Malang - Desa Wirotaman, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, berlokasi di lereng Gunung Semeru. Luasnya sekitar 7,5 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk kurang lebih 4.100 orang. Kecamatan Ampelgading berbatasan dengan Kabupaten Lumajang.
Jaraknya dari Kota Malang, sekitar 80 kilometer. Jika ditempuh dari Kepanjen, ibu kota Kabupaten Malang, jaraknya sekitar 50 kilometer. Jika menempuh perjalanan dengan kendaraan bermotor dari Kota Malang, setidaknya membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Namun, jika ditempuh dari Kepanjen, butuh waktu satu jam.
Desa Wirotaman bisa disebut sebagai kawasan pelosok. Pasalnya, letaknya cukup jauh dari pusat pemerintahan Kecamatan Ampelgading. Menuju kawasan ini, harus melewati daerah yang masih sepi, dengan kanan dan kiri hutan bambu, sengon, sawah, dan kebun kopi. Lalu lintas masih sepi, apalagi pasca turun hujan seperti saat JawaPos.com berkunjung ke sana, Kamis (21/12).
Advertisement
Baca Juga
Jika dibandingkan dengan kawasan pedesaan lainnya, sebenarnya Wirotaman tidak ada bedanya dengan daerah lain. Kultur penduduk kebanyakan berprofesi sebagai petani.
Yang istimewa di desa itu adalah pemeluk tiga agama, Islam, Kristen, dan Hindu dapat hidup berdampingan dengan aman dan damai. Tidak heran jika desa ini dinobatkan sebagai Desa Keberagaman, Kamis, 21 Desember 2017.
Peresmiannya oleh Kapolres Malang AKBP Yade Setiawan Ujung, Dandim 0818/Kabupaten Malang-Kota Batu, Letkol Inf Ferry Muzawwad, dan Wakil Bupati Malang Sanusi.
Baca berita menarik Jawapos.com lain di sini.
Kunci Toleransi
Saat isu intoleransi di Indonesia semakin mengkhawatirkan, Wirotaman menjadi semacam surga impian tempat beragam agama bisa hidup dengan damai. Bentuk keragaman dan kerukunan umat beragama di desa ini, semua tempat ibadah memiliki lokasi yang berdekatan.
Desa Wirotaman, memiliki empat gereja, tiga pura, dan lebih dari 10 masjid. Contohnya, Pura Siwa Lingga yang berdekatan dengan Masjid Baiturrahman dan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW). Jaraknya hanya sekitar 25 meter.
Kepala Desa Wirotaman Ahmad Sholeh menjelaskan, di Wirotaman ada semacam peraturan tak tertulis. Sebuah tradisi yang dipertahankan secara turun temurun sejak nenek moyang mereka. Yakni, hidup berdampingan secara rukun tanpa mempersoalkan perbedaan agama dan keyakinan.
Kunci yang mereka pegang hingga saat ini adalah tidak mau terkontaminasi apapun dari luar.
"Kami adalah sesama makhluk Tuhan yang menjunjung tinggi persaudaraan, dan menjunjung tinggi nilai religi," kata Ahmad Sholeh kepada JawaPos.com ditemui di kantor desanya.
Sholeh menjelaskan, kerukunan itu bahkan sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Putra daerah Wirotaman itu menegaskan, mereka sudah terbiasa hidup damai tanpa ada sekat dan batasan antara sesama pemeluk agama.
Advertisement
Saling Berkunjung
Bukan hanya tempat ibadah saja yang dekat. Hubungan antar sesama para pemeluk agama juga dekat. Apalagi, ketika salah satu agama merayakan hari besar mereka.
''Kami saling berkunjung, silaturahmi, dan saling membantu,'' kata dia.
Selama dia tinggal di desa ini, lebih dari 40 tahun sejak lahir, tidak pernah ada gesekan antarumat beragama. Isu soal suku, agama dan ras tidak pernah menggoyahkan perdamaian di desa ini. ''Dari dulu suasananya seperti ini, guyub rukun,'' kata Sholeh.
Sementara itu, Ujung memuji desa tersebut dapat menjadi role model perdamaian beragama di Indonesia, bahkan di dunia. Dia menegaskan, perdamaian yang ditunjukkan di Desa Wirotaman ini bisa 'dijual' ke Indonesia bahkan dunia.
"Desa di Kabupaten Malang yang terpencil seperti ini bisa menunjukkan kedamaian. Hal ini perlu kita tunjukkan," kata pamen dua melati itu.