Duel dengan Beruang Madu, Penyadap Karet Kehilangan 2 Jari Kaki

Saat itu korban sedang menakil untuk menyadap karet, tiba-tiba beruang menyerang.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jan 2018, 16:52 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2018, 16:52 WIB
Beruang madu
Beruang madu di Balikpapan, Kaltim. (Liputan6.com/Abelda Gunawan)

Liputan6.com, Bengkulu - Seorang warga Desa Tumbuan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, Tarmizi (50), menderita luka di bagian kaki setelah diserang seekor beruang madu (Helarctos malayanus) di area kebun karet miliknya.

"Saat itu korban sedang menakil untuk menyadap karet, tiba-tiba beruang sudah menyerang," ucap Gusti, warga Tumbuan yang membawa korban ke RSUD M Yunus di Bengkulu, Senin (29/1/2018), dilansir Antara.

Serangan beruang itu membuat Tarmizi mengalami luka cukup parah, yaitu kehilangan dua jari kaki sebelah kirinya. Warga desa lainnya yang mengetahui penyerangan itu pun membantu Tarmizi mendapatkan perawatan di RSUD M Yunus, Kota Bengkulu.

Adapun Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Abu Bakar, mengatakan sudah menurunkan tim ke lokasi konflik beruang madu dan manusia. "Sudah ada tim yang turun ke lokasi untuk mengantisipasi serangan lanjutan," kata Abu.

Ia menjelaskan, beruang yang merupakan satwa langka dilindungi itu diperkirakan keluar dari habitatnya di Hutan Lindung Bukit Sanggul. Selain di Desa Tumbuan, konflik satwa beruang juga terjadi di wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah.

"Ada dua tim yang turun ke dua lokasi berbeda untuk menangani konflik satwa itu," katanya.

Beruang madu merupakan satwa langka dilindungi yang menjadi fauna khas Provinsi Bengkulu. Satwa ini bahkan dipakai sebagai simbol Provinsi Bengkulu.

Beruang madu hidup di hutan-hutan primer, hutan sekunder, dan sering juga di lahan-lahan pertanian. Binatang buas itu biasanya berada di pohon pada ketinggian 2-7 meter dari tanah, dan suka mematahkan cabang-cabang pohon atau membuatnya melengkung untuk membuat sarang.

Beruang Madu Tarik Celana Warga hingga Robek

Beruang Madu Bakal Kembali ke Alam Setelah Dipelihara 1,5 Tahun
Sosok si pemilik beruang madu dirahasiakan BKSDA. (Liputan6.com/M Syukur)

Beruang madu (Helarctos malayanus) belakangan ini meresahkan warga Labu Pacah, Jorong Empat, Nagari Garagahan, Kecamatan Lubukbasung, Agam, Sumatera Barat. Sang beruang madu kerap muncul di perkebunan warga.

Kepala Dusun Labu Pacah, Adris Mulyadi, menambahkan, beruang madu itu pertama muncul di perkebunan warga pada Senin, 18 Desember 2017. Sempat terjadi insiden antara beruang itu dan seorang warga.

Salah seorang warga, Tampuo (55), saat ke kebunnya dikejar beruang madu itu. Beruang sempat meraih celana warga dan memegangnya hingga celana Tampuo robek.

Akan tetapi, warga tersebut berhasil menyelamatkan diri dari beruang madu itu. "Beruang madu dalam kondisi lemah akibat mengalami luka," kata Adris, Kamis (21/12/2017), dilansir Antara.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Agam, Sumatera Barat, pun menurunkan tim untuk mengusir beruang madu tersebut. Tim BKSDA mengusir beruang madu itu dengan menggunakan bunyi-bunyian pada Rabu malam.

"Agar (beruang) menjauh dari permukiman warga," kata Kepala BKSDA Resor Agam, Syahrial Tanjung, didampingi anggota bagian pengendalian ekosistem hutan, Ade Putra, di Lubukbasung, Kamis, 21 Desember 2017.

 

Duel Lawan Beruang Betina, Petani Sawit Bersimbah Darah

Sopir Angkot Mogok Beroperasi hingga Beruang Masuk Rumah Warga
Ilustrasi beruang madu.

Sarin (50), warga Dusun Batu Aji Desa Kayu Ajaran, Kecamatan Ulu Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, nyaris tewas. Petani kelapa sawit ini bersimbah darah usai duel melawan seekor beruang madu betina yang melindungi anaknya.

Sarin yang tengah berjalan menuju pondok "ramuan" atau pondok peristirahatan yang berjarak 500 meter dari kantor Babinsa Koramil Ulu Manna itu bertemu dengan beruang betina setinggi lebih dari dua meter bersama satu ekor anaknya. Karena jarak yang sangat dekat, beruang langsung menyerang Sarin dan terjadilah duel yang tidak seimbang.

Sambil berteriak minta pertolongan, Sarin terus berupaya menangkis serangan beruang. Kalah tenaga dan tanpa alat bantu, Sarin lalu tumbang dan menjadi bulan-bulanan sang beruang madu (Helarctos malayanus).

Warga yang datang usai mendengar teriakan Sarin bersama aparat TNI langsung menghalau beruang bersama anaknya menggunakan bunyi-bunyian. Sarin yang tergeletak dengan luka robek pada bagian kepala, wajah, dahi, dan pelipis serta mengalami patah tulang tangan langsung dilarikan ke puskesmas terdekat.

Alimin, warga Desa Kayu Ajaran, mengatakan, luka yang diderita sangat parah dan kondisi Sarin tidak sadarkan diri karena banyak kehilangan darah. Warga pun langsung mengevakuasi korban ke RS Hasannudin Damrah Bengkulu Selatan.

"Sudah dilakukan tindakan operasi," ucap Alimin saat dihubungi di Manna, Senin, 12 Juni 2017.

Kepala Resor Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Bengkulu Selatan, Rinjuan Windi Adi, mengatakan pihaknya bersama warga dan TNI sudah melakukan pengusiran beruang tersebut ke habitatnya di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Saat ini, beruang tersebut sudah masuk jauh ke dalam hutan masyarakat diminta tetap waspada.

"Beruang madu merupakan hewan yang dilindungi, jadi tindakan kami hanya melakukan pengusiran dan tidak bisa dibunuh," ujar Windi.

Beruang yang memiliki anak yang baru lahir, kata Windi, memang memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Demi melindungi anaknya yang masih kecil, terkadang sang induk rela berpisah dari kawanan untuk menghindari bentrok. Bila bertemu binatang lain bahkan manusia, sang induk dipastikan akan menyerang.

"Sangat sensitif dan overprotektif," jelas Windi.

Kepala BKSDA wilayah Bengkulu dan Lampung, Abu Bakar, mengatakan saat ini pihaknya akan terus memantau pergerakan beruang dan harimau sumatera yang hidup di dalam kawasan Taman Nasional. Saat ini, habitat kedua hewan dilindungi itu terus tergerus aktivitas penebangan liar.

Kondisi inilah yang memicu beruang dan harimau sumatera sering turun gunung karena cadangan makanan yang ada di taman nasional terus menipis. Kasus beruang masuk kampung ini bukan yang pertama.

Tercatat pada 2016 hingga pertengahan 2017 ini sudah ada 28 kasus. Dari angka itu, lebih dari lima kasus terjadi bentrok dengan manusia.

"Jika mereka nyaman di habitatnya, tidak mungkin mereka masuk kampung. Jadi tolong hentikan aktivitas yang merusak hutan," kata Abu Bakar.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya