputan6.com, sebanyak 1.700 personel kepolisian dari Polda Sumut, Polrestabes Medan, Polres Belawan, Polres Deli Serdang, Polres Binjai dan Polres Langkat, diturunkan untuk mengawal massa aksi.
Tidak hanya itu, sejumlah ruas jalan yang dilalui massa aksi ditutup dan dialihkan sementara untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti kemacetan. Selain itu, pihak kepolisian juga menurunkan dua unit mobil water canon dan satu unit mobil Baraccuda. Kedua mobil diturunkan untuk mengantisipasi apabila terjadi kericuhan massa aksi.
"Dari TNI, ada sekitar 30 personil ikut membantu mengamankan aksi solidaritas ini,” kata Kabag ops Polrestabes Medan AKBP Donny S. Sembiring.
Dalam aksi tersebut, ribuan massa menyempatkan diri melaksanakan salat Asar berjamaah di jalan sekitar kawasan Vihara Borobudur. Tampak juga kawat berduri dipasang polisi sebagai tindakan antisipasi di sekitar lokasi aksi.
Usai salat, Ketua Gerakan Islam Pengawal NKRI Masri Sitanggang dalam orasinya di depan Vihara Borobudur, mengajak para biksu untuk mengecam tindakan Biksu Ashin Wirathu yang dianggap menganiaya etnis Rohingya di Myanmar, yang sebagian besar beragama Islam.
"Saya yakin para biksu di sini punya link. Mereka punya jaringan dengan biksu di Myanmar. Kita ajak mereka untuk solidaritas terhadap etnis Rohingya, agar segera menyudahi pertikaian di Myanmar," Masri mengungkapkan.
Tidak hanya berorasi, massa aksi juga melakukan aksi pengumpulan donasi. Dana yang terkumpul dalam aksi sebanyak Rp 28 juta dan 11 Ringgit Malaysia. Nantinya, dana akan disalurkan kepada etnis Rohingya di Myanmar.
"Alhamdulillah, kurang tiga jam kita sudah bisa mengumpulkan dana segitu. Kami juga menerima bantuan bagi siapa saja yang mau menyumbang untuk Rohingya," ucapnya.
Setelah berorasi dan mengumpulkan dana, massa kemudian meminta pihak Vihara Borobudur untuk menemui mereka. Tidak lama berselang, pihak vihara menerima sejumlah perwakilan massa aksi untuk membicarakan persoalan Rohingya di dalam vihara.
Perwakilan Vihara Borobudur Edy Suyono Setiawan mengatakan, semua tuntutan dari ribuan massa akan disampaikan mereka kepada pihak terkait di Myanmar. "Tuntutan hari ini akan kami sampaikan kepada biksu yang ada di Myanmar. Ini persoalan kemanusiaan," katanya.
Edy mengungkapkan, beberapa waktu lalu mereka telah menyusun ikrar bersama untuk melakukan hal yang baik. Pihaknya sepakat, apa yang dilakukan militer Myanmar adalah perbuatan sangat biadab.
"Apa yang dilakukan Biksu Astin Wirathu tak sesuai dengan ajaran Budha," ujarnya.
Setelah melakukan aksi dami dan bertemu perwakilan Vihara Borobudur, ribuan massa selanjutnya membubarkan diri dengan damai dan tertib sekitar pukul 18.00 WIB sebelum azan Maghrib.
Advertisement
Umat Buddha Tak Boleh Berbuat Jahat
Umat Buddha di Indonesia menolak adanya kekerasan yang mengatasnamakan agama tertentu terkait masalah yang terjadi terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Dalam ajaran Buddha, umat tidak boleh berbuat jahat tetapi memperbanyak kebajikan, menyucikan hati dan pikiran.
Menurut pembimbing masyarakat Buddha Jawa Barat, Eko Supeno, adanya kejadian yang terjadi di Myanmar merupakan pelanggaran terhadap kemanusiaan.
"Pada intinya, umat Buddha melihat ini adalah kejadian kemanusiaan dan umat Buddha pun harus ikut mendukung upaya pemerintah dalam penyelesaian kejadian kemanusiaan di Myanmar," kata Eko di kantor Gubernur Jawa Barat, Jalan Dipenogoro, Bandung, Jumat, 8 September 2017.
Eko Supeno mengatakan sebagai umat Buddha yang berada di Indonesia, ajarannya mendekati kedekatan Buddha-nya dan aturan-aturan negara yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ia menyebut meski konflik di Myanmar membuat penjagaan setiap wihara di Jawa Barat diperketat, kehidupan beragama di Indonesia masih tetap harmonis.
"Saya berterima kasih kepada saudara-saudara kita yang Muslim tetap menjaga harmonitas keagamaan di wilayah seluruh Indonesia, khususnya di Jawa Barat," ujar Eko.
Umat Buddha menyatakan mendukung seluruh kegiatan kemanusiaan dalam bentuk apa pun. Hal itu dibuktikan dengan diterbitkannya deklarasi antikekerasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar di Vihara Dharma Ramsi.