Liputan6.com, Ponorogo – Melihat kotoran sapi yang melimpah di Desa Bringinan, Kecamatan Jambon, Ponorogo, Jawa Timur, terbuang percuma, Subarno akhirnya tergerak. Meski menjabat sebagai kepala desa, ia turun tangan mengolah kotoran sapi untuk pupuk.
Bapak dua anak itu memulai usaha pembuatan pupuk organik sejak 2007. "Awalnya karena banyaknya warga yang memelihara sapi, tapi kotorannya dibuang begitu saja," tuturnya kepada Liputan6.com, Minggu, 21 Januari 2018.
Tak disangka, ia mendapat respons positif atas inisiatifnya. "Banyak warga yang justru menawarkan kotoran sapi miliknya kepada saya," ujarnya.
Advertisement
Demi menggaet pasar, ia membagikan pupuknya ke beberapa kenalannya. Setelah beberapa lama, banyak pemesan datang kepadanya. Bahkan, para petani dari berbagai daerah juga sering belajar kepadanya cara membuat pupuk organik.
Baca Juga
"Tapi sayangnya, pupuk saya ini belum memiliki izin untuk nama produk, jadi untuk kalangan sendiri saja," ucapnya.
Mantan TKI itu menerangkan, dalam satu bulan ia mampu memproduksi 5-6 ton pupuk kandang yang dibantu oleh dua pekerja. Satu karung isi 40 kg pupuk bubuk halus dijual dengan harga Rp 20 ribu.
"Kalau yang granul satu karung dijual Rp 25 ribu," ujarnya.
Ia menambahkan, pupuk buatannya ini mampu mengarah ke pembentukan tanah karena ada kandungan nutrisi makro dan mikro. Dengan begitu, tanah di sawah jauh lebih mudah dibajak dan penyerapan hara tanaman jadi lebih mudah.
"Kalau pakai pupuk ini, sebelum tanam bisa menghemat penggunaan pupuk kimia 30 persen," katanya.
Ekspansi ke Biogas
Sejak 2017, Subarno melebarkan usaha pemanfaatan kotoran sapi untuk membuat biogas. Hal itu disambut baik oleh warganya.
Ia pun mengajukan bantuan pembuatan reaktor ke Dinas Lingkungan Hidup (LH) Ponorogo pada 2016 dan baru tahun 2017 lalu kegiatan ini rampung dilaksanakan.
"Bantuannya berupa dua reaktor besar untuk mengaliri enam rumah sekaligus, masing–masing reaktor untuk tiga rumah," ucapnya.
Salah satu warga, Mbah Wagiman, mengaku terbantu dengan adanya biogas ini. Selain bisa menghemat gas elpiji untuk memasak, sisa dari pengolahan ini juga bisa dijadikan sebagai kompos.
"Kalau biasanya sebulan habis empat tabung melon, saya hanya tiga tabung melon saja, soalnya biogasnya untuk tiga rumah," ujarnya.
Agar biogas menyala, setidaknya satu reaktor harus diisi minimal 8 kg kotoran sapi. Nantinya, Mbah Wagiman bertugas mengaduk sembari sesekali mengisi air dalam reaktor.
"Ini supaya jadi contoh warga lain, selain kotorannya bisa buat biogas sisa pengolahan juga bisa dijadikan kompos," ucapnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement