Liputan6.com, Makassar Polemik persoalan pembayaran gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Makassar, Mustagfir Sabri alias Moses yang terjerat kasus korupsi bansos Sulawesi Selatan (Sulsel) menghiasi ruang publik.
Pasalnya, meski telah menyandang status terpidana dalam kasus korupsi pengelolaan dana bantuan sosial (Bansos) Sulsel terhitung sejak Kamis 16 Juni 2016, Mustagfir tetap menerima gaji penuh sebagai anggota DPRD Makassar asal Fraksi Partai Hanura sebesar Rp 37 juta per bulan. Itu berlangsung selama 22 bulan, sehingga total yang ia nikmati sejak dinyatakan resmi berstatus terpidana oleh MA sebesar Rp 813 juta.Â
Ia diketahui menyandang status terpidana tepatnya dalam perkara korupsi bansos bernomor 2703K/Pidsus/2015 dan telah divonis oleh Mahkamah Agung (MA) pada Kamis 16 Juni 2016 dengan hukuman pidana 5 tahun penjara.
Advertisement
Pengamat hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKIP) Makassar, Jermias Rarsina dimintai tanggapannya via telepon, Rabu (9/5/2018) mengatakan, sejatinya Moses sebagai orang yang terlilit dengan masalah hukum harus punya iktikad baik (good will) untuk secara aktif melaporkan atau menyampaikan kepada institusi tempat bekerja tentang ihwal perkembangan kasusnya tersebut.
"Kalau yang bersangkutan tidak proaktif melaporkan perkembangan kasusnya kepada institusinya, maka bisa diduga dia juga turut serta merugikan negara," kata Jermias.
Baca Juga
Kemudian, Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Makassar juga dalam hal ini, lanjut Jermias, tak bisa lepas tanggung jawab. Di mana seharusnya ia juga bersikap proaktif melihat perkembangan hukum kasus korupsi yang menjerat Mustagfir selaku legislator Makassar.
Tapi, karena Sekwan diduga tidak teliti atau lalai, sehingga tetap membayar gaji seseorang legislator yang oleh hukum dinyatakan sebagai terpidana.
"Kalau ada pihak yang katakan bahwa terpidana tetap dibayar gajinya karena belum mendapat putusan maka alasan seperti itu tidak tepat," terang Jermias.
Mengingat, kata dia, kasus Mustagfir sudah sering dipublikasikan di media massa. Selain itu, status terpidananya sudah melekat terhitung sejak jatuhnya putusan dari Mahkamah Agung (MA).
"Bukan pada saat dieksekusi," jelas Jermias.
Terpisah, Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Makassar, Adwi Umar dikonfirmasi via telepon mengatakan, pihaknya membayar gaji Mustagfir Sabri meski telah berstatus terpidana karena sudah sesuai dengan aturan.
"Jelas pembayaran gaji sesuai aturan karena sepanjang belum kami terima putusan MA terkait perkara korupsi bansos yang menjerat Mustagfir, maka tidak ada dasar menyetop gajinya yang bersangkutan. Tapi sekarang kita sudah koordinasi dan putusannya sudah ada dari Pengadilan Negeri Makassar, Mei ini langsung kami setop," terang Adwi, Rabu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perjalanan Kasus
Mahkamah Agung (MA) sebelumnya telah menyebarkan putusan kasasi perkara korupsi penyelewengan dana bansos Pemprov Sulsel yang menjerat Mustagfir Sabri melalui laman resminya. Di mana putusan yang berstatus incratch tersebut bernomor 2703 K/Pid.Sus/2015 yang resmi diputus pada Kamis 16 Juni 2016.
Dari data laman resmi MA disebutkan bahwa sidang vonis perkara yang menjerat Mustagfir Sabri dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Salman Luthan dan Hakim Anggota Syamsul Rakan Chaniago dan MS Lumme.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Mustagfir Sabri telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.
Dan atas perbuatannya itu, ia dijatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp 200.000.000 dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidakdibayar maka ia dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan 6 bulan.
Selain itu dalam putusan MA tersebut, ia juga dijatuhi hukuman tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 230.000.000 dengan ketentuan jika ia tidak membayar uang pengganti tersebut maka dalam waktu 1 bulan sejak putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti yang dimaksud.
Kemudian jika ia tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti itu, maka hukumannya akan diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun serta terakhir MA memerintahkan ia untuk segera ditahan.
Awalnya, Mustagfir Sabri divonis bebas di tingkat Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, tepatnya 2015. Atas putusan bebas tersebut, jaksa penuntut umum melawan dengan melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Alhasil pada tanggal 16 Juni 2016, MA mengabulkan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan menjatuhkan vonis penjara 5 tahun penjara terhadap Mustagfir Sabri melalui situs web resminya.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa Mustagfir telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh penuntut umum dalam dakwaan Primer Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam proyek penyaluran dana bansos dimana Mustagfir Sabri diketahui sebagai salah seorang yang memasukkan proposal untuk Pembangunan Kelas Baru Sekolah Tsanawiyah Yayasan Al Hidayah yang dibuat oleh Kepala Sekolahnya Arqam Abdul Rahman ke Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan untuk mendapatkan dana bansos dengan usulan anggaran yang ia ajukan sebesar Rp 300.000.000. Namun, belakangan, anggaran yang disetujui sebesar Rp 230.000.000.
Setelah cair, Mustagfir Sabri tidak menggunakan dana sebagaimana tujuan penggunaannya. Melainkan, dana tersebut ia gunakan untuk kepentingan pribadinya, sehingga atas perbuatannya negara dirugikan sebesar Rp 230.000.000.
Advertisement