Liputan6.com, Yogyakarta Dr. Sardjito dikenal sebagai seorang dokter pada masa perjuangan. Sebagian besar orang hanya mengetahui, lulusan STOVIA itu berjuang di bidang kesehatan. Padahal, laki-laki kelahiran Magetan, Madiun, 13 Agustus 1889 itu memiliki kehidupan yang sangat dinamis.
Dr. Sardjito tidak hanya berkiprah di bidang kesehatan. Dia juga sosok budayawan, pendidik, serta negarawan. Sebanyak 34 buah foto dan sejumlah arsip yang dipamerkan di Balairung UGM pada 22-26 Januari 2018 mempertegas fakta itu.
Pertama, Dr. Sardjito salah satu murid STOVIA yang aktif dalam pergerakan Boedi Oetomo dan pada 1925 menjadi ketua cabang Jakarta dan pengurus pusat.
Advertisement
Baca Juga
Ia menjadi lulusan STOVIA ke-263 pada 1915 dan mendapat predikat lulusan terbaik.Dr. Sardjito juga menanamkan jiwa nasionalisme kepada murid STOVIA supaya berbakti kepada bangsa dan negara, salah satunya lewat penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.
Kedua, Dr. Sardjito menginisiasi Colombo Plan yang merupakan program restorasi pasca-Perang Dunia II. Momentum itu penting karena memperkenalkan Indonesia sebagai negara merdeka kepada dunia internasional.
Selamatkan Vaksin Cacar Lewat Kerbau
Ketiga, Dr. Sardjito menjadi orang pertama yang menjadi Direktur Institut Pasteur. Tempat ini memproduksi vaksin dan obat-obatan bagi para tentara dan masyarakat.
Foto-foto dalam pameran ini mempertontonkan vaksin menjadi aset penting dalam revolusi fisik. Salah satu foto bercerita tentang Dr. Sardjito yang berusaha menyelamatkan vaksin cacar dari peristiwa Bandung Lautan Api.
Ia menorehkan vaksin cacar ke dalam tubuh kerbau dan hewan itu digiring dari Bandung sampai ke Klaten. Sesampainya di tempat tujuan, kerbau disembelih dan limpanya diambil untuk mendapatkan vaksin cacar.
Vaksin dari Institut Pasteur mampu menyelamatkan tentara dan masyarakat dari berbagai penyakit.Keempat, selain ilmuwan dan pejuang, Dr. Sardjito juga budayawan. Penelitiannya tentang Borobudur dipresentasikan pada Pacific Science Congress di Filipina 16-28 November 1953. Ia berbicara tentang perkembangan seni pahat di Indonesia dan membuka mata dunia tentang tingginya peradaban bangsa ini.
Advertisement
Akademisi yang Revolusioner
Kelima, Dr. Sardjito merupakan salah satu pendiri UGM. Ia menjabat sebagai Rektor pertama UGM dan hadir dalam peresmian UGM di Gedung Agung Yogyakarta pada 12 Agustus 1950.
Dr. Sardjito juga menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, salah satunya menjadi pelopor Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Keenam, Dr. Sardjito juga pernah menjadi Rektor UII Yogyakarta. Capaiannya saat itu adalah Status Disamakan untuk Fakultas Hukum dan Ekonomi UII.
Ketujuh, di sela-sela kesibukannya, Dr. Sardjito menyempatkan diri untuk berolahraga. Sepakbola menjadi olahraga favoritnya.Dr. Sardjito diabadikan di Yogyakarta sebagai nama rumah sakit umum pusat dan jalan. Ia meninggal pada usia 80 tahun. Saat wafat, ia masih menjadi Rektor UII. Perguruan tinggi itu pun ikut mengabadikan namanya sebagai nama sebuah gedung kuliah umum di kampus terpadu UII Yogyakarta.
Diusung Jadi Pahlawan Nasional
Pada tahun ini, Dr. Sardjito diusulkan menjadi pahlawan nasional. Kelengkapan persyaratan sedang diproses dan akan diajukan paling lambat April mendatang.
"Selain pameran foto juga akan ada seminar nasional soal kiprah Dr. Sardjito pada 25 Januari 2018," ujar Sutaryo, Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) UGM.
Ia menilai penting mengusung Dr. Sardjito sebagai pahlawan nasional karena perannya semasa perjuangan dan pasca-kemerdekaan tidak diragukan lagi.
Menurut Sutaryo, ada empat nilai yang bisa diambil dari sosok dr. Sardjito, yakni, nasionalisme dan kebangsaan Dr. Sardjito luar biasa, semangat berbudaya Indonesia, kreativitas tinggi, dan rasa ingin tahu di segala bidang.
"Menjadikan dr. Sardjito sebagai pahlawan nasional juga bertujuan untuk menginspirasi ribuan perguruan tinggi di Indonesia supaya memiliki semangat kebangsaan," ujar Sutaryo, Senin, 22 Januari 2018.
Sejarawan UGM, Djoko Suryo, berpendapat Dr. Sardjito tidak hanya berjuang di satu aspek kehidupan. Kehidupan Dr. Sardjito bisa dicontoh anak muda penerus bangsa saat ini.
"Generasi muda menghadapi tantangan yang kompleks dari globalisasi, dengan menerapkan nilai-nilai Dr. Sardjito bisa menjadi filter dalam menyusun resolusi atau mencari solusi untuk persoalan bangsa," tuturnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement