Membunuh Harimau Bonita Bukan Solusi

Perusahaan pengelola kawasan hutan harus dilibatkan dalam mengatasi masalah penyerangan yang dilakukan harimau Sumatera kepada warga.

diperbarui 14 Mar 2018, 10:03 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2018, 10:03 WIB
Harimau menerkam manusia
Setelah Jumiati, karyawati perusahaan sawit pada awal Januari lalu, kini buruh bangunan bernama Yusri yang menjadi korban keganasan harimau di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. (M Syukur/Liputan6.com)

Pekanbaru - Warga Desa Tanjung Simpang, Kelurahan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, berencana menghabisi harimau Bonita yang menjadi tersangka penyerangan warga, jika Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau tak mampu menanganinya dalam waktu dekat.

Direktur Eksekutif Rimba Satwa Fondation (RSF), Zulhusni Syukri, menilai keputusan tersebut bukanlah solusi yang tepat mengatasi teror penyerangan yang dilakukan harimau Sumatera itu.

Menurut dia, negara memberikan kawasan hutan itu kepada perusahaan PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP) dengan tujuan menjaga kawasan inti dari sebuah ekosistem adalah keliru. Pasalnya, hutan itu merupakan habitat dari sejumlah ekosistem, termasuk harimau.

"Kawasan hutan yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai kawasan yang dikelola oleh perusahaan dengan tujuan untuk menjaga kawasan inti dari sebuah ekosistem jelas tidak tepat sasaran," katanya kepada Riauonline.co.id, Selasa, 13 Maret 2018.

 

Baca berita menarik lainnya dari Riauonline.co.id di sini.

 

Simak video pilihan berikut ini:

 

Partisipasi Semua Pihak

Harimau Sumatera
Sudah 40 hari lebih harimau Sumatera yang menerkam karyawati perkebunan sawit berkeliaran di Desa Tanjung Simpang, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

Sebab itu, tutur Zulhusni Syukri, pihak perusahaan mau tidak mau harus ikut dilibatkan dalam aksi pengamanan harimau Sumatera itu.

"Jika korporasi hanya menerima sebagai pengelola Hak Guna Usaha (HGU) Hutan, perusahaan juga seharusnya harus siap untuk menjadi pengelola kawasan lindung dan juga habitat satwa yang ada di dalamnya," jelasnya.

Dia menambahkan, saat ini perusahaan seolah-olah tidak memberikan solusi dari adanya aksi penyerangan yang dilakukan harimau Sumatera tersebut. Bahkan, kini tim BBKSDA Riau yang seolah menjadi peran utama dalam menyelesaikan masalah rusaknya ekosistem itu.

"Disorientasi yang terjadi pada harimau tersebut karena ada hal yang sangat mendasar, yaitu habitat dan pakan. Setelah itu semua terjadi, maka perubahan pola makan juga akan berubah. BBKSDA hanya yang akan menjadi penerima dampak langsung terkait konflik. Namun, KLHK harus bertanggung jawab dari kebijakan yang telah dibuat," dia menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya