Liputan6.com, Rakhine - Otoritas Bangladesh menemukan delapan jasad warga Rohingya yang tewas tenggelam di sungai yang memisahkan Myanmar dengan Bangladesh.
Diduga, para korban tenggelam saat hendak menyeberang ke perbatasan Bangladesh dengan menggunakan perahu.
Petugas perbatasan Bangladesh yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada jurnalis media asing, delapan jasad itu ditemukan di tepi Sungai Naf di wilayah Bangladesh pada Rabu lalu. Empat jasad tersebut di antaranya merupakan anak-anak.
Advertisement
Baca Juga
"Perahu yang mereka (para korban) tumpangi terbalik," kata petugas perbatasan Bangladesh, seperti yang dikutip dari CNN, Jumat (8/9/2017).
Pengakuan si petugas perbatasan diperkuat dengan bukti foto yang menunjukkan jasad anak-anak yang tergeletak di tepi Sungai Naf.
"Tidak ada orang yang mengambil jasad tersebut. Mengingat kondisi mereka yang sangat tertekan, mereka mungkin tidak mengenal anggota keluarga masing-masing."
Menurut petugas perbatasan, sejak 25 Agustus, rekan-rekannya telah menemukan sekitar 60 hingga 65 jasad warga Rohingya di selatan.
"Kasus seperti itu telah terjadi sejak hari pertama," jelasnya merujuk fenomena arus pengungsi dari Rakhine ke Bangladesh yang muncul sejak pecahnya konflik bersenjata antara tentara Myanmar dengan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) pada 25 Agustus 2017.
"Di wilayah lain, mungkin ada sekitar 10 hingga 15 jasad," tambahnya.
Menurut data PBB, sekitar 164 ribu warga Rohingya melakukan eksodus massal dari Rakhine ke perbatasan Bangladesh sejak 25 Agustus 2017. Mereka memanfaatkan berbagai akses, seperti jalur darat, menyeberangi sungai, hingga melalui laut.
Petugas perbatasan lebih lanjut menjelaskan, sejumlah warga Rohingya diketahui membayar nelayan setempat sebesar US$ 250 per orang sebagai biaya untuk menyeberang ke Bangladesh via laut.
"Itu perjalanan yang sangat berbahaya. Pertama, kapal tersebut tidak didesain untuk berlayar di laut yang liar seperti itu. Kapal itu juga mengalami kapasitas berlebih, hingga dua kali lipat," jelasnya.
Ranjau Darat Mengancam Pengungsi Rohingya
Muncul laporan mengenai pemasangan ranjau di beberapa jalan yang digunakan oleh para warga Rohingya untuk mengungsi dari Rakhine ke perbatasan Bangladesh. Demikian seperti dikutip dari BBC pada Kamis 7 September 2017.
Ranjau itu, menurut dugaan, ditebar oleh militer Myanmar di wilayah yang dekat dengan perbatasan Bangladesh. Tujuannya diduga, untuk menghentikan para pengungsi kembali ke desa asalnya.
Akan tetapi, menurut penjelasan militer Myanmar, tidak ada ranjau yang ditanam di wilayah yang dimaksud.
Sementara itu, pada Senin pekan ini, juru bicara Aung San Suu Kyi--pemimpin de facto Myanmar-- justru mencurigai kelompok militan (Arakan Rohingya Salvation Army) yang menanam ranjau darat tersebut.
"Siapa yang bisa menjamin bahwa ranjau itu tidak ditebar oleh kelompok teroris?" jelas Zaw Htay, Juru Bicara Aung San Suu Kyi.
Kabar bahwa militer Myanmar menebar ranjau darat juga diungkapkan oleh dua pejabat Bangladesh kepada jurnalis media asing.
Seperti dikutip dari CNN, petugas perbatasan senior melaporkan insiden ranjau yang melukai dua pengungsi Rohingya. Menurut klaimnya, korban mendapat bantuan dari otoritas perbatasan Bangladesh dan dilarikan ke rumah sakit terdekat di negara itu.
"Ada kemungkinan militer Myanmar yang menanam ranjau darat itu," jelas petugas Bangladesh.
Laporan CNN juga menyebut, ranjau darat yang dimaksud merupakan jenis PMN-1 antipersonnel devices.
Selain itu, menurut wartawan BBC, Sanjoy Majumder, yang berada di perbatasan, sudah ada tiga pengungsi Rakhine yang terluka akibat ranjau darat.
Tak hanya itu, banyak ranjau darat tua peninggalan era junta militer 1990-an yang tersebar di wilayah perbatasan Myanmar - Bangladesh.
Di satu sisi, dikabarkan, pasukan perbatasan Bangladesh masih menjaga ketat akses perbatasan, mencegah masuknya para pengungsi, serta menghalau mereka yang hendak menyeberang.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement